Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pentingnya untuk Tidak Berkerumun Sekalipun Hanya dengan Tetangga Terdekat

30 September 2020   06:01 Diperbarui: 30 September 2020   06:30 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
himbauan dilarang berkumpul. Gambar : infopublik.id

Dikisahkan ada sebuah kampung yang bernama Cintasehat. Kampung ini terletak di sebuah sudut kota metropolitan. Hiduplah sepasang suami-istri yang bernama Sukimin dan Sukiyem. Mereka memiliki seorang puteri yang bernama Michele. Namanya memang kebarat-baratan karena Sukimin dan Sukiyem menginginkan nama anak yang nge-tren, tidak seperti nama mereka yang ndeso. Mereka terinspirasi setelah melihat film-film Hollywood. 

Sukimin, Sukiyem, dan Michele hidup damai berdampingan dengan para tetangganya. Namun situasinya agak berubah setelah pandemi datang. Sukimin dan Sukiyem banyak mengurung diri dirumah. Mereka memilih untuk sementara waktu menarik diri dari kerumunan-kerumunan dengan para tetangga. 

Sebagai pasangan yang sama-sama bekerja, mereka menyadari bahwa mereka memiliki potensi menularkan dan tertular. Menularkan berarti merugikan tetangga. Tertular berarti akan merugikan perusahaan karena mereka akan menjadi pembawa virus ditempat kerja. Memang di kampung Cintasehat ini masih sering dijumpai orang-orang yang berkerumun untuk sekedar saling bersosialisasi atau anak-anak yang bermain diwaktu pagi dan sore hari walaupun dari pengurus lingkungan sudah mengeluarkan edaran untuk tidak berkerumun. Ngerinya, tak ada yang memakai masker.

Itu tadi hanya sekelumit ilustrasi kisah yang mungkin masih banyak ditemui di antara kita. Memang inilah budaya timur, budaya kita. Berkumpul dan saling mengunjungi adalah adat. Itu tidak buruk. Bahkan itu kebiasaan yang baik. Tetapi bagaimana bila dilakukan dalam masa pandemi? mungkin sebagian dari kita berpikir, "Ini kan hanya dengan tetangga dekat saja. Jadi aman." Benarkah aman? Nanti dulu, kita cek fakta. 

Berdasarkan berita yang dimuat di kompas.com pada tanggal 24 September 2020 yang lalu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati meminta masyarakat tetap menggunakan masker meski berada di dalam rumah. Hal tersebut untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19 di klaster keluarga. Bintang juga meminta ibu rumah tangga berperan untuk mengingatkan setiap anggota keluarga. 

"Terutamanya perempuan sebagai manajer rumah tangga harus mengingatkan keluarganya. Walaupun di dalam rumah kami sarankan untuk tetap memakai masker. Apalagi di dalam keluarga ada kelompok rentan balita dan lansia," kata Bintang seusai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta. 

Menteri PPA mengatakan ini karena menyikapi munculnya klaster keluarga yang belakangan meningkat. Maka sekalipun hanya lingkungan tempat tinggal, untuk sementara waktu lebih baik tetap menahan diri untuk tidak berkerumun sementara waktu hingga vaksin ditemukan dan lingkungan sudah benar-benar dinyatakan aman.

Mungkin anda berpikir bahwa lingkungan perumahan anda sudah aman. Sudah ada protokol kesehatan yang ketat. Pedagang, pengantar barang, hingga ojek daring tidak diperkenankan masuk. Menerima tamu pun tidak boleh sembarangan. Penyemprotan desinfektan rutin dilakukan. 

Bahkan warga pun sudah dibagikan desinfektan untuk setiap kepala keluarga. Lalu anda berpikir bahwa semua itu sudah cukup. Orang-orang didalam lingkungan tersebut sudah aman. Tak masalah bila hanya berkumpul dengan tetangga dekat. Apalagi hanya sekumpulan ibu-ibu rumah tangga yang jarang sekali keluar lingkungan. 

Namun perlu diingat, sekalipun begitu tetap ada orang-orang yang bekerja bukan? Suami tetap pergi ke kantor mencari nafkah. Mungkin ada juga yang masih menggunakan sarana transportasi umum. Pedagang tetap pasar ke pasar guna membeli kebutuhan untuk berjualan. Apalagi pasar. Ini tempat yang mengerikan pada situasi pandemi seperti sekarang. Klaster pasar sudah bertebaran dimana-mana. 

Dipasar tradisional yang dekat dengan lingkungan sekitar kami pun pedagang tetap berjualan berempet-empetan. Banyak dari mereka tak mengenakan masker. Artinya, bukankah tetap berisiko? Suami-suami yang bekerja tetap berisiko menjadi pembawa virus. Mungkin anda lalu mengatakan, "suami saya tertib kok. Kami sangat menjaga kebersihan. Sepulang kerja langsung mandi. Haram memegang apapun apalagi menggendong anak. Baju juga langsung disendirikan. Cucian tidak dicampur." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun