Mohon tunggu...
Alfiah Hasna
Alfiah Hasna Mohon Tunggu... Freelancer - Undergraduate of Journalism, Padjadjaran University

As a student, Alfiah's still learning how to write well and giving others a different perspective. 

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dekadensi Gizi Seimbang 2023

4 Januari 2023   13:08 Diperbarui: 4 Januari 2023   13:21 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konsumsi asupan gizi seimbang mahasiswa (Sumber: Getty Images)

Asupan gizi seimbang saat ini hanya menjadi teori belaka. Nyatanya penerapan aturan asupan gizi seimbang yang disebut 'Tumpeng Gizi Seimbang' ini tak banyak diketahui masyarakat, terutama di kalangan mahasiswa.

Berapa banyak masyarakat Indonesia mengetahui istilah 'Pedoman Gizi Seimbang'? Pedoman asupan gizi seimbang yang semula disebut '4 Sehat 5 Sempurna' telah beralih dengan istilah baru sejak tahun 2009 silam. 

Memperhatikan adanya perkembangan pengetahuan dan masalah gizi yang berlangsung di Indonesia, istilah '4 Sehat 5 Sempurna' kini digantikan dengan 'Tumpeng Gizi Seimbang (TGS)'. Dalam aturan yang berlaku, TGS tak hanya berisi jenis makanan yang perlu dikonsumsi, namun juga jumlah takaran porsi serta pola perilaku yang perlu dilakukan. 

Penerapan TGS biasa lebih sering digaungkan bagi anak usia sekolah dan orang tua. Melalui posyandu, kesadaran penerapan gizi seimbang terus diupayakan untuk mencegah berbagai penyakit pada usia kanak-kanak. 

Menurut Global Nutrition Report di tahun 2018, Indonesia memiliki 3 permasalahan gizi, yakni stunting (bertumbuh pendek), wasting (kurus), dan obesitas (kelebihan berat badan). 

Stunting menjadi indikator utama yang ditunjukkan pihak pelayanan kesehatan posyandu dalam mengatasi masalah gizi. Sebab stunting hanya menyerang balita, maka edukasi gizi seimbang jarang diterapkan untuk usia remaja-dewasa, termasuk mahasiswa.

Konsumsi Gizi Seimbang Negara Spanyol

Menurut Lee & Yoon (2014, dalam Ar-Rahmi et al., 2020), mahasiswa umumnya sedang mengalami masa peralihan menuju kedewasaan dari segi fisik, psikis, dan sosial. 

Mereka telah mampu membuat keputusan secara mandiri, oleh sebabnya sebagian besar memutuskan untuk hidup secara terpisah. Hidup secara mandiri berarti menentukan segala sesuatu secara sendiri, termasuk mengatur pola makan. 

Dalam jurnal jurnal karya Mara Jos Garca-Meseguer dkk. (2013) menunjukkan mahasiswa dari University of Castilla-La Mancha, Spanyol, memiliki kebiasaan makan sehat lebih baik dibanding kampus lain diukur dari  metode The Healty Eating Index (HEI), namun mahasiswa yang tinggal lebih jauh dari rumah memiliki kebiasaan makan lebih buruk. 

Fenomena ini terjadi sebab mahasiswa belum terbiasa menyiapkan makanan untuk diri sendiri dan menentukan pilihan makanan yang akan dikonsumsi menurut Ballingall & Avgoulus (2008, dalam Ar-Rahmi et al., 2020). 

Spanyol sendiri telah menduduki peringkat pertama negara tersehat dunia versi Bloomberg (2019) dengan menerapkan "Pedoman Diet untuk Penduduk Spanyol" sebagai panduan gizi seimbang. 

Salah satu pola diet ternama dari Spanyol adalah diet Mediterania, diberi penobatan sebagai diet terbaik oleh US News & World Report di tahun 2019. Dengan berfokus pada konsumsi bahan makanan bersumber tumbuhan dengan kandungan karbohidrat kompleks, vitamin, mineral, serta antioksidan, pola diet Mediterania terbukti membantu menurunkan berat badan, menjaga kesehatan jantung, hingga menurunkan risiko diabetes.

 Selain itu, dalam panduan diet mediterania juga menganjurkan melakukan aktivitas fisik dan mengonsumsi air putih serta mengurangi konsumsi wine sebab mengutamakan pola makan rendah gula tambahan dan tinggi lemak sehat.

Gizi Seimbang dan Mahasiswa

Baik di Spanyol maupun negara lainnya termasuk Indonesia, menyandang gelar sebagai mahasiswa berarti dituntut memiliki pola pikir analitis dan kritis dan menerapkan agenda Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai pembangunan dunia untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. 

Kesehatan menjadi salah satu indikator Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menunjang pembangunan nasional. Konsumsi gizi seimbang menjadi sumber utama dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. 

Gizi seimbang berarti pemenuhan zat gizi sesuai dengan kebutuhan. Menurut Susirah Soetardjo dan Moesijanti Soekatri (2011: 1), zat gizi merupakan bahan kimia yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses kehidupan yang terkandung dalam bahan pangan. Seseorang dengan status gizi baik menandakan adanya keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan.

Permasalahan gizi lebih populer bagi anak dan ibu melalui posyandu, sementara dalam rentang masa sekolah menengah hingga dewasa muda kerap kali kurang diperhatikan. Penyediaan kantin ditunjukkan untuk mempermudah akses konsumsi pangan, terlebih bagi mahasiswa rantau sebab lokasi kampus cukup jauh dari rumah. 

Kesadaran akan gizi seimbang yang masih minim di Indonesia, menyebabkan penyediaan menu di kantin universitas tidak sesuai dengan pedoman TGS. Begitu pula dengan kesadaran dari mahasiswa itu sendiri mengenai pentingnya konsumsi gizi seimbang demi masa mendatang. 

Salah satu kendala minimnya penerapan konsumsi gizi seimbang di Indonesia adalah biaya. Konsumsi pangan dengan gizi seimbang cenderung memiliki harga lebih tinggi, sehingga meningkatkan konsumsi karbohidrat berlebih dan rentan mengalami obesitas. 

Di tahun 2018, tercatat 1 dari 4 penduduk berusia diatas 18 tahun mengalami obesitas menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Pangan dengan kandungan karbohidrat yang identik dengan mahasiswa adalah mie instan. Selain murah dan praktis, mie instan juga memiliki rasa gurih sebab adanya kandungan natrium yang cukup tinggi. 

Sayangnya, selain mengandung karbohidrat, mie instan juga memiliki kandungan natrium yang cukup tinggi. Satu bungkus 'Indomie Goreng' memiliki 1070 mg natrium dan varian 'Indomie Kari Ayam' mengandung 1350 mg natrium, sementara standar kebutuhan natrium orang dewasa hanya berkisar antara 1500--2300 mg (Dwiyani, 2017). 

Ditambah dengan asupan natrium lain di hari yang sama baik sengaja maupun tidak disengaja, maka dapat menunjukkan indikasi kelebihan jumlah natrium dalam tubuh dan beresiko hipertensi.

Jika konsumsi gizi seimbang tidak diperbaiki, maka di masa mendatang tentu dapat menimbulkan berbagai penyakit. Oleh karenanya, mahasiswa sebagai proses menuju usia dewasa perlu untuk ditekankan masalah gizi serta bagaimana solusi yang tepat mengatasi permasalahan gizi seimbang mulai dari lingkungan kampus. 

Hal ini tentunya membutuhkan sokongan dari regulasi kampus agar penerapan gizi seimbang dapat diimplementasikan baik dalam lingkungan kampus maupun luar kampus. Kesadaran akan konsumsi gizi seimbang juga perlu ditekankan oleh berbagai pihak dengan berbagai golongan usia, untuk menghindari peningkatan penyakit di masa mendatang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun