Hari Raya KeagamaanÂ
Hari raya adalah peringatan suci yang paten disakralkan oleh setiap pemeluk agama. Momen ini cenderung memberi paksaan agar setiap dari mereka berkumpul bersama keluarga dari yang tertua hingga termuda.
Ya, sayangnya ada seseorang yang tidak merasakan sebuah ruang aman dan hangat di dalam keluarga sebagai lingkungan primer. Sayangnya, ada beban yang lebih besar.Â
Tentang trauma sosial-agama dan segala tidak terpenuhinya hierarki kebutuhan individu.
Bagi si umur dewasa, mungkin sebuah studi kuliah yang tak kunjung selesai, pekerjaan, sekaligus pasangan hidup dambaan masih ada di angan Tuhan. Tahun per tahun terlihat sama. Banting tulang 24 jam hanya seperti serpihan di mata orang. Ditambah, hak-hak baik dari tempat pengabdian tidak tertunaikan.
Hari raya sebelum ramadan tiba, terasa menjadi beban berat. Hal itu sangat menghantui dan hanya ingin pergi beberapa bulan sebelum kedatangannya. Berkumpulnya keluarga yang tidak membuat nyaman hanya akan menjadi satu kesatuan energi negatif yang kuat bagi jiwa yang merasakan semua ketidaknyamanan ini.
Aku juga tahu tidak semua individu mudah bergaul mendapatkan lingkungan yang nyaman dari para sebayanya. Mendapatkan sahabat-sahabat yang benar bisa dikatakan sebagai sahabat. Setidaknya, saat hari raya datang mereka mampu menjadi obat.
Baiklah, hari raya memang sudah terasa tak lagi bermakna.
Memaksa diri untuk berdamai sudah dilakukan. Namun, ada suatu waktu datang guncangan. Rasanya ini sebuah tanda bahwa lebih baik menciptakan ruang diri; mengizinkan untuk jujur yang bertaktik cerdas dan cukup sekali ini saja. Mari berpikir solusi untuk pembebasan diri!
Apakah suaramu cukup aku wakili?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H