Mohon tunggu...
Alfi Muhammad
Alfi Muhammad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Wah Ternyata Bos Teknologi Dunia Melarang Anaknya Main Gawai

16 Agustus 2018   10:59 Diperbarui: 31 Agustus 2018   10:50 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita pun jadi termotivasi untuk berkomentar dan saling memberi like demi "dianggap ada" dan punya kekuatan di dunia maya. "Para kreator (media sosial) seperti saya, Mark Zuckerberg, Kevin Systrom dari Instagram, sadar hal ini, tetapi kami tetap melakukannya, karena dahulu merasa orang dapat mengendalikan penggunaannya," ujar Parker dalam wawancara dengan Axios.

 Pencipta tombol "like" di Facebook, Justin Rosenstein (36), pun mengakui soal ini. Ia sadar, daya pikat tombol "likes" tidak lain adalah kesenangan palsu yang menggiurkan. Pada November 2017, ko-kreator Asana ini juga menutup akun-akun sosial medianya. Ia juga mengoprek sistem operasi laptopnya agar tidak bisa mengakses platform komunitas Reddit yang menurutnya adiktif. 

Rosenstein bahkan meminta asistennya untuk mengatur ftur kontrol orangtua di iPhone barunya agar dirinya tidak bisa mengunduh aplikasi dan game baru selain bawaan ponselnya. Menurut dia, aplikasi membatasi kemampuan manusia untuk fokus. "Semua orang jadi gampang terdistraksi. Setiap waktu," ujar Rosenstein dalam laman The Independent. 

Jika orang dewasa sepertinya saja butuh asisten untuk mengontrol penggunaan gawainya sehari-hari, tidak heran anak-anak perlu dibimbing orangtua agar terhindar dari adiksi pada gawai. Sementara itu, Tristan Harris membuka sisi lain Google di acara bincang-bincang Ted Talks. CEO Apture, anak usaha Google dan mantan ahli etika desain Google ini mengungkapkan, teknologi memang rentan dibuat untuk memanipulasi kerapuhan psikologi kita. 

Padahal, manusia sering berfokus pada sisi positif saja akan pengaruh teknologi pada kemudahan hidup kita. Salah satu hal yang dimanfaat-kan pengembang aplikasi ponsel pintar dan situsweb menurut Tristan adalah fear of missing something important (FOMSI). 

Perasaan inilah yang akan timbul tatkala kita ragu untuk tidak berlangganan. Misal, tidak menekan tombol "subscribe", "follow", dan semacamnya; hanya karena takut ketinggalan info terbaru. 

Situasi inilah yang mengalihkan perhatian kita setiap hari untuk sekadar mengecek notifkasi di ponsel. Sementara itu, Loren Brichter (33) juga mengakui sisi negatif teknologi buatannya. 

Perempuan asal New York serta desainer Twitter inilah mekanisme pull to refresh tweet (tarik layar untuk melihat twit terbaru). Mekanisme ini kini digunakan luas di ponsel pintar kita, baik untuk melihat postingan terbaru di media sosial maupun melihat hasil unduhan di folder Galeri atau Download. Dengan mekanisme tersebut, orang tidak sadar menghabiskan waktu membaca postingan terbaru yang sebenarnya tidak masalah jika dilewatkan. 

Risiko adiksi tersembunyi di balik teknologi inilah yang setidaknya perlu disadari pengguna, sebelum membatasi diri untuk berpandai-pandai menggunakan ponsel pintar. Lalu bagaimana dengan Anda sendiri? Seberapa dalam Anda sudah terjebak di dalamnya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun