"Kakak sholatnya di masjid, kalau dedek berdoa di Gereja.."
Begitulah seloroh Ellora, putri kecil kami yang baru berusia tiga tahun setiap melewati masjid. Sehari-harinya kalau orang tuanya bekerja, ia dititipkan pada tetangga untuk diasuh. Mbah, demikian Ellora memanggil pengasuhnya itu. Ia memiliki 2 orang cucu. Masing-masing berumur 5 dan 7 tahun. Cucu-cucunya itulah yang biasa ia panggil "kakak".
Mbah dan keluarganya memang merupakan penganut Muslim yang taat. Sementara kami adalah keluarga Kristen. Seminggu tiga kali kakak-kakak mengikuti pengajian setiap sore di masjid dekat rumah. Selain itu, mereka pun juga kerap belajar membaca Al-Qur'an saat dirumah. Karenanya, Ellora cukup familiar dengan doa-doa umat muslim.
Ellora, balita tiga tahun itu tentu saja belum paham dengan perbedaan keyakinan itu. Ia tidak paham mengapa ia tidak belajar seperti kakak-kakaknya. Kami sebagai orang tua juga tidak memaksanya untuk paham. Bocah seusia itu memang belum cukup bisa memahami apa itu perbedaan.Â
Tetapi kami sebagai orang tua tetap berusaha memberikan pengertian pada putri kecil kami. Bukan kami khawatir Ellora akan terbawa arus pengajaran muslim. Namun kami mencoba dari sedini mungkin ia harus mengerti pentingnya saling menghormati antar umat beragama. Ia harus menerima adanya perbedaan.Â
Sebab ia hidup di Indonesia. Sebuah bangsa majemuk yang berasaskan Bhinneka Tunggal Ika. Bangsa yang mengakui tidak hanya satu agama saja. Negara ini menjamin kemerdekaan warganya untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Bagaimana kami mengajarkan anak kami tentang perbedaan?
Sederhana saja. Ellora belum mengerti pengajaran yang sifatnya abstrak. Kami hanya mengatakan kepadanya bahwa Masjid adalah tempat kakak-kakak untuk berdoa. Sementara ia berdoa di gereja. Dalam hal ini sebenarnya kami ingin mengungkapkan bahwa Masjid merupakan tempat ibadah bagi umat Muslim.Â
Sementara gereja merupakan tempat ibadah bagi umat Kristiani. Suatu saat seiring dengan tumbuh kembangnya, kami yakin bahwa ia akan mengerti. Ellora, walaupun baru memasuki tiga tahun memang sudah aktif mengikuti sekolah minggu di gereja. Jadi ia sudah paham apa itu berdoa dan apa itu beribadah kepada Tuhan.Â
Kakak-kakak pun juga sudah diajarkan untuk saling menghormati. Mereka tahu bahwa Ellora memiliki keyakinan yang berbeda. Jadi kalau untuk bermain, mereka akan selalu bersama. Tetapi jika sudah terkait belajar Agama, ketiganya berjalan masing-masing.
Pentingnya mengajarkan perbedaan sejak dini
Dalam hemat saya, setidaknya ada 5 alasan pentingnya mengapa anak-anak harus diajarkan perbedaan dari sedini mungkin.
1. Lebih mudah tersimpan dalam memori anak
Semakin berumur orang cenderung mudah lupa. Sementara anak-anak memiliki ingatan yang baik. Oleh karenanya, mengajarkan kebaikan sedini mungkin itu sangat baik. Jika kebaikan sudah tertancap dan melekat dalam diri, niscaya anak akan tumbuh dewasa dengan penuh kebaikan. Salah satunya tentang menghargai perbedaan antar umat beragama.
2. Memahami bahwa Indonesia terdiri dari keberagaman
Indonesia memang bangsa yang majemuk. Terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan agama. Namun para pendiri bangsa kita selalu menekankan bahwa perbedaan itu bukanlah alasan untuk saling bertikai atau mencaci maki. Melainkan bahwa melalui perbedaan itu kita dipersatukan. Penting bagi anak-anak untuk memahami hal ini.Â
Anak-anak harus mengerti identitasnya sejak dini sebagai anak bangsa. Sehingga dari sejak kecil, mereka mengerti bahwa mereka hidup berdampingan dengan teman-teman yang berbeda keyakinan.
3. Menciptakan rasa saling menghormati
Alangkah indahnya toleransi. Toleransi akan menimbulkan kerukunan sehingga tercipta kedamaian. Hidup damai adalah keinginan setiap manusia. Setiap agama memiliki cara ibadah serta pandangan yang berbeda. Anak-anak bisa melihat ini. Dalam mereka berteman, jangan sampai mereka merendahkan cara ibadah teman-teman yang berbeda. Juga cara pandang yang tidak sama. Mengajarkan untuk saling menghormati sama dengan mencegah bibit-bibit perpecahan sejak dini.
4. Anak-anak membutuhkan teladan dari orang tua
Anak-anak tidak bisa berjalan sendiri. Mereka membutuhkan pendampingan dari orang tua. Namun menanamkan nilai-nilai moral pada anak memang tidak mudah. Dibutuhkan kesabaran serta kehati-hatian. Sebabnya anak-anak belum sepenuhnya dapat menerima dan mencerna semua hal yang diajarkan, khususnya hal-hal yang sifatnya abstrak.Â
Anak-anak membutuhkan teladan untuk memahami sesuatu. Tidak terkecuali bagaimana cara saling menghormati antar umat beragama dan mengembangkan toleransi. Dalam hal ini, sebagai orang tua memang harus kreatif menggunakan cara-cara maupun media yang unik agar lebih mudah dipahami.
5. Membantu mewujudkan perdamaian bangsa
Pelajaran tentang nilai-nilai persatuan akan menjadi bekal anak saat mereka tumbuh dewasa. Ketika mereka mengerti pentingnya toleransi maka mereka akan saling hormat-menghormati. Dengan demikian akan mencegah munculnya perselisihan sehingga terwujud perdamaian.
***
Tak mudah mengajarkan perbedaan. Tapi harus dilakukan. Nilai-nilai persatuan harus ditanamkan sejak usia dini. Adanya perbedaan baik suku, agama, dan ras merupakan keunikan bangsa kita.
Jangan sampai perbedaan justru menimbulkan perpecahan. Mari ajarkan anak-anak kita untuk menjaga kerukunan antar umat beragama sehingga tercipta hidup damai dimanapun berada.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H