Keberhasilan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu meraih medali emas Olimpiade pasti memberikan inspirasi bagi banyak orang. Dari yang tidak diunggulkan mampu menjadi juara. Dari yang tidak diperhitungkan malah sanggup mengalahkan para unggulan.Â
Usaha Greysia Polii dan Apriyani Rahayu pun berbuah manis. Ganjaran atas perjuangan mereka pun tidak main-main. Hadiahnya sangat menggiurkan. Mungkin tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya.Â
Dalam catatan saya, setidaknya ada beberapa hadiah besar menanti keduanya. Bonus 5M dari pemerintah, sebuah apartemen di kawasan premium Serpong, sebuah rumah di Pantai Indah Kapuk Jakarta, tabungan emas 3 kilogram, iPhone Promax, serta masih banyak lagi yang lainnya. Hadiah ini yang mungkin membuat sebagian orang kepincut ingin jadi atlet.
Tanpa menafikan peran Apriyani Rahayu yang bermain amat luar biasa, Greysia Polii adalah tokoh sentral dibalik kesuksesan kontingen Indonesia meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020.Â
Atlet wanita asal Tomohon Sulawesi Utara itu sudah tidak lagi muda untuk ukuran bulutangkis. Ia harus bersaing dengan tenaga-tenaga muda di sektor ganda putri.Â
Tetapi buktinya, beberapa kali bertanding dalam waktu lamapun (lebih dari satu jam), tenaganya seperti belum habis. Perjuangannya begitu luar biasa.
Kesuksesan Greysia Polii pastilah menjadi inspirasi tersendiri. Tak terkecuali bagi anak-anak. Selain demam bulutangkis melanda dimana-mana di seluruh negeri, profesi atlet tiba-tiba menjadi profesi yang banyak dibicarakan.Â
Kisah sukses Greysia pun banyak diangkat media. Atlet bulutangkis terbukti bukan profesi sembarangan. Bulutangkis bisa menghasilkan materi. Ada masa depan cerah bila sukses di dunia tepok bulu.
Cita-cita anak vs keinginan orang tua
Tidak selalu keinginan orang tua berjalan seirama dengan mimpi sang anak. Di Indonesia, atlet bukanlah profesi yang populer. Tidak ada atau jarang sekali orang tua yang mendorong anaknya menjadi atlet. Sekalipun sang anak sudah terlihat menonjol sedari kecil.Â
Profesi atlet dipandang belum menjanjikan. Ini kemudian diperkuat dengan fakta beberapa atlet yang dulu pernah sukses malah mengalami kesulitan dimasa tuanya.Â
Tetapi keinginan anak terkadang berbeda. Ini karena anak memiliki imajinasi mereka sendiri. Mereka belum mampu berpikir jauh. Pikiran anak adalah pikiran yang sederhana.Â
Mereka ingin menjadi seperti apa yang mereka lihat. Karenanya ketika anak ditanya ingin jadi apa saat sudah besar nanti, ada yang menjawab ingin jadi polisi, dokter, pilot, presiden, hingga Youtuber.Â
Saya sendiri dulu juga sangat ingin masuk dalam klub badminton. Namun sayang, keinginan itu tidak didukung oleh orang tua.
Tak dapat dipungkiri bahwa di kita ini masih ada beberapa profesi yang dianggap menjanjikan. Yang menjadi kebanggaan bagi para orang tua ketika anak berhasil mencapainya.Â
Misalnya profesi dokter, dosen, pilot, perwira TNI/Polri. Tak heran bila kemudian tiap tahun ajaran baru dibuka, sekolah-sekolahnya pasti selalu ramai pendaftar.
Tetapi bagaimana dengan bulutangkis?
Cabang olahraga ini memang yang paling menonjol dibandingkan dengan cabang olahraga lainnya. Indonesia amat berprestasi di cabang tepok bulu.Â
Regenerasi terbukti tetap berjalan dengan munculnya atlet-atlet berprestasi dari masa ke masa. Atlet-atlet bulutangkis Indonesia adalah atlet yang ditakuti dan disegani oleh atlet dari negara lain.Â
Gelar-gelar prestisius dari berbagai turnamen besar dunia berhasil diraih. All England, Kejuaraan dunia, dan Olimpiade adalah buktinya.Â
Belum lagi sederet turnamen besar BWF sekelas Super Series. Dalam hal ini yang ingin saya katakan adalah bahwa bulutangkis mampu memberikan"masa depan" bagi anak-anak kita.
Bagaimana bila anak ingin menjadi atlet? Saya tidak membatasi hanya bulutangkis namun atlet olahraga secara umum meskipun yang menjadi inspirasi adalah atlet bulutangkis, Greysia Polii. Bagaimana para orang tua menyikapinya?
Pertama-tama, dukunglah keinginan anak.Â
Minimal anak sudah mempunyai keinginan dan motivasi yang baik. Ada sosok panutan yang baik dalam pandangannya.Â
Ingat, sosok panutan itu bagi anak mungkin bisa menjadi sosok yang diikuti baik secara karakter, sikap, serta rekam jejaknya. Tetapi meski memiliki sosok panutan, ajarkan anak untuk selalu menjadi diri sendiri.
Kedua, kenali minat dan bakat anak.
Bulutangkis atau olahraga apapun saya kira membutuhkan bakat khusus apabila ingin sukses. Selain itu harus dimulai sedini mungkin. Sebagai orang tua tentu saja kita ingin anak kita tidak sekedar meramaikan, tetapi sukses dibidangnya.Â
Maka peran orang tua adalah mengenali potensi anak. Bila memang ia berbakat di jalur olahraga bulutangkis, coba daftarkan untuk mengikuti pelatihan. Setidaknya melalui pelatihan dan kompetisi, orang tua akan dapat melihat sejauh mana potensi anak.
Ketiga, temani anak berjuang
Orang tua Greysia Polii pindah ke Jakarta saat anaknya berusia 8 tahun demi bisa bergabung dengan Klub bulutangkis Jaya Raya. Sebesar itulah pengorbanan orang tua bila ingin anaknya menjadi juara.Â
Kehadiran orang tua merupakan hal yang sangat penting. Sempatkan waktu untuk mengiring langkahnya. Dampingi anak dalam berjuang meraih cita. Dukung dalam latihan dan kejuaraan. Penting juga untuk menyediakan nutrisi yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilannya.
Keempat, bangkitkan terus motivasi dalam diri anak
Tidak mungkin semuanya akan berjalan lurus-lurus saja, tanpa hambatan dan tantangan. Ada waktu dimana ia akan merasakan kegagalan. Tidak selalu menang, mungkin sekali waktu ia juga akan kalah. Begitulah proses. Semua orang pasti akan mengalami hal yang sama.Â
Dalam kondisi demikian, besarkan hatinya. Bangkitkan terus motivasi dalam diri supaya ia jangan menjadi drop. Kita juga bisa menceritakan kisah-kisah inspiratif tokoh yang menjadi teladan.
Bagaimana bila ternyata anak tidak berbakat?
Seiring dengan berjalannya waktu, mungkin ternyata anak kurang berbakat dibidang itu. Takperlu dipaksakan. Olahraga memang butuh bakat khusus untuk bisa sukses.Â
Bila tidak berkembang, berarti bidang tersebut tidak cocok. Pasti ada bidang lain yang lebih cocok dengan talenta anak. Cobalah untuk memberi pengertian pada anak tanpa mengecilkan segala usaha yang telah ia lakukan.Â
Anak bisa diarahkan untuk condong ke bidang yang lebih sesuai dengan minat dan bakatnya. Ini mungkin akan sulit. Tetapi memang ini bagian dari proses. Suatu saat bila anak sukses, kisah ini dapat menjadi cerita inspiratif.
Wasana kata
Menjadi atlet butuh komitmen dan kesungguhan. Juga usaha yang keras. Oleh karenanya tidak hanya komitmen anak, tetapi juga komitmen penuh dari orang tua dalam mendukung derap langkah sang anak dalam menggapai cita. Peran orang tua tak kalah pentingnya dalam mendukung kesuksesan anak.
Semoga anak-anak kita tumbuh menjadi generus bangsa yang berkualitas.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H