Mohon tunggu...
Alfa Riansyahh
Alfa Riansyahh Mohon Tunggu... Lainnya - Mr Random Word's

Hola! Bye.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan yang Panjang

22 Juli 2024   18:01 Diperbarui: 22 Juli 2024   18:25 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sang Penyair tiba di sebuah Goa, jauh dari pemukiman. Ia menyalakan sebuah lilin untuk penerangan, selanjutnya Ia membuka Kitab itu perlahan. Setiap kali jemarinya menggeser halaman demi halaman dari Kitab Lawas yang Ia curi itu, udara terasa semakin dingin. Angin berembus kencang, lautan bergemuruh, ombaknya menghantam pesisir meluluhlantakkan semua yang ada di sana. Semua orang kalang kabut, sementara Sang Penyair tidak peduli dengan konsekuensi yang akan terjadi. 

Suasana semakin kacau balau di luar, Sang Penyair semakin jauh dan dalam membuka Kitab Lawas itu, tenggelam dalam mantra-mantra, Sang Penyair semakin jauh dari akal sehatnya. Lilin di depannya seketika mati, jemari Sang Penyair telah sampai pada lembar yang Ia cari. Beberapa detik bergelap gulita, cahaya putih tiba-tiba memenuhi Goa itu, bersamaan dengan cahaya itu muncul sosok berjubah biru dengan bunga mawar di tangan kanannya. Sosok itu tersenyum begitu semringah, sembari berjalan ke arah Sang Penyair berada. 

"Tidak Kukira, dunia sudah begitu berubah." Sosok berjubah biru itu mendekat, Sang Penyair bisa menghirup sebuah aroma yang begitu harum memekakkan indra penciumannya. 

"Kau, adalah seorang Penyair yang patah hati?" Sosok berjubah biru itu bertanya, Sang Penyair mengangguk pelan. 

"Lihatlah, dunia benar-benar berubah. Manusia juga terseret ke dalamnya. Terakhir kali Aku dipanggil adalah ketika umat manusia ingin Aku membantu mereka menghentikan matahari yang meradang tanpa henti. Kini, Kau memanggilku, untuk apa?" 

Sang Penyair ragu-ragu menjawab, terdiam sejenak. Ingatan tentang sang perempuan pujaannya, tentang cintanya yang tidak berbalas, tentang penghakiman, cacian, yang dilakukan orang-orang kepadanya saat ini kemudian menghapus keraguannya. 

"Aku...Ingin semua manusia tidak pernah merasakan cinta. Aku, ingin memberikan mereka sebuah hujan yang panjang." Sang Penyair berkata tegas. 

Goa itu hening sejenak, udara semakin kencang berembus, sedangkan keadaan di luar jauh lebih kacau. Pohon-pohon mulai tumbang, jalanan kacau balau, orang-orang berlarian sana-sini. Bencana terbesar sebentar lagi menimpa mereka. 

Sosok berjubah biru itu tersenyum, "Tentu, Kau boleh meminta apa pun dengan kitab ini. Namun, boleh Aku tahu alasannya?" 

Sang Penyair mengembuskan napas, kembali mengingat hal-hal menyakitkan yang dia alami. Mencintai seseorang, menulis puisi tentangnya, menjaganya dengan kata-kata, tetapi cinta yang Ia punya tidak kunjung berbuah indah. 

"Aku mencintai seorang perempuan, Dia sangat cantik, elok berbicara dan berperilaku. Aku benar-benar mencintainya. Namun Dia tidak kunjung mengerti kata-kata yang kutuliskan, Dia acuh tak acuh, tak pernah melihatku sekalipun." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun