Ingat, sebenarnya kita juga butuh kebosanan. Bahkan menurut Bertand Rusell dalam bukunya yakni "The Conquest of Happiness", bahwa "Kita memang mendapat sedikit kebosanan, jika dibandingkan leluhur kita, tetapi kita lebih takut pada kebosanan. Kita menjadi tahu, dan percaya, bahwa kebosanan bukanlah bagian dari kodrat manusia, tetapi dapat dihindari dengan pengejaran yang cukup kuat."
Rusell seperti menyindir orang-orang di zaman sekarang yang menganggap kebosanan sebagai masalah yang menakutkan dan harus ditolak.
Tidak, ketakutan itu sebenarnya bukan lahir dari kebosanan, tetapi ketidaktahuan menjadikan kita lupa dengan sesuatu yang berkualitas. Selain itu, ngilangin kebosanan itu misi yang susah, suatu saat nanti pasti kita bakal ngerasain bosan lagi.
Bosan adalah tanda bahwa apa yang kita lakukan tidak bekerja lagi. Dia memperingatkan bahwa kita telah kehilangan ketertarikan tentang apa yang kita lakukan. Kita butuh pembaruan.
Sayangnya, kita masih memetingkan kuantitas yang sebenarnya hanya memberikan hasil positif dalam skala kecil (sadar atau tidak sadar) daripada kualitas yang memberikan hasil positif dalam skala yang lebih besar.
Kadang kita selalu lari dari kehidupan nyata dan berselancar ria di sosial media, sehingga kadang kita lupa bahwa ada banyak waktu yang telah kita lewati. Kita lupa akan evaluasi diri dan berinovasi, sehingga kita tanpa sadar telah terperangkap di lingkaran kemonotonnitas.
Kita ini pemimpin untuk diri sendiri. Kita berhak menentukan kemana arah tujuan kita dan kita berhak untuk memutuskan kemana harus melangkah. Tinggal keseriusan dan kesanggupan kita untuk melewati semua itu.
Kebosanan akan selalu datang. Kita harus peka dan serius menghadapinya, setelah itu semua selesai. Coba tanyakan satu pernyataan ini...
"Apakah yang sudah aku lakukan ini adalah hal yang benar-benar berarti ?"
Ya, segitu mungkin yang bisa saya bagi, mudah-mudahan bermanfaat ya. Oke...
Terima Kasih