Mohon tunggu...
Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Miniatur Kasus Seorang Dahlan

4 Maret 2017   21:18 Diperbarui: 4 Maret 2017   21:22 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam keadaan apapun, korupsi tidak dapat dibenarkan. Hanya saja, hukum positif harus memiliki formula dalam memperjelas diskresi yang dibenarkan agar tidak terjerat kasus korupsi. Jika tidak, hal ini menjadi momok yang menakutkan bagi pejabat publik dan dimungkinkan pejabat tersebut akan dinilai buruk dalam pelayanan publik.

Kedua, sikap yang harus diambil oleh penegak hukum. Tidak dapat dipungkiri, kian hari, kasus korupsi di dalam negeri terus menggila. Di zaman orde baru, korupsi acapkali dilakukan di bawah kolong meja. Tetapi di era reformasi, korupsi dianggap tindakan biasa. Sehubung dengan ranah administrasi, terlebih dalam kasus Dahlan Iskan, penulis tidak menampik bahwa sejogjanya aparat penegak hukum harus jeli dalam menegakkan keadilan. Perbedaan ruang diskresi dan korupsi akan melahirkan sebuah tanda tanya besar yaitu dimanakah batasan kebebasan seorang pejabat dalam mengambil putusan di dalam keadaan mendesak dengan mengesampingkan prosedur sedangkan keputusan tersebut untuk kepentingan publik? Sebab, jika tidak ada batasan yang terstruktur, maka, pejabat tersebut akan dianggap melakukan tindak pidana korupsi dengan kategori menyalahgunakan wewenang. Tentu, dalam menjawab pertanyaan tersebut hanya ada di dalam diri para penegak hukum. Karena di dalam konteks ini, dibutuhkan sikap integritas dan kepintaran dari seorang penegak hukum khusunya seorang hakim.

Adagium yang menyatakan bahwasannya seorang hakim adalah wakil Tuhan di muka bumi, nyata-nyata harus dibuktikan dalam kasus seorang Dahlan dan kasus yang lain. Tentu, Dahlan harus membuktikan bahwa tindakannya benar-benar dalam kondisi mendesak dan murni untuk kepentingan publik serta tidak mengambil keuntungan pribadi. Jika tidak dapat membuktikan ketiga kriteria tersebut, bukan tidak mungkin, hakim akan menjatuhkan hukuman penjara terhadap anak miskin yang berhasil menjadi menteri ini.

Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan apakah kepercayaan rakyat mengikis dengan penetapan dirinya sebagai tersangka? Kiranya, menurut hemat penulis, jawaban yang sebenarnya, ada di dalam diri Dahlan dan para penegak hukum. Penulis tidak dapat memberikan jawaban selama kedua belah pihak belum membuktikan di dalam persidangan kendati kebenaran hakiki hanya di hadapan Ilahi. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun