Mohon tunggu...
Alfi Muna Syarifah
Alfi Muna Syarifah Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

I was active as Indonesian activist for Indonesian woman justice. Now, I split out my volunteer work became writer here. 😌| My study was focused in linguistic forensic for Indonesian law cases. Welcome and please enjoy my masterpieces!!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membaca Kontrol Diri di Tengah Budaya Menekan Orang Lain

18 April 2023   14:16 Diperbarui: 29 April 2023   00:32 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alfi Muna Syarifah 

Keresahan dalam menjalani kehidupan sebagai manusia seringkali menghantui individu. Bukan hal baru yang harus diadopsi, tetapi hal ini merupakan bekal sejak kelahiran manusia. Anda bisa saja resah karena pulpen yang hilang saat sedang dibutuhkan. Atau, tidak berdaya mendengar omongan orang lain yang menyakitkan. Kedua permasalahan ini memiliki frekuensi yang cukup signifikan untuk menguji reaksi Anda.

Hidup di dunia diibaratkan sebagai panggung dan kursi perdebatan. Semua orang hendak bersuara dengan beragam cara. Namun, seringkali menyisakan kekosongan hati nurani dalam menyampaikannya. Bahkan, tindakan manipulatif seolah-olah merupakan hal yang normal untuk melibaskan kawan dan kerabat yang terlihat sebagai lawan. 

Fenomena perdebatan ini dominan berujung pada hal negatif retaknya hubungan sosial. Seperti lingkup sosial terdekat, yaitu hubungan individu dengan keluarga di mana ia lahir. Hal ini pun tidak terlepas dari peran hierarki sosial. Mulai dari jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, agama, dan pendidikan.

Hierarki sosial yang tidak sehat akan mengubah hierarki kebutuhan yang serupa. Jika Anda tidak menyadari bagaimana sosial mempengaruhi personalitas diri, maka potensi besar untuk kehilangan kontrol diri akan terjadi. Dengan demikian, Anda bisa menjadi seseorang yang reaktif. Layaknya sebuah minuman soda di botol. Ketika dikocok perlahan saja, ia akan memuncratkan cairan ke wajah dan badan Anda karena tutupnya dibuka tanpa perhitungan yang tepat.

Menjadi seorang yang reaktif hanya akan membuat Anda lelah secara mental. Di mana setiap kejadian termasuk interaksi sosial yang tidak nyaman menimbulkan rasa sakit hati, overthinking, iri, hingga kehilangan harga diri. Lalu, Anda menyalahkan orang lain dan lingkungan sekitar atas masalah yang Anda hadapi sekarang. 

Memang adakalanya terbukti kuat bahwa mereka bersalah. Namun, bukankah 'menunjuk keluar' hanya akan menarik lebih banyak kenegatifan?
Untuk meminimalisir sifat reaktif ini, Anda bisa memulai dengan memenuhi kebutuhan jiwa secara signifikan.

Ilustrasi kontrol diri (unsplash.com/Jordi Zamora)
Ilustrasi kontrol diri (unsplash.com/Jordi Zamora)

Mengenal hierarki kebutuhan Abraham Harold Maslow

Kesadaran penuh yang harus dimiliki oleh manusia adalah mengakui tentang fisik dan jiwanya yang kelaparan. Cara inilah yang membuat Anda cenderung untuk meninggalkan mode lama. Perlahan, Anda akan membenci menggosip, menghina, membalas dendam, menekan buruk orang lain, mengutuk diri, dan hal negatif lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun