Harvey (bukan nama sebenarnya) adalah bos dari sebuah bisnis yang merupakan rekanan diperusahaan tempat saya bekerja. Ia menjadi supplier yang sudah bekerjasama bertahun-tahun. Sewaktu pertama kali bekerjasama, Harvey merupakan ayah dari seorang putri dan suami dari seorang istri. Kira-kira 5 tahun lalu ia memperkenalkan usahanya agar bisa bekerja sama dengan perusahaan kami. Karena harga yang ia tawarkan begitu kompetitif, akhirnya ia terpilih menjadi supplier.
Waktu pun berlalu, usahanya mendapatkan cukup banyak orderan dari perusahaan kami. Karena workshop-nya berlokasi tidak jauh, Harvey sering datang ke perusahaan. Namanya supplier, tentu saja sangat erat hubungannya dengan bagian pengadaan. Tak ada yang aneh, semuanya berjalan baik-baik saja. Situasi sangat normal. Hingga pada suatu saat, kami semua dibuat kaget dan tercengang. Salah seorang staf pengadaan kami hamil. Dan Harvey-lah orang yang bertanggung jawab. Rupanya mereka diam-diam berselingkuh. Pada akhirnya, Harvey menjadikan rekan kami sebagai istri muda. Yang kami dengar, istri pertama dan anaknya "diasingkan" dilokasi yang cukup jauh. Mereka dibelikan rumah di kota lain. Harvey tinggal bersama istri mudanya yang akhirnya resign dari perusahaan.
Dari sini, bisa disimpulkan bahwa Harvey telah berlaku tidak setia. Melanggar janjinya sendiri saat menikahi istri pertamanya. Melanggar janjinya juga kepada putrinya untuk selalu merawat, menjagai, dan menemaninya bermain setiap waktu. Harvey sudah berselingkuh. Ia mencari kebahagiaannya sendiri.
Saya tiba-tiba mengingat momen ketika pertama kali menjadi ayah. Memang saat itu terpaksa saya harus melewatkan kelahiran anak saya secara langsung. Saya tidak bisa menemani istri saat melahirkan buah hati pertama kami. Kesepakatan kami berdua memang istri akan melahirkan di kampung halaman. Sebulan sebelum perkiraan kelahiran, saya antarkan istri untuk pulang ke kampung halaman. Sementara saya harus kembali ke perantauan untuk mencari nafkah. Tak disangka-sangka, kelahiran anak kami maju dua minggu dari perkiraan. Karena itulah pada akhirnya saya tidak bisa berada disamping istri saat dia melahirkan anak kami.Â
Pada sore hari ditanggal 2 Juni 2020, istri masuk rumah sakit. Saya diberi tahu bahwa bayi saya sepertinya sudah ingin keluar dari rahim ibunya. Saya sudah tidak tenang. Menghubungi handphone istri tidak bisa karena bagaimana mungkin sempat pegang handphone saat sedang kesakitan. Saya dirumah sendirian di tanah rantau hanya bisa berdoa agar kelahiran berjalan lancar. Ibu dan bayinya sehat. Sambil sesekali kontak dengan mertua.
Akhirnya setelah lama terus berdoa, pada tengah malam pukul 00.15 anugerah Tuhan itu datang. Putri mungil nan cantik kami hadir kedunia dalam keadaan sehat. Tak ada yang bisa melukiskan betapa bahagianya saya waktu itu. Setengah percaya bahwa saya sudah menjadi ayah. Saya meneteskan air mata. Saya bersyukur sejadi-jadinya kepada Tuhan Sang Empunya kehidupan. Oleh karena itu, sesungguhnya saya bertanya-tanya kepada ayah lain seperti Harvey yang memutuskan untuk tidak setia dan berselingkuh. Momen-momen seperti ini tidakkah anda mengingatnya?
Menjadi ayah adalah sebuah kesempatan. Anak adalah titipan Illahi. Kita dipercaya oleh Tuhan untuk merawat dan membesarkan makhluk Tuhan yang paling sempurna. Ini adalah kepercayaan yang agung. Tak ada tanggung jawab yang lebih besar dibanding dengan merawat serta membesarkan anak dengan penuh kasih sayang.
Lantas sesungguhnya bagaimanakah peran seorang ayah bagi anaknya?
Pertama, ayah adalah tulang punggung bagi keluarganya. Ia merupakan tempat berpijak bagi anak-anaknya. Ia bertugas membawa anaknya tumbuh dewasa dan memenuhi kebutuhannya.
Kedua, ayah adalah sumber kasih sayang. Sama seperti ibu, bahu ayah adalah tempat ternyaman bagi anak untuk bersandar. Anak-anak yang kekurangan kasih sayang seorang ayah tidak jarang menderita masalah psikologis ketika sudah dewasa apabila tidak segera diatasi.
Ketiga, ayah adalah harapan. Dalam hal apapun, mulai dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar, anak menaruh harapan pada ayahnya.