Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pajak Mobil 0 Persen, Akankah Membuat Kemacetan Semakin Parah?

25 September 2020   10:40 Diperbarui: 25 September 2020   10:46 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi harga mobil setelah penerapan pajak 0 persen. Gambar: kumparan.com

Beberapa hari belakangan ini muncul isu hangat. Sebuah isu yang sangat menarik untuk dibicarakan khalayak. Ya, topik mengenai mobil memang selalu menarik atensi. Ada orang yang sekedar ingin memiliki, ada yang bosan lalu ingin mengganti. Entah memang untuk kebutuhan atau sekedar gaya-gayaan. Isu ini berawal dari usulan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita yang meminta pemerintah memberikan relaksasi pajak untuk pembelian mobil baru yang dibeli melalui dealer. Usulan ini merespon beratnya penjualan mobil selama pandemi corona yang diberitakan babak belur. Relaksasi pajak akan meliputi penghapusan unsur-unsur berikut:

1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

2. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

3. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

4. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Usulan ini tentu saja hanya bersifat sementara. Hanya sampai Desember 2020. Tujuannya untuk meningkatkan penjualan mobil ditahun ini yang diprediksi akan merosot jauh. Agar indusri otomatif bergairah kembali.

#Penjualan Mobil Anjlok

Selama masa pandemi, yang bermula dari bulan Maret 2020 sampai sekarang, penjualan mobil terasa begitu berat. Berdasarkan kondisi faktual dilapangan, banyak sales mobil mengeluh. Bahkan banyak yang kemudian banting sentir menjual aneka produk lain. Apapun yang penting berjualan dan mendapatkan uang.

Saya sendiri memiliki beberapa kawan yang berprofesi sebagai sales mobil. Walaupun sudah banyak promo ditawarkan pun tetap tidak bisa menarik konsumen untuk membeli. Sebenarnya mungkin bukan tidak tertarik, hanya calon konsumen lebih memilih menahan uang cashnya sebagai antisipasi mereka dalam menghadapi situasi pandemi corona.

Sejenak kita tengok data dari laman Gaikindo, penjualan mobil di bulan Juni 2020 sempat naik ke angka 12.623 unit. Naik signifikan dibanding bulan Mei yang hanya 3.551 unit. Kalau angkanya serendah ini artinya untuk menjual 1 unit mobil dalam sebulan saja, banyak dealer yang tak mampu. Ribuan sales terpaksa mencatat nol penjualan. Tetapi angka 12.623 sebenarnya masih belum ada apa-apanya dibandingkan masa sebelum pandemi. Angkanya masih jauh dibawah. Sebelum virus covid-19 menerjang, angka penjualan mobil per bulan bisa mencapai 70-80 ribu. Artinya anjlok sangat dalam sampai 60-70 persen. Industri otomotif praktis dibuat lemas menahan gempuran Corona.

#Perkiraan Harga Mobil Setelah pajak dihapus

Ilustrasi harga mobil setelah penerapan pajak 0 persen. Gambar: kumparan.com
Ilustrasi harga mobil setelah penerapan pajak 0 persen. Gambar: kumparan.com

Infografis diatas merupakan simulasi bila 4 unsur pajak dibuat menjadi 0 persen. Turunnya sekitar 40 persen. Luar biasa bukan? Mobil low MPV (Multi Purpose Vehicle) seperti Avanza, Ertiga, Xpander, dan Mobilio yang biasanya menempati 10 besar merk dengan penjualan tertinggi bisa dijual dengan harga setara dengan mobil LCGC (Low cost green car). Apalagi mobil LCGC. Harganya dijamin bikin ngiler. Mari lihat beberapa contoh simulasinya.

Daihatsu New Ayla 1.0 D MT MC: Rp 102.150.000 jadi Rp 61.290.000
Daihatsu New Ayla 1.0 D+ MT MC: Rp 114.350.000 jadi Rp 68.610.000

Honda Brio S M/T: Rp 146.000.000 jadi Rp 87.600.000
Honda Brio E M/T: Rp 154.700.000 jadi Rp 92.820.000

Toyota New Agya 1.0 G M/T: Rp 143.800.000 jadi Rp 86.600.000
Toyota New Agya 1.2 G M/T: Rp 148.100.000 jadi Rp 88.860.000

Daihatsu Sigra 1.0 D MT MC: Rp 119.500.000 jadi Rp 71.900.000
Daihatsu Sigra 1.0 M MT MC: Rp 129.900.000 jadi Rp 77.940.000

Bagaimana, menarik bukan? Anda tak perlu merogoh kocek terlalu dalam. Harga 60 juta sudah dapat mobil baru. Tapi nanti dulu. Sebab usulan ini belum final. Masih digodok oleh kementerian keuangan yang memiliki wewenang mengaturnya. Jadi dan tidaknya bergantung pada keputusan Bu Sri Mulyani.

#Tanggapan Menteri Keuangan Sri Mulyani

Menteri Keuangan mengatakan masih perlu kajian mendalam mengenai usulan ini. Namun sinyalnya usulan ini kemungkinan akan ditolak karena pemerintah berasumsi paket kebijakan relaksasi ekonomi sudah cukup banyak. Seperti pemberian BLT, relaksasi pembayaran BPJS Ketenagakerjaan, pemberian kredit UMKM tanpa bunga, penghapusan pajak penghasilan, dan berbagai insentif lainnya. Paket-paket tersebut diharapkan bisa mendongkrak ekonomi nasional.

"Kami masih kaji dan sepertinya insentif untuk program pemulihan ekonomi sudah banyak," ujar Sri Mulyani dalam APBN Kita, Selasa (22/9) kemarin. Kebijakan ini mungkin belum masuk prioritas yang harus diagendakan.

"Kami akan melihat lagi apa yang dibutuhkan untuk menstimulus ekonomi lagi dengan tetap kita jaga konsistensi kebijakannya," imbuh dia.

#Kemungkinan dampak yang ditimbulkan

Mari terlebih dahulu berandai-berandai. Boleh kan? Relaksasi pajak 0 persen tentu akan menimbulkan dampak. Namanya saja relaksasi. Tentu saja tujuannya untuk menggairahkan penjualan mobil baru yang tengah lesu. Diharapkan masyarakat akan terdorong untuk membeli mobil baru. Penurunan harganya pun sungguh tak main-main. Hampir separuhnya! Bila usulan ini disetujui rasanya akan merangsang masyarakat berbondong-bondong datang ke dealer membeli mobil baru. Apa dampaknya?

1. Kemampuan masyarakat untuk membeli mobil baru meningkat. Otomatis, karena harganya jauh lebih murah. Bak diskon flash sale.

2. Ekonomi berputar. Jual beli akan menyebabkan perputaran uang dalam masyarakat sehingga diharapkan ekonomi berputar lebih kencang. Khususnya industri otomotif akan bangkit.

3. Harga mobil bekas anjlok. Dengan adanya kebijakan ini, akan lebih menguntungkan membeli mobil baru yang harganya sama dengan mobil bekas saat ini. Kualitasnya jelas tidak diragukan lagi. Ini pasti membuat permintaan akan mobil bekas menurun. Dampaknya harga jualnya akan anjlok.

Selain ketiga potensi dampak tersebut, ada satu lagi dampak yang tidak kalah penting untuk menjadi perhatian: MACET. Dengan semakin bertambahnya jumlah mobil di jalanan akan semakin menambah kemacetan. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan pertumbuhan kendaraan di Jakarta setiap tahunnya sebesar 10 persen. Sayangnya pertambahan kendaraan tidak diiringi pertambahan kapasitas jalan. Menurut situs penyedia informasi kemacetan dunia, tomtom.com berdasarkan data pada Februari lalu, Jakarta menempati 10 besar kota termacet di dunia. Pajak nol persen tentu akan berpotensi membuat presentase pertumbuhan laju kendaraan menjadi semakin tinggi.

Bagaimana, apakah anda setuju dengan wacana ini? 

Atau malah sudah ancang-ancang untuk beli?

Salam.

Referensi: Pikiran Rakyat, CNN, Gaikindo, Suara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun