Mohon tunggu...
Alfiansyah Syah
Alfiansyah Syah Mohon Tunggu... Warga Negara Indonesia -

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Etos Kerja Pesepak Bola

15 Desember 2018   01:12 Diperbarui: 15 Desember 2018   05:16 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Alfiansyah

Kerja pesepakbola adalah kerja lapangan. Tapi perlu digaris bawahi bahwasanya pesepakbola bukanlah seorang pemborong proyek atau tukang buruh bangunan. Lihatlah mereka ketika berada di lapangan. Keringatnya terus mengucur, demi 90 menit, sebagai penentu yang membuat jantung selalu bedebar-debar. Disaksikan jutaan mata, sehingga banyak saksi , dan orang awam pun akan menjadi hakim yang tak kenal ampun. Di sinilah mental, kebijaksanaan, kekuatan, berani menanggung resiko dan lain sebagainya dipertaruhkan bagi para manusia, yang  menggantungkan nasib menjadi pesepakbola.

Tapi, dalam konteks pekerja, seorang pesepakbola masuk dalam apa? Buruh pabrik, pekerja kasar, selebritis, atau hanya kerja sebatas kerja, tanpa ada etos sebagai pesepakbola bahwasanya dia adalah bintang lapangan?

Erich Fromm

Filsuf asal Jerman, Erich Fromm dalam buku Seni Mencintai  menjabarkan bagaimana profesi kerja manusia mencari penghasilan, di era modern ini. Contoh pertama, manusia menjadi makhluk "jam sembilan sampai jam lima", dia bagian dari angkatan kerja, atau tenaga birokrasi pegawai dan manajer. Dia tidak banyak berinisiatif, tugas-tugasnya ditentukan oleh organisasi kerja ; bahkan antara mereka yang berada di posisi puncak dan mereka yang di bawah, tak banyak bedanya. Mereka semua mengerjakan tugas-tugas yang ditentukan oleh struktur organisasi, dengan kecepatan yang sudah ditentukan, dengan cara yang sudah ditentukan. Bahkan perasan pun di tentukan : ceria, ramah, bisa diandalkan, berambisi, dan mampu bekerja dengan semua orang tanpa gesekan. Bersenang-senang pun dirutinkan dengan cara yang sama, meskipun tak sedrastis itu.

Sebelum ajal, seluruh kegiatan telah dirutinkan dan dibuat-buat. Manusia lupa akan eksistensialismenya bahwa dia adalah manusia, individu yang khas, manusia yang diberi cuma satu kesempatan untuk hidup, dengan harapan dan kekecewaan, dengan kesengsaraan dan rasa takut, dengan kerinduan akan cinta dan rasa takut pada ketiadaan dan keterasingan.

Contoh kedua,  meraih penyatuan kerja dalam aktivitas mencipta, baik itu aktivitas seniman, atau perajin. Dalam kerja kreatif, orang yang sedang berkreasi menyatu dengan peralatan yang mewakili dunia di luar dirinya. Entah itu seorang tukang kayu yang membuat kursi atau meja, atau seorang pandai besi yang membuat cangkul atau arit, serta petani konvensional yang menanam padi, atau pelukis yang melukis. Di mana semuanya dalam bidang pekerjaan kreatif para pekerja dan obyeknya menjadi satu. 

Manusia menyatukan dirinya dengan dunia di dalam proses mencipta. Namun, ini berlaku hanya untuk kerja produktif, untuk kerja yang saya rencanakan, ciptakan, dan terlihat hasilnya. Dalam proses kerja modern seorang pegawai, seorang pekerja mesin di pabrik, hampir tak ada kualitas menyatu-dengan-pekerjaan seperti ini. Pekerja sekedar pelengkap mesin dan organisasi birokratik. Dia berhenti menjadi dirinya---di sini tak ada penyatuan melampaui penyatuan konformitas.

Nafkah Pesepakbola

Kerja tim sepakbola adalah kerja kolektif. Semangat gotong royong .  Tidak saling menjatuhkan satu sama lain, seperti karyawan kantor  demi yang namanya naik jabatan dan kenaikan gaji. Jika salah satu pemain egois dan tak bisa diajak kerja sama, maka suatu visi-misi sebuah kesebelasan akan bobrok dan target pun pastinya akan pudar. Semangat individu saja tidak cukup. Harus menerapkan semangat kolektif. Itu dia yang membuat kerja pesepakbola tidak sama dengan seorang karyawan kantor.

 Beberapa tim sepak bola telah membuktikannya. Di Piala Eropa 1992, Denmark sebagai tim kuda hitam berhasil memberikan kejutan. Berada di Grup 1 bersama Swedia, Prancis, dan Inggris, Denmark mampu lolos ke babak semifinal dengan status runner-up. Di partai semifinal mereka berhasil mengalahkan para pejuang total football,  Belanda. Setelah menahan imbang Marco van Basten cs 2-2,  Denmark berhasil menang drama adu penalti 5-4. Tak sampai di situ, di partai final,  tim tangguh Jerman dipukul mundur 2-0.

Sejarah sudah mencatat, tak selamanya tim berbaur pemain bintang angkat piala, karena dalam sepak bola selalu tercipta berbagi kejutan dan rahasia yang tak mampu dipecahkan oleh para ilmuwan atau fisikawan. Karena, hakikat sepak bola adalah sepak bola---kecuali  pertandingan itu sudah diatur (perjudian) oleh para mafia, yang membuat kemurnian dan hakikat sepak bola  bukan lagi sepak bola.

Dalam konteks menyatukan dirinya ke sebuah obyek, yakni pesepakbola telah benar-benar menyatu dalam benda mati "si kulit  bundar". Jika ia benar-benar bisa menghayati dan memaknai si kulit  bundar, maka ia akan berproduktif menampilkan kejutan dan keindahan dalam memainkan "si kulit bundar". 

Kerja yang sudah direncanakan jauh hari sebelumnya dari latihan rutin dan semangat juang yang tinggi, ciptakan, tak gampang puas diri, pasti akan terlihat hasilnya, yakni permainan yang spektakuler nan mahadahsyat. Pesepakbola pun dapat mengusai ruang dan waktu. Ruangnya adalah lapangan sepak bola yang berpasangan dengan "si kulit bundar", lalu waktunya adalah detik-detik yang menegangkan di mana pesepakbola menjadi penentu sejarah.

Masyarakat modern mengkhotbahkan ideal kesetaraan non-individual. Dalam sepak bola semua mesti sama. Harus kerja keras. Kerja keras ini, telah dikontrol oleh pelatih, mengingatkan agar pemain belakang, tengah dan depan bekerja sesuai dengan instruksinya. Tapi setiap pesepakbola kadang meyakini bahwa dia mengikuti keinginannya sendiri. Improvisasi , spontanitas, intelegensi, dan teknik individual adalah senjata utama bagi pesepakbola. Lionel Messi pemain bintang, tapi tanpa otak penyerangan Andreas Inisesta dan Xavi  Hernandez, mungkin Lionel Messi bukanlah siapa-siapa. Begitu juga dengan Paolo Maldini, jika ia tak berduet dengan Alessandro Nesta, maka chemistery membangun tembok pertahanan akan kurang---begitu juga dengan seluruh 11 pemain lainnya, tanpa terkecuali.

Bonus-bonus akan menanti pesepakbola. Bonus yang didapatkannya adalah mendapatkan apresiasi berupa sorak-sorai pujian, tepuk tangan kegembiraan, kontrak tinggi, dan sponsor-sponsor lainnya. Di sinilah keringat seorang pesepakbola berhasil. Sehingga selalu bergairah untuk melakukan sutau hal dan target yang lebih dan lebih. Dengan dilandaskan hasrat yang tinggi, demi prestasi.

Pencipta Keindahan

Pesepakbola adalah seniman lapangan hijau. Walau bagaimanapun, seorang seniman yang tak mematuhi segala macam aturan (bahwa ia harus produktif), tak akan menemukan jalan titik temu bahwa ia adalah pekerja kreatif. Pesepakbola harus mencintai kedisiplinan dan tanggung jawabnya dia sebagai pelaku seni. Ketika ia  harus berpakaian sama di lapangan, pesepakbola harus menyesuaikan pakaiannya sesuai dengan tim yang ia bela. Apalagi soal makan, jam istirahat, serta kapan waktunya untuk liburan dan fokus ke kerjaan. Semua harus diatur dengan kedisiplinan dan komitmen yang tinggi. Karena, ia sudah berani mengambil resiko bahwa ia adalah seorang pesepakbola. Ia mencari nafkah di sepak bola, olahraga yang penuh resiko, kejam, keras dan buta persaingan.  Contih kasus, banyak terjadi pemain muda pensiun dini karena kakinya patah tulang, tunggakan gaji pemain kepada klub, meninggal di atas lapangan, atau berbagai terror dan ancaman lainnya dari para mafia.

Pesepakbola bukanlah seorang karyawan yang selalu terlihat murung, bekerja tak ikhlas dan bahkan dilandaskan tanpa gairah untuk mengerjakan suatu hal. Kerja hanya sebatas kerja, cari makan menyambung hidup. Kalau pesepakbola tak bermain dengan hati dan tak mencintai pekerjaanya, mungkin saja kita tak pernah melihat keindahan Pele ketika membawa bola, aksi individu  Maradona, aksi-aksi akrobatik Zlatan Ibrahimovic, ketangkasan tembok pertahanan Paolo Maldini,  tendangan bebas Andrea Pirlo, kelincahan Lionel Messi, kecepatan  Cristiano Ronaldo, semangat juang Leicester City yang berhasil meraih juara Liga Inggris di musim 2015/2016, atau aksi-aksi heroik dan spektakuler lainnya, yang diciptakan oleh mereka, yang bermental juara---semakin membuktikan bahwa pesepakbola setara dan sama berharganya (bahkan mengalahkan) beberapa penguasa tiran, politikus, negarawan, ilmuwan, seniman dan orang-orang berpengaruh lainnya yang berada di belahan dunia.

Pesepakbola adalah pencipta. Pencipta keindahan dan segala macam kongko-kongko yang tak akan habis dikupas tuntas, di mana pengamat, pelaku sepak bola, orang awam atau kritikus sepak bola akan menyaksikan bagaimana bola itu dimainkan dari kaki ke kaki. Bagaimana sepakbola itu dikaji, dikomentari, dianalisis oleh  para pakar, legenda sepak bola, atau orang-orang pintar yang berlaku, dewasa ini.

Sebagai pekerja, pesepakbola harus menerima kenyataan dan segala macam konsekuensi. Kenyataanya  bahwa ia harus siap dikritik pedas. Ia harus bisa menerima hukum kausalitas (sebab-akibat). Hukum yang mengatur alam semesta, di mana jika ia bermain bagus, mencetak goal, indah, clean sheet, fight, maka ia akan mendapat pujian dan tepuk tangan---bahkan jka kesebelasan itu kalah, ia tetap mendapat pujian karena jerih payah dan fighting spirit yang tiada habisnya itu.

Namun jika ia blunder, loyo, lemah, tak ada semangat juang pertandingan, maka bersiaplah mendapat cacian pedas dan makian yang benar-benar  membuat telinga panas dan bahkan langsung naik pitam. Karena ia bisa membuat manusia menangis, bangga, haru, komedi, tawa, bahkan bikin baper---dimana para seniman bola itu dianugerahi wajah tampan dan tubuh atletis.

Albert Camus, seorang eksistensialis dari Prancis kagum dengan profesi pesepakbola. Katanya, dalam hal keutamaan dan tanggung jawab akan tugas, ia belajar dan berhutang budi pada sepak bola.

Maka dari itu saya ucapkan terima kasih, pesepakbola.

Balikpapan, 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun