Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Konsistensi Sulit Dicapai, 5 Faktor Ini Bisa Jadi Penyebabnya

27 Oktober 2020   12:03 Diperbarui: 28 Mei 2021   09:04 3848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berlatih secara konsisten (Gambar: pixabay /Ryan McGuire)

Konsistensi memegangi peranan penting dalam pencapaian sebuah tujuan atau cita-cita. Contoh sederhana sebuah konsistensi demikian.

Jika ingin jadi penyanyi bersuara merdu, hindari gorengan. Jika ingin nilai ujian bagus, belajar dan buka kembali buku-buku referensi pembelajaran. Jika ingin sukses menjadi Youtuber, teruslah kreatif membuat konten dan upload. 

Jika ingin pandai dalam berbahasa Inggris, hafalkan minimal satu vocabulary (kosakata) per hari. Itu kata guru Bahasa Inggris saya dulu. Dan jika ingin pandai menulis, rutinlah nulis di Kompasiana, hehe. Sederhananya konsisten berarti memaksa diri sendiri untuk berdisiplin dalam rangka mencapai tujuan.

Mengapa menjadi konsisten itu sulit?

Dalam ilustrasi di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa Arda tidak konsisten. Ia hanya melakukan di awal saja, kemudian kebiasaan itu hilang. Padahal ada tujuan yang ingin dicapai. 

Baca juga: Menjaga Konsistensi Menulis Setiap Hari, Itu Target Hidup Saya

Jika demikian, tujuan itu bisa saja gagal. Konsistensi. Itulah kuncinya. Setiap orang dituntut untuk mempunyai konsistensi. Memiliki ketetapan dalam dirinya sendiri dan tegas kepada dirinya. Ada beberapa alasan mengapa kemudian orang sulit mencapai konsistensi:

1. Keinginan sesaat, bergantung pada situasi
Seperti dalam cerita Arda di atas, ia begitu menggebu-gebu ketika mendengar paparan dari motivator. Keinginan di awal sebenarnya memang bagus. Sayang tidak dipupuk dengan baik sehingga mudah sekali surut lalu hilang. Ketika mendengar suara motivasi lagi, keinginannya akan bangkit lagi. Jadi seperti sebuah keinginan yang timbul tenggelam bergantung pada situasi.

2. Target terlalu muluk
Kadang kala orang menetapkan target terlalu tinggi. Arda berketetapan bangun setiap subuh dan berolahraga selama 1 jam. Padahal ia bukanlah tipe orang yang biasa bangun pagi. 

Sehari dua hari gagal lalu keterusan malas. Bukankah lebih baik misalnya tetapkan saja bangun jam 5 pagi dan berolahraga 30 menit saja? Jadi pastikan target itu sesuatu yang masih bisa dijangkau. Apabila sudah berhasil konsisten dengan target, baru naikkan targetnya. Step by step saja.

3. Motivasi yang salah
Seseorang ingin diet dan rajin ke gym untuk membentuk badan. Ia melakukan itu agar pacarnya makin sayang. Untung tak dapat diraih, malang tak bisa dihindari. Di tengah jalan dua sejoli itu putus, diet pun ditinggalkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun