b. Ciri-ciri IFRS
Martani, et al., (2012:16) mengatakan bahwa IFRS sebagai standart internasional mempunyai 3 (tiga) poin dasar sebagai berikut:
1. Principles-Based.
 Pemakaian principles-based sebatas menangani hal-hal yang pokok, sedangkan tata cara dan aturan detail dipasrahkaan ke user. Sedangkan rule-based digunakan untuk membuat aturan pengakuan akuntansi secara rinci.  Standar yang bersifat principles-based mewajibkan user membuat penilaian (adjusment) yang sesuai terhadap suatu transaksi untuk menentukan relevansi ekonominya.
2. Fair Value
Teori fair value (nilai wajar) umumnya dipergunakan sebagai standar akuntansi. Fair value ini digunakan agar manaikkan relevansi informasi akuntansi dalam pengambilan keputusan karena memperlihatkan nilai terkini. Hal tersebut sangat bertentangan dengan konsep harga perolehan yang berdasarkan pada nilai perolehan pertama (historical cost). Sedangkan pada masa kini historical cost banyak digunakan. IFRS memberikan kesempatan pengaplikasian fair value lebih luas untuk beberapa item, diantaranya aktiva tetap dan aktiva tak berwujud. Fair value lebih signifikan tetapi harga perolehannya dianggap lebih kredibel.
3. Disclosure
 Pengungkapan (disclosure) dibutuhkan supaya user financial report bisa mengkaji informasi yang sesuai agar dapat diketahui terkait dengan apa yang disajikan dalam financial report dan kejadian penting yang terkait dengan item tersebut. Disclosure meliputi penjelasan penting, rincian, komitmen, serta kebijakan akuntansi.
c. Manfaat penerapan IFRS secara umum :
1. Mempermudah penafsiran financial report. Â Adapun caranya yaitu dengan mengaplikasikan SAK yang berlaku secara internasional (enhance comparability).
2. Meminimalisir biaya modal dengan membuka kesempatan fund raising lewat pasar modal secara global.
3. Mengoptimalkan arus investasi global melalui transparansi.
4. Menghasilkan efisiensi dalam penyusunan financial report.
5. Mengoptimalkan mutu financial report dengan cara meminimalisir peluang dilakukannya erning management (Zamzami, 2011).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat diterik kesimpulan bahwa salah satu poin dasar IFRS ialah pengukuran/penilaian dengan fair value. Hal tersebut tentunya sangat bertentangan dengan prinsip konservatisme, dimana metode penilaian yang sangat konservatif adalah dengan menerapkan biaya historis (historical cost), karena pada dasarnya suatu perusahaan akan menepis kemungkinan adanya perubahan nilai dari suatu akun terutama yang memberi keuntungan bagi perusahaan (gain).Â
Karena sesuai dengan prinsipnya, konservatisme adalah menunda pengakuan pendapatan atau keuntungan dimana pendapatan hal tersbut masih mengandung unsur ketidakpastian. Jadi terdapat pro dan kontra apakah setelah penerapan IFRS akan mengurangi atau meningkatkan penerapan prinsip konservatisme pada financial report.
Namun dari beberapa penelitian menemukan bahwa sebenarnya setelah konvergensi IFRS tidak menghilangkan sepenuhnya penggunaan prinsip konservatisme akuntansi ketika IFRS diterapkan, karena adanya prinsip prudence sehingga dapat meminimalisir polemik antara bondholders dan shareholders mengenai kebijakan deviden, dimana prinsip prudence berarti fungsi manajemen perusahaan yang bertanggung jawab dalam menyusun financial report dilaksanakan dengan hati-hati.
Referensi :