"Yang, Yang, liat, deh, ini beneran?" Ia sedikit histeris
Aku mengikuti arah jarinya. Kaget, berulang kali aku mengeja 7 digit itu. Mengucek mata sejenak memastikan bahwa mataku waras dan tidak salah lihat. Lagi dan lagi aku memastikan bahwa ini bukan mimpi.
"Masya Allah beneran, Ay," Aku tak kalah histeris.
" Ambil, Ay. Ambil semua!" Sambil ku goncang-goncang lengannya bersemangat. Tak terpikir olehku jangan-jangan itu uang salah alamat dan harus dikembalikan ke empunya.
Sesaat kemudian ada notifikasi di BB tua suamiku. Notifikasi itu memberitahu bahwa bonus usaha perekrutan member baru sudah ditransfer dengan nominal 1.500.000. (Perekrutan di MLM yang dulu sekali pernah diikuti suami)
Masya Allah ....
Kami lalu saling tatap dengan mata berkaca-kaca. Haru juga bahagia, seperti menemukan oase di padang pasir. Tanpa menunggu instruksi, lelakiku itu menekan tombol di mesin hingga keluarlah lembar-lembar rupiah. Gemetar tangannya menarik lembar demi lembar yang muncul di mesin ATM.
Haru? Tentu saja. Siapa tak bahagia saat dapur tak bisa mengebul kemudian ada keajaiban tuhan yang mampu merubahnya sekejap mata.
Sepanjang jalan bibir kami tak lepas dari zikrullah. Tahmid dan takbir tak terhitung berapa kali terucap. Allah. Allaaaah. Terbayang olehku jamuan yang akan dinikmati tamu kami nanti.
***
Beberapa hari sebelum keajaiban terisinya ATM, kami masih memegang selembar uang merah. Rencana uang itu memang untuk mengisi ulang segala kebutuhan dapur yang habisnya bersamaan beserta gas melon nya.
Â
Uang itu memang ada di dompet lelakiku, karena sejak kelahiran Si Sulung aku nyaris tak pernah keluar rumah. Urusan belanja aku percayakan pada dia yang lebih gesit.
Selepas sholat sunnah bakda zuhur saat itu, ada seorang bapak tua dengan mata yang tak dapat melihat sempurna menghampiri lelaki yang resmi disebut sulungnya Abuya itu.