Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ayah yang Berselingkuh Seharusnya Tidak Menjadi Seorang Ayah

13 November 2020   07:00 Diperbarui: 13 November 2020   07:06 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak yang menjumpai ayahnya berselingkuh. Gambar: shutterstock

Harvey (bukan nama sebenarnya) adalah bos dari sebuah bisnis yang merupakan rekanan diperusahaan tempat saya bekerja. Ia menjadi supplier yang sudah bekerjasama bertahun-tahun. Sewaktu pertama kali bekerjasama, Harvey merupakan ayah dari seorang putri dan suami dari seorang istri. Kira-kira 5 tahun lalu ia memperkenalkan usahanya agar bisa bekerja sama dengan perusahaan kami. Karena harga yang ia tawarkan begitu kompetitif, akhirnya ia terpilih menjadi supplier.

Waktu pun berlalu, usahanya mendapatkan cukup banyak orderan dari perusahaan kami. Karena workshop-nya berlokasi tidak jauh, Harvey sering datang ke perusahaan. Namanya supplier, tentu saja sangat erat hubungannya dengan bagian pengadaan. Tak ada yang aneh, semuanya berjalan baik-baik saja. Situasi sangat normal. Hingga pada suatu saat, kami semua dibuat kaget dan tercengang. Salah seorang staf pengadaan kami hamil. Dan Harvey-lah orang yang bertanggung jawab. Rupanya mereka diam-diam berselingkuh. Pada akhirnya, Harvey menjadikan rekan kami sebagai istri muda. Yang kami dengar, istri pertama dan anaknya "diasingkan" dilokasi yang cukup jauh. Mereka dibelikan rumah di kota lain. Harvey tinggal bersama istri mudanya yang akhirnya resign dari perusahaan.

Dari sini, bisa disimpulkan bahwa Harvey telah berlaku tidak setia. Melanggar janjinya sendiri saat menikahi istri pertamanya. Melanggar janjinya juga kepada putrinya untuk selalu merawat, menjagai, dan menemaninya bermain setiap waktu. Harvey sudah berselingkuh. Ia mencari kebahagiaannya sendiri.

Saya tiba-tiba mengingat momen ketika pertama kali menjadi ayah. Memang saat itu terpaksa saya harus melewatkan kelahiran anak saya secara langsung. Saya tidak bisa menemani istri saat melahirkan buah hati pertama kami. Kesepakatan kami berdua memang istri akan melahirkan di kampung halaman. Sebulan sebelum perkiraan kelahiran, saya antarkan istri untuk pulang ke kampung halaman. Sementara saya harus kembali ke perantauan untuk mencari nafkah. Tak disangka-sangka, kelahiran anak kami maju dua minggu dari perkiraan. Karena itulah pada akhirnya saya tidak bisa berada disamping istri saat dia melahirkan anak kami. 

Pada sore hari ditanggal 2 Juni 2020, istri masuk rumah sakit. Saya diberi tahu bahwa bayi saya sepertinya sudah ingin keluar dari rahim ibunya. Saya sudah tidak tenang. Menghubungi handphone istri tidak bisa karena bagaimana mungkin sempat pegang handphone saat sedang kesakitan. Saya dirumah sendirian di tanah rantau hanya bisa berdoa agar kelahiran berjalan lancar. Ibu dan bayinya sehat. Sambil sesekali kontak dengan mertua.

Akhirnya setelah lama terus berdoa, pada tengah malam pukul 00.15 anugerah Tuhan itu datang. Putri mungil nan cantik kami hadir kedunia dalam keadaan sehat. Tak ada yang bisa melukiskan betapa bahagianya saya waktu itu. Setengah percaya bahwa saya sudah menjadi ayah. Saya meneteskan air mata. Saya bersyukur sejadi-jadinya kepada Tuhan Sang Empunya kehidupan. Oleh karena itu, sesungguhnya saya bertanya-tanya kepada ayah lain seperti Harvey yang memutuskan untuk tidak setia dan berselingkuh. Momen-momen seperti ini tidakkah anda mengingatnya?

Menjadi ayah adalah sebuah kesempatan. Anak adalah titipan Illahi. Kita dipercaya oleh Tuhan untuk merawat dan membesarkan makhluk Tuhan yang paling sempurna. Ini adalah kepercayaan yang agung. Tak ada tanggung jawab yang lebih besar dibanding dengan merawat serta membesarkan anak dengan penuh kasih sayang.

Lantas sesungguhnya bagaimanakah peran seorang ayah bagi anaknya?

Pertama, ayah adalah tulang punggung bagi keluarganya. Ia merupakan tempat berpijak bagi anak-anaknya. Ia bertugas membawa anaknya tumbuh dewasa dan memenuhi kebutuhannya.

Kedua, ayah adalah sumber kasih sayang. Sama seperti ibu, bahu ayah adalah tempat ternyaman bagi anak untuk bersandar. Anak-anak yang kekurangan kasih sayang seorang ayah tidak jarang menderita masalah psikologis ketika sudah dewasa apabila tidak segera diatasi.

Ketiga, ayah adalah harapan. Dalam hal apapun, mulai dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar, anak menaruh harapan pada ayahnya.

Keempat, ayah adalah penyemangat. Ayah seyogyanya hadir untuk menyemangati anaknya ketika sedang berusaha. Membangkitkan ketika jatuh. Serta memotivasi saat kehilangan arah.

Kelima, ayah adalah guru. Satu-satunya tempat untuk belajar bukanlah hanya sekolah. Namun juga dirumah ketika anak diajarkan sopan santun serta nilai-nilai kehidupan bagi bekal masa depan anak. Ia juga bisa menjadi buku bergerak yang dapat langsung dilihat. Memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya.

Dari kelima hal tersebut, adakah yang tidak penting? Saya pikir semuanya penting. Anda sendiri dapat menambahkan arti pentingnya kehadiran seorang ayah. Saya rasa banyak dari kita juga memiliki momen-momen luar biasa bersama ayah. Bagaimana ayah seolah-olah menjadi super hero dalam keluarga. Seberapa banyaknya nilai yang ditanamkan untuk kebaikan kita. Seberapa banyak peluh yang membasahi pipi demi kebahagiaan kita. Dan seberapa kuat ia telah berdiri menjadi sandaran bagi kita.

Luar biasa. Ya, sebegitu pentingnya peran seorang ayah bagi keluarganya. Untuk itu, bila seseorang ayah berlaku tidak setia, bila ia berselingkuh seharusnya ia tidak pernah menjadi ayah karena lima peran penting diatas gagal dijalankan. Oleh karena itu, sudah tepat lah kutipan dalam Alkitab yang menyatakan demikian.

Tentang suami kepada istri:

"Hai suami-suami, kasihilah istrimu. Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri."

Tentang suami kepada anak:

"Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu,  tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan."

Tulisan ini hadir untuk memperingati hari Ayah tanggal 12 November. Semoga para ayah dimampukan untuk berbuat yang terbaik dalam mengasihi keluarga. Terimakasih sudah hadir dan membaca.

Salam hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun