Foto di atas adalah halaman parkir motor di tempat saya bekerja. Dulu sebelum covid-19 melanda, datang jam 07.45 jangan harap mudah mencari tempat untuk parkir. Harus datang lebih pagi kalau mau nyaman parkir.
Tetapi sejak dihantam badai covid-19, telat sejam pun kondisi parkiran tidak lagi padat. Cenderung sepi dibanding dulu.
Kondisi penuh atau tidaknya tempat parkir di perusahaan itu berbanding lurus dengan jumlah karyawan. Semakin berkurang jumlahnya karyawannya, tentu akan semakin longgar pula tempat parkirnya.
Memang perusahaan ini sudah mengurangi sekitar 25 persen dari total jumlah karyawan yang awalnya 600 orang menjadi sekitar 450 orang. Itu pun masih mungkin bertambah di periode akhir Juli ini.
Kondisi parkiran yang sepi sebenarnya tidak hanya terjadi di perusahaan tempat saya bekerja saja. Bukan hanya perusahaan ini saja yang sudah mengurangi karyawan. Pada Mei lalu, contohnya ada produsen sepatu PT Shyang Yao Fung di kawasan industri Jatake Tangerang melakukan PHK terhadap 2500 karyawannya.
Kemudian ada lagi PT Victory Ching Luh yang juga produsen barang serupa melakukan PHK massal kepada 5000 pegawainya. Lion Air dalam berita yang dimuat kompas.com juga tidak lagi memperpanjang kontrak 2600 karyawan.
Selain pengurangan karyawan, ada banyak industri yang juga merumahkan karyawan. Salah satu produsen ban terkemuka yang berlokasi di Tangerang juga memberlakukan libur unpaid leave (cuti tidak dibayar) selama kurang lebih 2 minggu dan pemotongan gaji 30 persen.
Di tempat lain masih di seputaran Pasar Kemis, ada perusahaan yang mengurangi hari kerja seminggu dalam sebulan. Konsekuensinya pemotongan gaji juga. Ini sih baru segelintir saja dari banyak fakta menyedihkan lainnya. Belum dari sektor informal sepeti ojek online, tempat pijat, dan lainnya.
Sekarang coba kita tengok data. Secara nasional dari data Kementerian Tenaga Kerja hingga Juni 2020 terungkap jumlah pekerja yang terdampak corona sebanyak 3 juta pegawai. Terbagi menjadi dua kategori: PHK dan dirumahkan.
Terbanyak Provinsi Jawa Timur yang berkontribusi 24 persen, Jawa Tengah 22 persen, DKI Jakarta 20 persen, dan Jawa Timur 17 persen. Di daerah saya Kabupaten Tangerang menurut data terakhir sudah 14000 karyawan yang di PHK. Menurut Bupati Tangerang, Ahmed Zaky Iskandar data ini masih bisa bertambah.
Rasanya saya tidak perlu mengulas lebih jauh lagi kenapa terjadi PHK yang begitu masif. Sudah banyak artikel yang menjelaskannya secara gamblang.
Dengan bahasa yang singkat, faktornya antara lain karena banyak proyek terhenti sehingga order dibatalkan, ekspor tertahan karena kebijakan negara penerima terkait covid-19, raw material khususnya import tidak bisa masuk ke Indonesia, kemudian daya beli masyarakat yang menurun. Untuk UMKM, selama PSBB kemarin praktis logistik terganggu.
Bagaimana dengan kondisi ekonomi kita saat ini? Dan bagaimana proyeksi ke depan? Ini penting karena akan berdampak pada situasi bisnis di perusahaan.
Pada kuartal I kemarin pertumbuhan ekonomi kita sudah turun drastis dari 5,02 persen menjadi 2,97 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kondisi ini akan kembali menurun bahkan diprediksi akan mengalami kontraksi di kuartal II di kisaran minus 4,3 persen.
Bagaimana menjelaskan angka ini bukan keahlian saya untuk menjawabnya. Saya hanya menangkap garis besarnya saja bahwa ekonomi sedang warning, sudah berada di status "awas". Bukan waspada lagi.
Secara orang awam, gampang saja melihatnya. Tengok fakta di lapangan. Teman saya sales mobil mengeluh sulit sekali mendapatkan pembeli. Tetangga saya yang berjualan online bercerita omzetnya turun drastis.
Untuk menemukan pembeli rumah atau apartemen bukan pekerjaan yang mudah bagi seorang sales properti di era pandemi seperti ini. Karena itu saya sangat mendukung Presiden yang marah-marah kepada para menterinya karena bersikap seperti biasa-biasa saja. Memang harus extraordinary karena ternyata pemberian stimulus dan relaksasi pajak saja belum cukup menolong.
Rasanya belum ada kebijakan yang "nendang" yang bisa dirasakan langsung oleh industri. Pemerintah sudah saatnya harus berperan lebih membantu dunia industri. Terutama di dunia industri manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja. Selain relaksasi pajak harus dipikirkan cara lain agar industri tidak sempoyongan dihajar covid-19.
Saya hanya bisa berharap agar Presiden dan para menterinya bekerja lebih keras membawa solusi nyata untuk mengatasi krisis akibat pandemi bila tidak mau kondisi parkiran pabrik semakin sepi bahkan habis ditinggal para karyawannya karena PHK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H