Mohon tunggu...
Alfiansyah Syah
Alfiansyah Syah Mohon Tunggu... Warga Negara Indonesia -

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Soal Jodoh, Jangan Terlalu Banyak Mikir

12 Februari 2018   02:01 Diperbarui: 12 Februari 2018   02:06 1361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

-Sujiwo Tejo Kongko Soal Jodoh (Bagian Pertama)

Jogja masih musim hujan. Di sebuah Kafe Basabasi, telah berkumpul, desak-desakan. Kebanyakan kawula muda dan mungkin saja mahasiswa. Begitu padat. Pantas saja, hari itu, Senin (29/1/2018), seniman Sujiwo Tejo dan sastrawan Agus Noor hadir di acara "Edan-edanan Bareng Presiden Jancuker" dengan tema, "Ngobrol Seru tentang Zaman Edan".

Sudah lama saya ingin bertatap muka dengan keduanya. Saya hanya sering melihat Mbah Sujiwo tampil di televisi, sedangkan Agus Noor, saya tahunya lewat cerpen-cerpennya. Memang, Tuhan punya cara lain dalam setiap pertemuan tak terduga.

Acaranya seperti acara seminar-seminar di kampus, di mana Sujiwo sebagai narasumber dan Agus Noor merangkap menjadi MC. Tapi ini lebih ceplas-ceplos, plong, dan tidak terikat oleh segala macam bentuk seminar yang ada di kampus-kampus. Toh, Sujiwo dan Agus Noor dengan nyamannya ngisap rokok, kongko sembarang, dan kerap kali ngomong jorok menggunakan bahasa Jawa.

Sebagai narasumber, segala macam pertanyaan harus dijawab. Terlihat agak bosan karena yang tanya itu-itu saja, Agus Noor menginginkan agar perempuan bertanya. "Biar pikiran Mbah Sujiwo ngaceng," katanya, semua tertawa. "Biar Mbah Jiwo makin cerdas."

Kaum hawa langsung angkat tangan. Agus Noor memberikan mic ke salah satu perempuan. Kalau tak salah, perempuan itu asalnya dari Padang Pariaman, berjilbab, dan raut wajahnya terlihat ceria.

Ia bercerita kalau ia aktif mengikuti perkembangan Mbah Sujiwo, entah itu di you tube, instagram dan kutipan kata-kata bijaksana lainnya, dari hasil copy paste yang selalu dibuat status, oleh orang awam, dewasa ini.

"...Orang yang menghina Tuhan adalah orang yang bingung jika besok mau makan apa. Itu sudah menghina Tuhan," ujarnya. Kemudian, ia menambahkan. "Pertanyaan saya adalah, saya sebagai anak muda dan teman-teman di sini juga banyak anak muda, barangkali saya terus terang saja mungkin mereka masih pada jomblo. Saya yakin itu, dan mereka sudah siap menikah tetapi terkendala itu tadi (belum bekerja). Jadi, pertanyaanya belum bekerja dan mau menikah, mau kasih makan apa anak-istri saya nanti. Toh, itu kan sudah menghina Tuhan."

Ia langsung menginginkan agar Mbah Sujiwo menjawab dengan bijaksana dan anggap saja bahwa anak-anak muda yang ada di kafe adalah anaknya Mbah Sujiwo. "Apa sarannya ke anak-anak semua jika hal ini terjadi, jika besok ini terjadi dengan kita semua?"

Mbah Sujiwo menjelaskan dengan bahasa Indonesia dicampur bahasa Jawa, di mana saya tak sedikit paham mengenai apa yang dibicarakan.

Katanya, ini adalah soal keputusan. Di dunia ini tak ada yang perlu ditakuti kecuali Tuhan.
Seperti yang Sujiwo bilang, menghina agama tidak usah dengan cara menginjak-nginjak kitab suci. Itu adalah menghina paling cemen dan tak bermanfaat. Menghina yang paling mencolok itu, yakni ketika ia takut dan cemas bahwa besok tidak makan. Itulah jihad batiniah yang mesti diperangi, agar pikiran tak salah kaprah.

Kemudian, ia bercerita mengenai pengalamannya ketika menikah. Sujiwo kala itu yang masih "darah muda", bujangan, selengean, ingin menikahi pacarnya. Dulu, ia menikah tak punya kendaraan. Waktu itu tahun 1980-an, ia kerja menjadi penyiar radio.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun