Lingkungan yang paling utama dalam kehidupan ini, sejatinya berasal dari dalam keluarga. Keluarga sebagai tempat pertama yang memperkenalkan kasih sayang, moral, agama, sosial budaya, dan sebagainya. Disisi lain, keluarga juga menjadi pertahanan utama individu yang bisa mencegah berbagai pengaruh negatif dari lingkungan sosial. Pengaruh negatif ini bisa berupa pergaulan yang tidak sehat, lingkungan yang kurang bersih, jauh dari agama, terpengaruh oleh budaya yang menyimpang dari ajaran agama, dan sebagainya. Semua kondisi ini dapat dicegah dan diatasi oleh sebuah keluarga yang memiliki ketahanan yang kuat.
Ketahanan keluarga dapat diartikan sebagai kemampuan keluarga untuk mencegah atau melindungi diri dari berbagai ancaman dalam kehidupan, baik yang datang dari lingkungan keluarga atau lingkungan sosial lainnya. Tingkat ketahanan yang dimiliki keluarga, meliputi beberapa aspek yaitu 1) ketahanan fisik yang dapat memenuhi kebutuhan sandang, pangan, pendidikan, tempat tinggal, dan kesehatan; 2) ketahanan sosial yang menitikberatkan pada nilai agama, komunikasi efektif antar anggota keluarga, dan adanya komitmen keluarga yang tinggi; 3) ketahahan psikologis yang terdiri dari usaha keluarga untuk mengendalikan emosi secara positif, mengatasi berbagai masalah, dan kepedulian antar anggota keluarga.
Penanaman ketahanan keluarga tak hanya meningkatkan komunikasi antara suami isteri, melainkan seluruh anggota keluarga juga perlu ditanamkan nilai-nilainya agar bisa menciptakan keluarga yang diinginkan. Apabila kehidupan keluarga berlandaskan pada nilai-nilai agama, maka ketahanan keluarga yang dihasilkan memberikan efek yang baik. Seluruh kehidupan di dunia ini, tentu sudah diatur dalam Islam diantaranya memberitahukan kepada kita untuk menjaga kehormatan keluarga dan mengajarkan nilai komitmen dalam keluarga. Allah SWT berfirman dalam QS. At Tahrim ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Ayat tersebut menunjukkan kepada kita, bahwa keluarga memiliki kewajiban untuk menghindari anggota keluarganya dari api neraka dengan mendidik anaknya menjadi anak yang saleh dan menjadikan keluarga yang menerapkan kehidupan berlandaskan nilai-nilai Islam. Saat seorang anak mencapai keberhasilan dalam hidupnya, itu karena ada dukungan dari keluarga yang sukses menghantarkannya hingga berhasil. Keberhasilan tersebut tak lepas dari peran keluarga sebagai tempat pendidikan pertama bagi setiap anggotanya untuk menanamkan nilai-nilai religi dan sosial.
Hal tersebut sejalan dengan menanamkan nilai-nilai moral melalui delapan fungsi keluarga yaitu fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi lingkungan. Dari fungsi keluarga tersebut, penguatan ketahahan keluarga dapat direalisasikan melalui fungsi sosialisasi pendidikan yakni dengan membentuk karakter setiap anggota keluarga melalui sikap dan keteladanan dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Pembentukan karakter dan moral dalam kehidupan keluarga akan sangat memengaruhi anggota keluarganya dan anak turunannya nanti. Jika kualitas karakter dan moral keluarga itu tinggi, maka akan tinggi pula peluang keberhasilan keluarga dalam menjaga ketahanan dan menghasilkan anak-anak yang sukses. Penguatan ketahanan keluarga ini bisa melalui pendidikan karakter yang dapat meningkatkan kualitas agama, moral, dan mempersiapkan kehidupan untuk bersosilasi di masyarakat luas.
Pendidikan karakter merupakan suatu usaha untuk membentuk perilaku individu yang mengacu pada nilai-nilai moral tentang yang baik maupun buruk sebagai landasan berperilaku positif. Pendidikan karakter dalam keluarga diperlukan untuk menguatkan ketahanan moralitas setiap anggotanya yang diwujudkan dalam perilaku individu yang nampak dalam kehidupannya. Paradigma dasar pendidikan karakter dalam pemikiran Islam berangkat dari konsep fitrah yaitu pemikiran tentang asal kejadian manusia sebagai ciptaan Allah sejak lahir dengan potensi ruhaniah yang mengarah pada kebenaran. Konsep fitrah juga dikaitkan dengan pembentukan perilaku anak yang terdapat dalam hadis Rasulullah SAW, yaitu :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya : “Setiap anak yang lahir dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari-Muslim)