Mohon tunggu...
Alfarizi Andrianaldi
Alfarizi Andrianaldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - ze

Pengen ke Mars

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sehabis Mengetik Ziarah, Dan Akhir

16 Februari 2022   20:18 Diperbarui: 17 Februari 2022   00:27 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sekedar tanya saja tak terucap

Sering ditanya risau pula

Sebalik bilik hening

kelambu penutup pekik malam

seringkali hadir di pesta perjamuan

Jemarimu mengandung tinta

dan derai air matamu dapat menciptakan sebait syair indah

Merakit ketepian sungai

Sejinjing pagi hanyut ke-muara

Embun mempersembahkan sebuah hajatan khas

Nisan memeluk epitaf di sebalikku

terpenjara oleh eloknya tatapanmu

Karena matahari telah menjadi bunga

ditaruh-nyalah syak di atas masa

Aku tak yakin akan sampai di dekatmu

Hal-hal terguncang terus saja terjadi

Pertanyaanku sering tak terucap

Percakapan kita sering lumpuh

Semoga tak sekedar kagum

                                                         Semoga tak sekedar singgah

                                                                                                                    Semoga tak sekedar gelak

Semoga selamanya

Apalagi yang akan disampaikan

Kesia-siaan terus saja berulang

Musafir asing pengepul tulang-belulang

berkelana dalam jubah gelap di tepian diam

menunggu jalan terbaik sekaligus mustahil dan tak baik

Sebelum semesta terlukis

Ada perencanaan penghapusan

Ada perencanaan pengoyakan

Lain halnya kepergian

dibasahi terus-menerus ia tetap saja menatap keris yang akan menggores pangkal leher

Di jalan yang lengang

katak memanggil hujan

burung menarik jerami

Awan berhasil tergoda untuk memendungkan hari

Kepala tunduk terhadap aspal

mengenang hal yang tak sepatutnya dikenang

Jalan terus-menerus

hingga menjumpai jurang

lalu terjun bebas

Jurang beserta bulan dipenuhi hujan

Api dihembus tangis

dengan pukulan keras

mengaburkan pandangan

dan seketika menghitam

Selamat tinggal untuk sementara

Keruh air yang mulai luntur

pada malam penuh tangis

Keadaan berserah untuk mengenang hal kelam

berakhir remuk akibat ditindih tanya

Duhai kamu yang terus saja menziarahi seluk-beluk tubuhku

kesakitan itu hanyalah bekas tapak kaki peziarah

Bunga dan siraman akan menghilang

Segeralah kamu jawab pertanyaan yang pernah ku-ucap

supaya aku dengan lapang pergi ke semesta-nya

Tanaklah segantang nasi

untuk dibawa ke pelayaran berikutnya

Jejak tapak-ku dihilangkan angin

Jejak tapak-mu abadi bagiku

Palang yang memisahkan kita

kelak akan dihancurkan badai

Betul, badai itu aku

Bersenandung angin menembus tanah makam

Teriakan seorang anak kesal akan kawannya

Di sore menjelang malam

Rindu mengapung di tepi karang

Lampu dikerumuni laron

Hangat meniup pelita

cahayanya mengoyak tilam

Nafasmu sebuah pedoman perjalanan

Lolong pemusik di dalam kelam

melempar batu ke tubuhku

Iblis muncul setibanya aku di alam gelap

Pelontar api habis terbakar

Dan akhir

kembali berdiri

melempar keringat ke-udara

Sisa-sisa gelisah ku ludahi

Aku sehelai

Kamu setangkai

Tongkat kayu di tangan kiri-ku mulai lapuk

dan akhir

meninggalkan sisa.

Alfarizi Andrianaldi, 16 februari 2022

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun