Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gibran Dipilih untuk Melanjutkan Legacy, Bukan Hegemoni

22 Oktober 2023   11:29 Diperbarui: 23 Oktober 2023   02:40 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran bersama Prabowo Subianto. Foto: kompas.com

Kabar pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres Prabowo Subianto jelas menuai kontroversi. Sebagai salah satu kader terbaik PDIP, status Gibran saat ini adalah sebagai juru kampanye dalam tim pemenangan nasional (TPN) Ganjar - Machfud. Setidaknya sampai artikel ini dianggit (Minggu, 22 Oktober jam 11.30), Gibran merupakan kandidat terkuat Cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Agak mengherankan memang, dengan usia semuda itu, Gibran sanggup mengalahkan nama-nama besar yang digadang-gadang memiliki modal elektoral yang kuat. Sebut saja Erick Thohir, Ridwan Kamil, sampai Airlangga Hartarto. Nama terakhir bahkan secara resmi sudah mengumumkan mencalonkan Gibran sebagai Cawapres melalui bahtera Partai Golkar. Begitu dahsyatnya privilege sebagai anak presiden.

Perjalanan putra sulung Presiden Jokowi ini merengsek naik bursa pemilihan capres-cawapres memang menggelitik. Bagaimana tidak, seseorang yang awalnya tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi calon wakil presiden, tiba-tiba menjelang pendaftaran pemilu ia jadi punya karpet merah setelah MK membuat keputusan penuh kontroversi, yakni mengijinkan seseorang yang pernah menjabat kepala daerah boleh mengikuti kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden meskipun belum genap berumur 40 tahun. Yang bikin pengkritik tambah panas apalagi kalau bukan sang Ketua MK adalah adik ipar Presiden Jokowi alias omnya Gibran. Ya meskipun katanya keputusan ini sang diputuskan oleh 9 hakim agung. Bukan individu.

Agaknya sulit menafikan bahwa presiden Jokowi tidak punya peran dalam dinamika pencalonan sang anak. Memang beliau selalu mengatakan bahwa dirinya tidak terkait capres dan cawapres. Setiap pertanyaan yang diarahkan kepadanya terkait calon selalu ia kembalikan ke partai politik. Tapi kok sepertinya 'anak politik kemarin sore' pun bisa mencium gelagat tak normal dari dinamika yang terjadi belakangan ini. 

Saya bukanlah penulis artikel politik. Jelas bukan pula pengamat hingar-bingar kancah perpolitikan. Tetapi cukup mengikuti perkembangannya. Rasanya tidak cukup sulit bagi saya untuk melihat dari beberapa bulan yang lalu bahwa Gibran memang akan maju. Dan itu tidak mungkin tidak atas restu bapaknya. 

Dalam sebuah obrolan ringan di suatu sore sambil menyantap indomie goreng dengan istri, saya sudah pernah mengungkapkan bahwa satu-satunya orang Sumber yang tidak mengecewakan memang cuma istri saya. Agak merayu istri sih (soalnya sudah agak jarang). Dia itu aslinya dari Kelurahan Sumber, Kota Solo yang rumahnya dekat dengan presiden Jokowi. 

Ya, sesungguhnya memang saya agak kecewa kalau Gibran maju. Sebagai pengagum dan pendukung Pak Jokowi sedari menjabat Walikota Solo, saya kurang bisa menerima keputusan majunya Gibran. Presiden Jokowi, Tokoh yang berangkat dari wong cilik itu akhirnya tidak ada bedanya dengan pejabat lain dalam hal melanggengkan kekuasaan melalui politik dinasti. Tokoh yang "kita banget" itu seakan sudah berubah. Ia bukan lagi sosok yang sederhana.

Mencoba melihat dari sudut pandang yang lain

Sebenarnya apa sih skenario Presiden Jokowi mengajukan Gibran? Saya menebak-nebak saja. Pak Jokowi beberapa kali menunjukkan gestur kedekatannya dengan calon presiden Prabowo Subianto. 

Dalam beberapa kesempatan ia terlihat mesra dengan mantan pesaingnya di pilpres yang lalu itu. Apakah sebenarnya beliau mendukung Prabowo? Kalau saya sih melihatnya demikian. Patriotisme Prabowo dan komitmennya untuk melanjutkan estafet kepemimpinan Jokowi mungkin menjadi faktor penting dibalik dukungan itu. 

Prabowo selalu mengatakan bahwa ia akan melanjutkan pembangunan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Bukan perubahan yang selalu didengung-dengungkan oleh capres Anies Baswedan. Dan menempatkan putranya didalam lingkaran, akan memperkuat pembangunan berkelanjutan dimasa mendatang.

Dan menempatkan putranya didalam lingkaran, akan memperkuat pembangunan berkelanjutan dimasa mendatang.

Saya menduga bahwa cita-cita pembangunan Presiden Jokowi belum sepenuhnya tuntas seperti yang ia inginkan. Ini mengingat pada prosesnya sempat terkendala oleh COVID-19 yang sangat amat memukul kondisi bangsa. COVID-19 dalam kurun waktu 2020-2022 (tiga tahun berjalan) juga menguras kantong negara. Proses pembangunan praktis menjadi terhambat. Tidak sedikit yang kemudian tertunda atau bahkan berhenti.

Sampai dengan saat ini beberapa proyek besar masih belum tuntas.  Mari tengok faktanya. Tol trans Sumatera belum sampai 50 persen progresnya. Tol trans Jawa masih menyisakan Probolinggo - Banyuwangi. Kereta cepat yang masih ingin diteruskan hingga ke Surabaya. Kereta Sulawesi yang jangankan sudah mengitari seluruh pulau. Hingga kini saja belum juga sampai ke Parepare. Dan tentu saja proyek prestisius pemindahan ibukota negara ke Nusantara. 

Proyek IKN. Gambar: kompas.com
Proyek IKN. Gambar: kompas.com

Presiden Jokowi pasti tak ingin meninggalkan legacy yang kurang baik. Takada pemimpin yang ingin meninggalkan kesan buruk berupa pembangunan yang mandek. Saya membayangkan bila IKN tidak dilanjutkan oleh kepemimpinan selanjutnya, proyek itu akan menjadi proyek mangkrak berharga puluhan hingga ratusan triliun mengingat anggaran jumbo yang sudah dikeluarkan. Jokowi mungkin tak ingin disebut dimasa mendatang sebagai "Hambalang ke-2".

Menempatkan Gibran untuk melanjutkan Legacy

Maka pilihan menempatkan Gibran dalam lingkaran istana mungkin dipandang sebagai satu-satunya pilihan. Semoga saja pendapat ini benar meski tentu akan muncul banyak keraguan. Penempatan Gibran bukanlah untuk melanjutkan hegemoni. Meskipun secara otomatis hegemoni keluarga Jokowi akan berlanjut. Tetapi lebih penting dari sekedar hegemoni yakni pembangunan nasional demi kemajuan bangsa dan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun