Mila masih setia memandang hamparan laut luas di tepi pelabuhan. Tak bosan-bosannya matanya mengikuti ke mana arus gelombang berlari. Semilir angin pun ramah menyapanya. Mila memang sengaja pergi ke pelabuhan setelah pulang kerja. Tempat itulah yang selalu dituju oleh Mila saat dia sedang penat dan lelah dengan masalah-masalah yang dihadapinya. Dengan memandang laut, seolah-olah ia bisa berbagi beban dengan ombak, ia bisa bercerita kepada angin, dan dia bisa dihibur oleh burung-burung yang beterbangan dengan kicauan merdunya. Sudah sebulan ini Mila rajin mendatangi tempat itu. Ya, sejak Aris, laki-laki yang telah menikahinya dua tahun yang lalu menunjukkan perubahan sikap dan perilaku. Keharmonisan, kebersamaan, keterbukaan, dan kejujuran yang telah mereka bangun selama berumah tangga, bahkan sejak masa perkenalan, perlahan-lahan mulai terkikis.
Aris kini lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya daripada bersama istri yang selalu setia mendampinginya dalam suka maupun duka. Perhatian yang dulu selalu dilimpahkan hanya pada istrinya pun kini perlahan-lahan mulai sirna. Tak ada lagi senyum bahagia dan canda tawa pada keluarga kecil mereka. Hubungan mereka semakin renggang dan hambar. Tak jarang pula pertikaian-pertikaian kecil karena masalah sepele menghiasi hari-hari mereka.
Malam itu Mila merasakan lelah yang teramat sangat, lelah fisik, pikiran, dan hati, karena banyak pekerjaan di kantor yang harus ia selesaikan selain permasalahan rumah tangganya yang semakin lama semakin pelik, hingga ia tidur lebih awal tanpa menunggu suaminya pulang. Akhir-akhir ini Aris memang sering pulang larut malam setelah menghabiskan waktu senggangnya bersama teman-temannya, entah itu main futsal, nonton bola bareng, mancing, atau hanya ngobrol sambil minum kopi. Tak ada lagi malam yang ia habiskan bersama Mila, istri yang telah ia nikahi dan ia boyong ke tanah rantau.
Tengah malam Mila terbangun dari tidur lelapnya, ia menyesal dan merasa bersalah karena tidak menyambut kepulangan Aris. Ia keluar kamar dan mencari Aris, dan hatinya lega melihat separuh jiwanya itu sudah terbuai mimpi di depan TV di ruang tengah. Ia usap dan belai rambut suaminya dengan lembut. Ia pandangi wajah laki-laki itu, Aris terlihat begitu lelah, tak kalah lelahnya dengan dirinya. Ia kecup kening laki-laki tempat ia menitipkan tulang rusuknya itu dengan penuh cinta sebagai ucapan selamat tidur. Ia tak tega membangunkan Aris dan membiarkannya tertidur di tempat itu.
Mila pun tak kembali ke kamar, ia memilih tidur di ruang tengah bersama suaminya. Sesaat rasa kantuk yang mendera pada diri Mila hilang begitu saja saat ia melihat benda asing di samping tubuh suaminya. Gawai itu baru dilihat olehnya. Hatinya merasa tidak enak melihat benda itu. Karena penasaran, akhirnya ia membuka gawai itu dan bermaksud membaca semua WA yang ada di dalamnya. Betapa kagetnya Mila saat membaca WA-WA yang ada di gawai tersebut, seketika jemarinya bergetar saat memencet tombol demi tombol dan seolah tangannya tak berdaya menggenggam benda kecil berwarna hitam itu. Kepalanya serasa dihantam godam besar. Petir pun tak mau kalah untuk menyambar tubuhnya. Tanpa disadari, air matanya pun menetes. Dan tetesan itu jatuh mengenai tubuh Aris. Aris pun terbangun. Ia pun terkejut melihat Mila sudah berada di sampingnya dalam keadaan menangis sambil memegang benda hitam yang sengaja ia letakkan di sampingnya agar terlihat oleh Mila.
“Kamu jahat, Mas. Siapa wanita itu?” ucap Mila sambil terisak.
“Itu tidak seperti yang kamu bayangkan, Dek,” jelas Aris sambil memeluk istri yang sebenarnya sangat ia cintai. Mila pun pasrah dalam pelukan belahan jiwanya itu dan menangis sepuas-puasnya untuk menghilangkan kesedihan dan beban pikirannya itu. Aris terus berusaha menenangkan Mila dalam dekap erat pelukannya.
Keesokan harinya.....
“Mila sudah masuk jebakanku, Han.” Aris memulai pembicaraan dengan sahabatnya, Burhan.
“Dia sudah mengetahui sandiwara perselingkuhanmu?”
“Ya, tadi malam dia membaca semua WA Ana yang ada di HP dan dia mulai curiga kalau aku selingkuh, aku yakin dia percaya dengan sandiwaraku ini. Walaupun jujur, sebenarnya aku tidak tega menyakiti hatinya dan melihatnya menangis, tapi ini aku lakukan demi kebaikan dan kebahagiaannya juga. Aku sangat mencintainya, dan dia pun sangat mencintaiku.”