Mohon tunggu...
Alfa Riezie
Alfa Riezie Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengarang yang suka ihi uhu

Muhammad Alfariezie, nama yang memiliki arti sebagai Kesatria Paling Mulia. Semua itu sudah ada yang mengatur. Siapakah dan di manakah sesuatu itu? Di dalam perasaan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Hitam Putih Mata Lelaki Beranjak Dewasa

11 Juni 2021   02:23 Diperbarui: 11 Juni 2021   02:29 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Area belakang rumah kakek adalah kebun berbagai jenis tanaman dan ada puluhan ayam kampung peliharaannya. Rumah kakek dan kebun hanya dibatasi dinding dan pintu yang terbuat dari seng. Kebetulan, jenazah kakek dimandikan di tempat mencuci. Tempatnya terletak persis di balik dinding yang menyekat kebun dan rumah. Nampak jelas pucuk-pucuk pohon dari dinding pembatas yang tidak begitu tinggi. Tapi, alhamdulilah. Aku masih mampu mengontrol diri. Dan tak mau melihat ke arah bayang itu hingga. Sehingga jenazah kakek masih kugenggam erat dan sesekali aku membasuh tubuh dan menyabuninya.

Malam itu, benar-benar malam ujian bagiku. Aku berpikir dan berpikir tentang bagaimana melihat hal-hal gaib. Tapi, ujian itu tidak berlangsung lama. Paman dan ibu berbicara di dalam kamar yang kebetulan sejak memandikan jenazah kakek, aku berada di dalam ruang itu.

"Bapak itu punya pegangan, kak. Alhamduliah dia meninggal tidak begitu sulit. Apa mungkin pegangannya hilang begitu saja tanpa bantuan orang pintar?" ujar pamanku yang memang dia adalah adik dari ibuku.

"Seminggu yang lalu, ustaz sudah kemari. Saat bapak mengerang kesakitan dan ketakutan, dia membacakan beberapa ayat qur'an untuk mengeluarkan beberapa pegangan bapak. Katanya, memang masih ada yang belum keluar semua. Dan pegangan yang itu akan keluar dengan sendirinya setelah menemukan tubuh yang cocok. Bisa jadi akan pindah untuk keturunannya. Tapi, ustaz itu tidak tahu siapa keturunan yang dipilih," jawab ibuku.

Sontak aku berhenti memainkan ponsel pintar. Aku teringat bagaimana pandangan mata kakek ke arahku saat sebelum mengembuskan napas terakhir. Aku juga teringat bagaimana eratnya menggenggam tanganku.

"Apakah itu tanda kalau kakek mewarisi pegangannya itu untukku?" batinku

Tak lagi banyak pertanyaan yang membebani pikiran dan perasaan ini setelah mendengar percakapan paman dan ibu. Aku mulai yakin, kakek memang mewarisi pegangan itu kepada cucunya ini. Karena, sejak kejadian malam itu, hari-hari yang kulalui lebih akrab dengan dunia gaib. Jika ada kesempatan, aku akan menceritakan kisah-kisah penglihatanku. Mungkin, bisa dijadikan pelajaran atau pengalaman.

2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun