Mohon tunggu...
Alfi Muna Syarifah
Alfi Muna Syarifah Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

I was active as Indonesian activist for Indonesian woman justice. Now, I split out my volunteer work became writer here. 😌| My study was focused in linguistic forensic for Indonesian law cases. Welcome and please enjoy my masterpieces!!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Raya Tak Lagi Bermakna

21 April 2023   21:50 Diperbarui: 21 April 2023   22:35 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Duduklah sebentar di sini. Ada yang perlu aku bicarakan tentang hal tabu yang cukup menjadi perhatian. Mungkin, setelah ini langsung terselesaikan.

Akan tetapi, kamukah orangnya yang bisa dipercaya untuk berkomunikasi secara terbuka?

Mari, bicara!

"Setiap orang memiliki takdir yang berbeda, tetapi memiliki kesempatan yang sama dengan syarat tertentu." Of course.

"Kita harus melepaskan kemelekatan tentang masalah kebahagian diri atas orang lain."

Absolutely, right!

Akan tetapi, ada yang harus kita sadari.

Karena takdir tadi, ada potensi besar di mana seseorang memiliki eksperimen yang berbeda. Dari hal ekonomi, keluarga, hingga internal jiwa.

That's why, bagian kehidupan ada yang menyisakan kesesakan, keprihatinan, hingga sebuah depresi pada subliminal yang susah diekspresikan. Parahnya, kamu sendiri pun tidak menyadari tentang jiwamu yang terganggu.

Mungkin, wacana ini adalah ruang yang tepat untuk bebas berekspresi. Juga mewakili jiwa kamu di sana.

Hari Raya Keagamaan 

Hari raya adalah peringatan suci yang paten disakralkan oleh setiap pemeluk agama. Momen ini cenderung memberi paksaan agar setiap dari mereka berkumpul bersama keluarga dari yang tertua hingga termuda.

Ya, sayangnya ada seseorang yang tidak merasakan sebuah ruang aman dan hangat di dalam keluarga sebagai lingkungan primer. Sayangnya, ada beban yang lebih besar. 

Tentang trauma sosial-agama dan segala tidak terpenuhinya hierarki kebutuhan individu.

Bagi si umur dewasa, mungkin sebuah studi kuliah yang tak kunjung selesai, pekerjaan, sekaligus pasangan hidup dambaan masih ada di angan Tuhan. Tahun per tahun terlihat sama. Banting tulang 24 jam hanya seperti serpihan di mata orang. Ditambah, hak-hak baik dari tempat pengabdian tidak tertunaikan.

Hari raya sebelum ramadan tiba, terasa menjadi beban berat. Hal itu sangat menghantui dan hanya ingin pergi beberapa bulan sebelum kedatangannya. Berkumpulnya keluarga yang tidak membuat nyaman hanya akan menjadi satu kesatuan energi negatif yang kuat bagi jiwa yang merasakan semua ketidaknyamanan ini.

Aku juga tahu tidak semua individu mudah bergaul mendapatkan lingkungan yang nyaman dari para sebayanya. Mendapatkan sahabat-sahabat yang benar bisa dikatakan sebagai sahabat. Setidaknya, saat hari raya datang mereka mampu menjadi obat.

Baiklah, hari raya memang sudah terasa tak lagi bermakna.

Memaksa diri untuk berdamai sudah dilakukan. Namun, ada suatu waktu datang guncangan. Rasanya ini sebuah tanda bahwa lebih baik menciptakan ruang diri; mengizinkan untuk jujur yang bertaktik cerdas dan cukup sekali ini saja. Mari berpikir solusi untuk pembebasan diri!

Apakah suaramu cukup aku wakili?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun