Mohon tunggu...
Alfiansyah Syah
Alfiansyah Syah Mohon Tunggu... Warga Negara Indonesia -

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Loyalitas dan Semangat Orang Bugis dalam Diri Syamsul Chaerudin

17 November 2017   13:02 Diperbarui: 17 November 2017   16:18 3775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO-Syamsul Chaeruddin ketika membela PSM di pertandingan Persiba (2) vs (2) PSM Makassar, di Stadion Parikesit, Persiba, Kamis (1/7/2017). | Dokumentasi pribadi

Jiwa Seorang Semangat Bugis-Makassar

*Pengabdian 15 Tahun Syamsul Chaerudin Bersama PSM


OLEH : ALFIANSYAH


Jika dimainkan, ia selalu berkeringat dengan rambut gondrong khasnya yang dibiarkan terburai. Badannya sedang, namun berotot. Matanya tajam dan selalu menyala.

Sebagai pengisi pos tengah, ia selalu datang menghadang dan memotong bola dari kaki lawan, tanpa kenal ampun dan kompromi. Siapapun itu, entah pemain bintang atau pemain asing. Bahkan, jika ada pemain yang tingginya 2 meter, ia tetap memberikan pressure dan melakukan marking habis-habisan. Jika terjatuh, ia tak cengeng dan banyak alasan untuk mencari pelanggaran bahwa ia telah "dikasari". Ia langsung bangkit dan kembali lagi untuk merebut bola. Semakin keras dan gigih lawan yang dihadapi, maka dia akan dua kali lebih keras dan kerja keras.

Nelayan tangguh tidak terbentuk dari ombak laut yang tenang. Laut memang luas untuk menyimpan seisi rahasianya. Ialah mantan langganan pemain tengah Timnas Indonesia, Syamsul Bachri Chaeruddin atau sapaan akrabnya Daeng Sila. Sudah lama saya mengidolakan sosok pemain kelahiran Gowa, Makassar, 9 Februari 1983 tersebut.

Sebelum pertandingan Go-Jek Traveloka Liga 1 2017 bergulir, PSSI menggelar pertandingan Piala Presiden 2017, yang diikuti oleh 20 tim. 18 tim di kasta pertama dan 2 tim yang berada di kasta kedua. Di sinilah perjumpaan saya pertama kali dengannya.

Di Piala Presiden, PSM sendiri  berada satu grup dengan Persib Bandung, Persela Lamongan dan Persiba Balikpapan. Atas bantuan full back Persiba Balikpapan, Iqbal Samad, 2 Februari 2017 lalu, saya pun bertemu dengannya. Hari itu ia kesal karena PSM baru dikalahkan 1-0 atas tuan rumah Persib. Tak hanya kesal karena tim kalah, kekesalannya itu ia lontarkan karena melihat banyak pemain yang saat ini bermuka dua kepada pelatih, atau belum apa-apa sudah menyandang predikat menjadi pemain bintang. Apa arti dari pemain bintang? Dalam kamusnya, tak ada pemain bintang. Dalam sepak bola, yang ada adalah pemain pekerja keras.

"Pemain bintang itu tidak ada. Siapa yang kerja keras di lapangan, maka dialah pemain bintang. Sekarang saya lihat di tim-tim banyak pemain bintang, tapi tak kerja keras. Itu sama saja. Mau jadi apa pemain bintang itu kalau tak kerja keras," kesalnya, ketika kami berbincang terkait sepak bola Indonesia.

"Dan anehnya lagi, banyak yang cari muka sama pelatih. Ngapain cari muka. Yang dinilai dan dilihat di lapangan itu, siapa yang kerja keras, bukan kedekatan sama coach atau cari muka sama coach," kesahnya, dengan lugas.

Dari nada dan tutur wicaranya itu, semakin menandaskan bahwa ia adalah pemain yang tak ingin bermuka dua atau basa-basi dengan berbagai macam remeh-temeh lainnya. Terus terang, dialah jiwa dan semangat Makassar. Semangat Sultan Hasanuddin  mengalir dalam denyut nadinya. Semangat pekerja keras, pemberani, dan apa adanya. Jika kita bersikap santun, maka Syamsul akan bersikap lebih santun. Jika kita menawarkan kebaikan, maka ia akan lebih baik dan kesetiakawan dan persaudaraan adalah nomor satu. 

Walau berusia 34 tahun, mata yang ia miliki tetap sama. Tajam dan menyala. Menyimpan dendam penuh amarah. Dendamnya itu ia luapkan ingin membawa Tim Juku Eja juara. Jika di tahun 2017 ini ia mampu membawa PSM juara, hatinya akan lega. Dia akan bisa bebas memilih di klub mana hatinya berlabuh, atau memutuskan untuk gantung sepatu.

Sebagai tim sepak bola tertua di Indonesia dan terakhir kali menyabet juara Liga Indonesia di tahun 1999/2000, di tahun 2017 ini PSM memang benar-benar menargetkan juara. Seluruh pemain bintang eks pemain timnas berdarah Bugis-Makassar dipanggil kembali. Hamka Hamzah dan Zulkifli Syukur, serta ditopang eks pemain timnas Ferdinand Sinaga, Titus Bonai, Rizky Pellu, Zulham Zamrun, Rasyid Bakri, dan pemain asing mumpuni, Steven Paulle, Wiljan Pluim,  Markc Klok dan Pavel Purshkin. Sudah menjadi kesebelasan yang klop untuk menargetkan menjadi juara.

Tapi nasib berkata lain, di pertandingan mendebarkan penentuan juara, Senin, 6 November di Stadion Andi Mattalatta, Makassar, pemain Bali United FC, Stefano Lilipaly mencetak gol tunggal di menit 90+4'. Skor akhir 1-0 untuk kemenangan Bali United. Walau pada akhirnya yang keluar menjadi juara adalah Bhayangkara FC, namun gol tersebut, membenamkan mimpi PSM dan masyarakat Makassar. Seisi stadion menangis haru. Mendatangi beberapa pemain. Bola memang membawa sisi kemanusiaan yang benar-benar jujur, sejujur-jujurnya. Entah apa perasaan para pemain PSM, kala itu, terutama perasaan seorang Syamsul.

Tak sampai disitu, di pertandingan terakhir Liga 1 2017, di Stadion Andi Mattalatta, PSM Makassar mampu menutup pertandingan dengan banjir gol. Pasukan Ramang berhasil menang telak 6-1 atas Madura United, Minggu (12/11). Syamsul main di menit 61', menggantikan M. Arfan. Melihat Syamsul dimainkan, Hamka Hamzah langsung menghampiri Syamsul dan menyerahkan ban kapten padanya.

Walau tak berhasil mengangkat piala, suporter langsung memadati lapangan, bergembira dan tetap yakin bahwa siapa yang sesungguhnya berhak menjadi juara. Dan lagi-lagi, apa yang ada dipikiran seorang Syamsul melihat animo suporter PSM Makassar? Tahun ini PSM lagi-lagi belum mampu mengangkat piala. Selama 15 tahun membela PSM, dia belum juga bisa mempersembahkan gelar juara bagi tim Juku Eja.

Hidup adalah memilih, namun untuk memilih dengan baik, Syamsul harus tahu siapa Syamsul dan apa yang Syamsul perjuangkan, ke mana dirinya ingin pergi dan mengapa dirinya ingin sampai di sana.

Hidup adalah pilihan. Pilihan Syamsul tak berubah. Jika ia disangkutpautkan dengan klub yang ingin merekrutnya atau ditawari dengan gaji yang besar, ia langsung menepis dan berkata tidak! Idealismenya terhadap PSM begitu tinggi. Ia tetap ingin bertahan di PSM, membawa PSM juara. Jika hal itu tercapai, maka cita-citanya itu tercapai.

"Pikiran saya tenang jika PSM angkat piala. Setelah itu, terserah saya mau bagaimana. Walau bagaimana dan ditawar bagaimana, ini klub tanah kelahiran saya. Ini PSM. Saya tenang jika PSM juara," katanya, kala itu, sebelum Liga 1 di mulai. Jika ia berbicara seperti itu, sorot matanya berubah dan suaranya pun terbata-bata, seperti memendam amarah. Amarah yang selalu ia simpan dalam-dalam. Amarah membawa PSM juara.

Tapi apa mau di kata, takdir berkata lain. PSM finish di urutan 3. Di tengah perayaan kemenangan terakhir atas Madura United, seperti biasa, setelah pertandingan, para wartawan berkumpul di ruang konferensi pers, menghadiri konferensi pres usai pertandingan. Pelatih PSM, Robert Rene Alberts datang bersama Syamsul. Tak banyak yang Syamsul katakan, namun dengan perkataanya itu, membuat para wartawan begitu sangat kaget.

"Terima kasih banyak, selama ini....saya pamit, tidak memperkuat PSM lagi. Terima kasih. Terima kasih banyak," lirihnya.

Sungguh pernyataan yang begitu mengagetkan para wartawan. Ia langsung menyalami pelatih dan tak mampu membendung air mata. Ia menunduk dan berkali-kali ia mengusap air mata itu dari kerling mata. Ia tutup mukanya. Tapi tetap saja, sorot mata dan ekspresinya tak terlihat cengeng. Masih menyala dan menyimpan amarah. Melihat kesedihan Syamsul, Robert langsung memberikannya air mineral.

Salah satu wartawan langsung menanyakan, apa rencana Syamsul ke depan?

"Saya belum berencana bagaimana. Saya bersyukur coach sudah mempercayakan dan menjadikan saya sebagai kapten. Ini merupakan penghargaan berharga bagi saya sendiri. Tapi, saya minta maaf sama seluruh keluarga PSM," jelasnya.

Lagi-lagi wartawan masih terus bertanya, ini ada apa? Dan salah satu wartawan menanyakan apa momen terbaiknya selama hampir 15 tahun membela PSM? Jawabannya tak seperti pernah mencetak gol spektakuler atau menang atas tim-tim besar. Jawabannya sama seperti suporter fanatik pada umumnya.

"Momen terbaik saya yakni ketika PSM menang dan saya kecewa ketika PSM kalah. Tak bisa membawa juara. Hanya itu," tuturnya. Singkat, padat dan jelas.

****
Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai.

Di tahun 2017,  PSM juga mengganti logonya.  Kapal phinisinya semakin terlihat gagah untuk berlayar. Phinisi itu telah dikapteni oleh Syamsul, terus berlayar, mencari apa yang ingin dicari dan menemukan jawaban dari petualangan yang telah ia capai. 15 tahun berlayar, dengan awak kapal yang berbeda-beda,  apakah yang didapatkan dari pelayaran itu?  

Memang, Syamsul sempat bermain di Persija Jakarta dan Sriwijaya FC. Namun, ia mempunyai tempat khusus di hati fans PSM. Lihatlah ketika Syamsul berlari di lapangan. Penuh kharismatik dan mampu menghadirkan magis semangat Bugis-Makassar. Ketika ia memotong bola, merebut, menekel, hingga yang pasti sangat-sangat ngotot dan keras tak ingin dikalahkan begitu saja. Keras, cepat, lugas,  penuh perhitungan, dan tak kenal kompromi. Keberanian adalah suatu keutamaan, namun segalanya memerlukan kearifan dalam berpikir. Itulah semangat Bugis-Makassar.

Mantan pemain PSM, Maldini Pali bercerita, jika ada pemain di PSM yang tak serius latihan, Syamsul akan marahi pemain itu. Tak heran jika ia mengutarkan kata-kata 'kotor' sebagai bentuk kekesalannya. Siapapun  itu, entah pemain senior atau junior. Bahkan, jika pelatih tak becus dalam melatih tim, ia akan tegur dan bertanya ke pelatih tersebut, ini latihannya seperti apa, kenapa latihannya seperti ini.

Tak hanya sampai disitu, jika latihannya kurang, ia tambah sendiri dengan mengelilingi lapangan atau metode latihan lainnya.  Semua itu, ia lakukan bukan maksud bermuka dua atau cari muka dengan pelatih, agar dirinya mendapatkan rapor yang baik atau diturunkan di pertandingan.   Jika ia tak senang  dengan metode latihan, ia akan utarakan hal itu. Jika ia senang,  maka ia akan lebih kerja keras lagi dan lagi.

Sepak bola mengajarkan, sebagai pemain tak ada yang namanya kepuasan batiniah. Jika hari ini tim berhasil menang, masih ada kekurangan yang mesti di benah. Semua bisa diraih dengan kerja dan kerja.  Semua tak akan mampu diraih jika seseorang tak kerja keras dan disiplin dalam berlatih. Kata-kata bijak mengatakan, kesuksesan dapat diraih dengan kerja keras.

Di usia yang sudah mencapi 34 tahun, Syamsul tetap melakukan hal tersebut. Kerja keras dan tetap giat dalam latihan. Tak peduli umurmu berapa. Selama tetap tekun dan disiplin, maka dirimu sendiri yang akan memanennya kelak.

Inilah tamparan keras bagi pemain muda yang belum apa-apa, sudah terlihat kendor dalam berlatih. Malas dan menganggap  dirinya sudah nomor satu. Mentang-mentang pemain bintang sudah membusungkan dada dan malas latihan. Itu dia yang membuat Syamsul jengkel terhadap pesepakbola Indonesia, dewasa ini.

Tapi kenapa dia memilih tak melanjutkan bersama PSM lagi, untuk berjuang bersama meraih juara? Ada apa dengan diri Syamsul? Jika alasannya belum bisa memberikan yang terbaik untuk PSM atau merasa gagal, sungguh jawaban yang begitu naf untuk diterima bagi  suporter PSM.

Sebagai pemain berdarah Bugis-Makassar, pasti tahu apa makna dari pepatah,  sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai.

Layar sudah terkembang, samudera yang luas penuh bahaya dan godaan telah menanti. Sudah 15 tahun berlayar dengan kru yang berbeda-beda. Apakah Syamsul sudah benar-benar mengaramkan kapalnya di samudera?

Apakah pernyataan berpisah dengan PSM itu hanya emosi sesaat karena di tahun ini lagi-lagi tak mampu meraih juara?

Saya yakin, itu bukanlah emosi sesaat, karena dalam prinsip masyarakat Bugis-Makassar, dikenal dengan istilah taro ada taro gau. Seseorang harus mempertanggungjawabkan apa yang ia katakan. Apa yang dikatakan dengan apa yang diperbuat. Sekali mulut berucap, pantang untuk menarik kembali perkataanya tersebut.

Maka dari itu, ketika mengatakan kata perpisahan, air matanya tak bisa dibendung.

"Saya ingin fokus bersama keluarga dulu. Sudah 15 tahun saya dipercaya untuk membala PSM dan ingin membawa PSM juara. Tapi saya tidak pernah membawa PSM juara. Makanya saya gagal. Sekarang sudah banyak bibit-bibit pemain yang bisa diandalkan. Jadi, kita harus selalu memberikan kesempatan ke beberapa pemain," katanya lagi, menjawab pertanyaan wartawan, perihal rencana ke depan Syamsul ketika tak memperkuat PSM.

Masseur Persiba, Jonny Rikumahu yang lama berkecimpung di dunia sepak bola Indonesia,  juga punya pengalaman pribadi mengenai sosok dan cerita Syamsul dan Kota Balikpapan.

"Dulu, sebelum di PSM, Syamsul merantau ke Balikpapan dan mendaftar di Persiba. Sampai dianya jadi buruh di Pelabuhan Semayang, Balikpapan. Lebaran ia tak pulang, karena keuangannya tak mencukupi. Ia Lebaran di sini dan saya bawakan buras dan lauk untuk Syamsul. Itulah kalau aku ketemu Syamsul, pasti itu yang diceritakan Syamsul. Ia tak akan lupakan jasa-jasa orang yang pernah bersamanya," ungkap Babe Jon. Nelayan tangguh memang dilahirkan dari ombak yang ganas.

Sudah terlalu banyak bibit-bibit pemain muda berbakat yang lebih ber-skill dan energik. Tapi tidak ada yang mengalahkan kegigihan dan keteguhan hati Syamsul terhadap PSM. PSM adalah Syamsul, dan Syamsul adalah PSM. Keduanya sudah sejiwa. Ia menarik diri dari PSM. Apakah Syamsul telah mengibarkan bendera putih?

Saya berani katakan, Syamsul tidak mengibarkan bendera putih. Sampai sekarang  ia tetap memegang teguh prinsip siri' (malu dan harga diri) na pesse' (saling mmerasakan sesama). Ia tegakkan harkat dan martabat semangat Pasukan Ramang, lalu ia rasakan penderitaan itu di dalam perutnya sendiri secara dalam-dalam. Biarlah kapten mempertanggungjawabkannya sendiri. Masalah di PSM, hanya dia saja yang tanggung,  tanpa ada yang disalahkan maupun menyalahkan.

Satu yang mungkin harus diketahui oleh Kapten, bahwa sepak bola itu adalah kerja kolektif. Jadi, sewajar-wajarnya harus dipertanggungjawabkan bersama-sama. Tapi Syamsul lebih menangungnya sendiri. Saya yakin, semangat Syamsul akan tetap ada dan berada di tubuh PSM.

*Tulisan ini saya buat mengenang kembali seorang Syamsul Bachri Chaeruddin. Setelah 15 musim membela PSM, akhirnya, 6 November 2017, PSM (6)  vs (1) Madura United, Syamsul resmi mengumumkan tidak memperkuat PSM.

ALFIANSYAH, tinggal di Balikpapan, bekerja sebagai media officer Persiba Balikpapan dan mantan wartawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun