Kabar pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres Prabowo Subianto jelas menuai kontroversi. Sebagai salah satu kader terbaik PDIP, status Gibran saat ini adalah sebagai juru kampanye dalam tim pemenangan nasional (TPN) Ganjar - Machfud. Setidaknya sampai artikel ini dianggit (Minggu, 22 Oktober jam 11.30), Gibran merupakan kandidat terkuat Cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Agak mengherankan memang, dengan usia semuda itu, Gibran sanggup mengalahkan nama-nama besar yang digadang-gadang memiliki modal elektoral yang kuat. Sebut saja Erick Thohir, Ridwan Kamil, sampai Airlangga Hartarto. Nama terakhir bahkan secara resmi sudah mengumumkan mencalonkan Gibran sebagai Cawapres melalui bahtera Partai Golkar. Begitu dahsyatnya privilege sebagai anak presiden.
Perjalanan putra sulung Presiden Jokowi ini merengsek naik bursa pemilihan capres-cawapres memang menggelitik. Bagaimana tidak, seseorang yang awalnya tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi calon wakil presiden, tiba-tiba menjelang pendaftaran pemilu ia jadi punya karpet merah setelah MK membuat keputusan penuh kontroversi, yakni mengijinkan seseorang yang pernah menjabat kepala daerah boleh mengikuti kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden meskipun belum genap berumur 40 tahun. Yang bikin pengkritik tambah panas apalagi kalau bukan sang Ketua MK adalah adik ipar Presiden Jokowi alias omnya Gibran. Ya meskipun katanya keputusan ini sang diputuskan oleh 9 hakim agung. Bukan individu.
Agaknya sulit menafikan bahwa presiden Jokowi tidak punya peran dalam dinamika pencalonan sang anak. Memang beliau selalu mengatakan bahwa dirinya tidak terkait capres dan cawapres. Setiap pertanyaan yang diarahkan kepadanya terkait calon selalu ia kembalikan ke partai politik. Tapi kok sepertinya 'anak politik kemarin sore' pun bisa mencium gelagat tak normal dari dinamika yang terjadi belakangan ini.Â
Saya bukanlah penulis artikel politik. Jelas bukan pula pengamat hingar-bingar kancah perpolitikan. Tetapi cukup mengikuti perkembangannya. Rasanya tidak cukup sulit bagi saya untuk melihat dari beberapa bulan yang lalu bahwa Gibran memang akan maju. Dan itu tidak mungkin tidak atas restu bapaknya.Â
Dalam sebuah obrolan ringan di suatu sore sambil menyantap indomie goreng dengan istri, saya sudah pernah mengungkapkan bahwa satu-satunya orang Sumber yang tidak mengecewakan memang cuma istri saya. Agak merayu istri sih (soalnya sudah agak jarang). Dia itu aslinya dari Kelurahan Sumber, Kota Solo yang rumahnya dekat dengan presiden Jokowi.Â
Ya, sesungguhnya memang saya agak kecewa kalau Gibran maju. Sebagai pengagum dan pendukung Pak Jokowi sedari menjabat Walikota Solo, saya kurang bisa menerima keputusan majunya Gibran. Presiden Jokowi, Tokoh yang berangkat dari wong cilik itu akhirnya tidak ada bedanya dengan pejabat lain dalam hal melanggengkan kekuasaan melalui politik dinasti. Tokoh yang "kita banget" itu seakan sudah berubah. Ia bukan lagi sosok yang sederhana.
Mencoba melihat dari sudut pandang yang lain
Sebenarnya apa sih skenario Presiden Jokowi mengajukan Gibran? Saya menebak-nebak saja. Pak Jokowi beberapa kali menunjukkan gestur kedekatannya dengan calon presiden Prabowo Subianto.Â
Dalam beberapa kesempatan ia terlihat mesra dengan mantan pesaingnya di pilpres yang lalu itu. Apakah sebenarnya beliau mendukung Prabowo? Kalau saya sih melihatnya demikian. Patriotisme Prabowo dan komitmennya untuk melanjutkan estafet kepemimpinan Jokowi mungkin menjadi faktor penting dibalik dukungan itu.Â