Mohon tunggu...
Alfiansyah Syah
Alfiansyah Syah Mohon Tunggu... Warga Negara Indonesia -

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pilihan Ramang, Antara Ikan di Darat atau Kuda Pacuan

27 November 2017   12:39 Diperbarui: 28 November 2017   00:35 3240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Di ambil dari buku | Dokumen pribadi

"Kuda pacuan dipelihara sebelum dan sesudah bertanding, menang atau kalah. Tapi pemain bola hanya dipelihara kalau ada panggilan. Sesudah itu tak ada apa-apa lagi," katanya, dengan kecewa.

Apakah nasib pemain sepak bola di Negeri ini memang seperti itu? Lebih mulia dari kuda pacuan daripada pesepakbola? Pernah ada seorang penulis yang ingin menulis kisah hidupnya Ramang. Tapi, ia tak ingin semua masa lalunya itu ditulis. Apalagi kisah-kisah heroiknya. Nampaknya, ia begitu pesimis dengan yang namanya sepak bola di Tanah Air. "Buat apa mengenang masa-masa seperti itu, sementara orang lebih menghargai kuda pacuan?" kata Ramang.

Ia pun lebih sering sembunyi dari bidikan dan kejaran para wartawan yang ingin mewawancarainya. Jika ada yang ingin mewawancarainya, ia hanya menggelengkan kepala. Betapa dingin hatinya. Ia lebih nyaman bersembunyi. Lebih baik sembunyi dalam kesunyian, tanpa harus bermulut besar.

Dan apa yang mesti diceritakan lagi. Legenda sudah lama terkubur dalam kesendirian. Tak prima seperti dulu. Matoa I Ramang Dan hingga ajal menjemputnya di tanggal 26 September 1987.

Apa yang dikatakan oleh Ramang adalah wujud kekecewaannya terhadap dunia sepak bola di Tanah Air. Ia berani mengambil kesimpulan seperti itu selama berkarier di dunia olahragawan nasional, terutama sepak bola. Jiwa optimistisnya berubah menjadi skeptis, pesimis, dan acuh tak acuh.

Ya, begitulah yang terjadi dewasa ini di dunia para atlet nasional. Jiwa muda menggebu-gebu dan sangat optimistis, ketika sudah tidak produktif lagi, apakah ia masih bisa oprimistis dan berkomentar positif setelah tidak menghasilkan piagam dan penghargaan lainnya demi mengharumkan bangsa?

Maka dari itu, sering kita jumpai ada seorang atlet yang mendapatkan medali emas di ajang Sea Games, Asean Games, atau ajang Nasional perhelatan akbar Pekan Olahraga Nasional (PON), ketika ia bertanding dan mengalami cedera yang fatal yang membuatnya harus berhenti menjadi atlet, siapakah yang akan bertanggung jawab? Apakah ia mendapatkan dana santunan setiap sebulan sekali? Apakah ada yang menjamin masa depannya? Dan lebih menyakitkan lagi, biaya penyembuhan cedera itu, apakah ditanggung oleh negara? Apakah ada yang bisa menjawabnya?

Dan anehnya, banyak juga yang bukan olahragawan, pengen sekali menjadi olahragawan, lantaran banyaknya proyek dana yang dihasilkan dari komite-komite olahragawan. Atau, sertifikat yang nantinya menunjang untuk karier masuk di anggota aparatur negara. 

Atlet yang sangat profesional, berlatih secara giat, dan sudah beberapa kali mendapatkan penghargaan, harus bersabar dengan para oknum yang sampai saat ini selalu mempraktekkan yang namanya nepotisme. Karena, atlet itu adalah anak saya, keponakan saya, sepupu saya, tetangga saya, atau tidak dikenal karena ada perjanjian finansial antara kedua belah pihak. ...Ah, tak heran atlet abal-abal bisa masuk tanpa harus melakukan seleksi yang begitu kompetitif.

Belajarlah dari Ramang. Kecintaanya terhadap sepak bola, tidak ia bisa tinggalkan. Tercatat, walau tanpa sertifikat kepelatihan, ia tetap ngotot melatih PSM Makassar, klub kebangganya. Walau Ramang telah tiada, mungkin, sampai saat ini ia mempunyai sebuah tujuan. Tujuan yang diimpikan oleh seluruh insan olahraga Tanah Air---terutama pesepakbola.

Ia ingin sepak bola di Indonesia ini sehat dan mampu dikelola secara profesional, di mana, pesepakbola dari segala kasta harus diperhatikan dan diurus sebaik mungkin. Dari kelompuk usia umur hingga ke jenjang senior. Ramang ingin tak ada lagi terdengar rasa pesimis pemain sepak bola atau orang-orang tua yang ingin anaknya berkarier di sepak bola yang terkenal akan pekerjaan yang begitu keras, kejam dan buta persaingan, namun dapat menghasilkan pundi-pundi puluhan, bahkan ratusan juta perbulan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun