Mohon tunggu...
Alfiansyah Syah
Alfiansyah Syah Mohon Tunggu... Warga Negara Indonesia -

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pilihan Ramang, Antara Ikan di Darat atau Kuda Pacuan

27 November 2017   12:39 Diperbarui: 28 November 2017   00:35 3240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Di ambil dari buku | Dokumen pribadi

Sebut saja para pemain pekerja keras asli anak Makassar, seperti eks gelandang Timnas Indonesia yang saat ini membela PSM Makassar, Syamsul Haerudin, hingga gelandang terbaik Indonesia Soccer Championship 2016, Rasyid Bakrie, hingga pemain Timnas U-22, Asnawi Mangkualam Bahar. Apa yang Anda pikirkan ketika mereka sedang merebut bola dari kaki lawannya? Bagaimana keringat itu bercucuran tanpa kenal lelah.

Setelah gantung sepatu dari dunai sepak bola yang membesarkannya, ia pun tercatat pernah menjadi pelatih PSM Makassar dan Persipal Palu. Tapi, menjadi pelatih sepak bola tidak mudah bagi seorang yang hanya tamatan Sekolah Rakyat. Ia kemudian disingkirkan pelan-pelan karena tak punya sertifikat kepelatihan. Dalam melatih, ia hanya mengajarkan pengalaman hidupnya bagaimana menjadi pesepakbola profesional dan secara tak langsung, teori-teori kepelatihan Tony Poganik ia terapkan dimetode kepelatihannya.

Seorang pelatih sepak bola, harus pintar bertutur kata dan berfilosofi. Filosofi sepak bola yang ia sampaikan, meninggalkan sepak bola sama saja menaruh ikan di daratan. Hanya bisa menggelepar-gelepar, lalu mati.

Ramang adalah orang yang pandai bertutur kata, menggunakan ikan sebagai bahasa metaforanya. Contohnya saja, ia mengandaikan ikan yang habitat hidupnya di permukaan air. Apa yang terjadi, ketika ikan yang sangat liar di air, ditangkap hidup-hidup dan ditaruh di daratan? Ya, pastinya ikan hanya bisa merasakan kematian yang sangat pedih. Hanya bisa menggelepar-gelepar, tak bekerjanya insang sebagai alat pernafasan, membuat ikan akan dirajam kematian.

Kalau ia tidak berlari di atas lapangan, pastinya kakiknya akan gatal. Pikirannya tidak tenang. Bahkan bisa jadi emosian dan bisa melamun dengan penuh kegelisahan, hingga ia bisa saja jadi gila karena dalam sehari tak pernah memikirkan sepak bola.

Dalam sebuah wawancara Majalah Tempo (7/7/1978), Ramang mengungkapkan bahwa sebagai pemain sepak bola, ia juga menjadi seorang kernet truk dan tukang becak. Tubuh dan tenaga sebagian memang hanya untuk mengais rezeki bagaimana menganyuh pedal becak, tapi hatinya tetap satu. Lapangan hijau dan si kulit bundar. Apabila ia tidak berada di lapangan, maka, mungkin saja nasibnya hampir sama dengan si ikan yang diceritakannya itu. Tapi Ramang tinggalkan profesinya sebagai tukang becak. Ia lebih memilih sibuk untuk bermain bola. Padahal, kondisi keluarganya saat itu masih menumpang di rumah temannya.

Iman seorang istri pesepakbola juga harus kuat. Harus bisa mengerti profesi suaminya. "Namun, apapun yang terjadi, coba istri saya tidak teguh iman, mungkin sinting," cerita Ramang.

Kuda Pacuan dan Pesepakbola

Sebagai legenda sepak bola yang sudah terlalu banyak makan garam, pasti ada yang namanya titik jenuh. Titik jenuh ini diterima karena melihat semuanya tak menjadi lebih baik, perlahan-lahan namanya disisihkan dan lebih menyakitkan, tenaga Ramang sudah habis, untuk membutuhkannya lagi. Ia hanya legenda yang ada dulu, bukan sekarang. Sebutannya : Matoa I Ramang (Ramang sudah tua).

Bayangkan saja, selama menjadi bintang, ia begitu disanjung dan sangat dipuja-puja. Di Sulawesi saja, jika ada anak aki-laki yang lahir di era kejayaan Ramang, nama anak laki-laki itu akan diberi nama Ramang. Namun, setelah ia tidak prima seperti si Ramang muda, sudah loyo karena faktor umur yang menua, cedera di usia produktif, siapakah yang memberikan 'makan'? Minimal istri dan anak-anaknya? Apalagi, hanya diapresiasi dengan sorak-sorai dan tepuk tangan yang meriah.

Kekesalannya pun meningkat dan tidak bisa ditahan-tahan. Seperti orang Bugis-Makassar pada umumnya, ia pun tak pandai berdiplomasi. Apa adanya. Apa yang ada dihatinya, ia sampaikan hal itu dengan penuh emosional tanpa ragu-ragu. Jika ada yang salah, maka ia akan utarakan. Dan sekali lagi, Ramang adalah orang yang pandai dalam merangkai kata. Dalam sebuah wawancara,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun