Mohon tunggu...
Syabab al Fariamani
Syabab al Fariamani Mohon Tunggu... -

Mahasiswa FK UNAND Ideological No Anarchy No Compromise

Selanjutnya

Tutup

Politik

Salafi : Kami Menolak Negara Agama (Contoh sebuah Gerakan yang sudah terkontaminasi Ide Demokrasi)

23 Desember 2011   08:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:51 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Emad Abdel Ghafour adalah Pemilmpin Partai Al Nour, partai utama Salafi di Mesir. Al Nour lahir setelah Partai Kebebasan dan Keadilan yag didirikan oleh Jamaah Ikhwanul Muslimin dengan 35-40 persen suara dalam dua putaran pertama pemilihan parlemen Mesir.

Munculnya Partai Al Nour sangat mengejutkan bagi banyak kalangan terutama di luar Mesir. Selama ini, tidak pernah ada wacana, bahwa Salafi akan mendirikan partai politik, dan hampir tidak mengenal politik, karena mereka menganggap partai politik sebagai sebuah “bid’ah”. Mereka juga tidak begitu tertarik berpartisipasi dalam politik dan hanya terfokus pada kegiatan dakwah, dan mendidik umat mengenal Islam dan mendalaminya.

Gerakan Salafi sebagai gerakan ideologi (Islam) lebih fokus melalui pendidikan dan pembinaan umat Islam, terutama mendidik generasi muda muslim, agar mereka mengikuti jejak para generasi pertama salaf, yang benar-benar hanya mengutamakan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhamad shallahu alaihi wassalam.

Gerakan Salafi, sebagai gerakan sosial dan politik, dianggap sebagai fenomena baru. Setelah perang 1967 melawan Israel, dan kekalahan yang sangat telak yang dialami Presiden Nasser, yang menganut Pan Arabisme dan Sosialisme, dan kemudian rakyat Mesir kembali kepada Islam. Pan Arabisme dan Sosialisme yang dicanangkan Jenderal Gamal Abdul Nasser mereka tinggalkan. Rakyat kembali kepada Islam. Ada kecenderungan rakyat Mesir, menolak segala bentuk ideologi sekuler.

Segera setelah itu, Salaf sebagai sebuah gerakan dakwah. Salafi di Mesir yang terdiri dari dari beberapa kelompok gerakan itu, fokus pada ajaran agama Islam dari perspektif yang lebih mengedepankan aqidah, tauhid, dan penegakkan syariah Islam secara tegas. Salafi mengajarkan agar umat mengikuti jejak generasi awal (para sahabat) pertama Nabi Shallahu alaihi wassalam. Bahkan dalam penampilan pribadi dan berpakaian.

Setelah revolusi 25 Januari 2011, Salafi membuat perubahan besar, yang tidak pernah terprediksi sebelumnya dengan memutuskan berpartisipasi dalam politik, dalam rangka menjaga nilai-nilai dan identitas Islam . Mereka membentuk beberapa partai politik, dan yang paling menonjol adalah Al Nour. Setelah pemilu terakhir, di mana mereka memenangkan sekitar seperempat dari suara, kelompok ini dianggap sebagai kekuatan politik kedua di Mesir, sesudah Ikhwanul Muslim Mesir yang paling populer.

Salafi dan Al Nour pada dasarnya dipandang sebagai kelompok politik diangggap Barat sebagai kekuatan yang “ultrakonservatif” yang mengancam sifat toleran dari ajaran Islam di Mesir, serta membuat takut perempuan, Koptik, dan kelompok sekuler.

Tokoh Salafi, Emad Abdel Ghafour setelah lulus sebagai dokter pada tahun 1983, ia telah tinggal dan bekerja di Arab Saudi, Qatar, dan Turki. Meskipun ia sering pulang dan mengunjungi Mesir.

Setelah revolusi, Emat memimpin gerakan dikalangan Salafi, mengkonsolidasi serta membangun kesepakatan di antara para sarjana dan aktivis tentang perlunya partisipasi politik dari kelompok Salafi ‘. Emat menjadi memimpin para pendiri Partai Al Nour dan menjadi presiden pertama.

Al Jazeera Alaa Bayoumi diwawancarai Emad Abdel Ghafour di Kairo, tentang masa depan kebijakan luar negeri Mesir, krisis saat ini, agama, dan banyak isu lainnya yang sangat peka di Mesir.

Aljazeera : Bagaimana menurut anda masa depan kebijakan luar negeri Mesir?

Emat Abdel Ghafour : Mesir adalah negara yang memiliki posisi yang sangat strategis dan berpengaruh dikawasan Timur Tengah. Mesir memiliki peran utama dibidang budaya dan agama. Mesir juga memiliki peran sentral, ketika terjadi krisis, dan untuk mencapai solusi bagi konflik Timur Tengah.

Jika Mesir kuat, secara politik stabil, dan ekonomi maju, akan mampu membuat pemerintah Israel mempertimbangkan kembali posisinya sebelum melakukan petualangan politik dan militer di kawasan Timur Tengah.

Dengan latar belakang budaya Mesir yang sangat kuat, jika rakyatnya memiliki kebebasan, pasti akan membuat Israel segera mengambil langkah mencapai solusi akhir, bagi masalah Palestina, dan memberi rakyat Palestina kemerdekaan.

Aljazeera : Apakah Anda mendukung solusi dua negara?

Emad Abdel Ghafour : Kami menerima apa yang diterima Palestina dan kami akan menerima apa yang mereka akan menerima.

Aljazeera : Apakah Al Nour berusaha membatalkan atau mengubah Perjanjian Perdamaian Mesir-Israel?

Emad Abdel Ghafour : Ketika Mesir telah menandatangani semua perjanjian dengan Israel, kita harus menghormati mereka dan kita bisa menuntut implementasi perjanjian dengan mereka. Ada banyak artikel dalam perjanjian damai yang belum diaktifkan (diwujudkan), seperti memecahkan masalah Palestina, memberikan hak Palestina menentukan nasib sendiri, aturan sendiri, dan pembentukan negara Palestina di atas tanah Palestina. Ini adalah banyak artikel yang, jika diwujdukan akan membuat rakyat Palestina merasa mereka diuntungkan dari proses damai.

Aljazeera : Beberapa kalangan khawatir bahwa Anda akan mendorong kebijakan luar negeri yang lebih konfrontatif (antognis) terhadap Israel dan Barat. Apa tanggapan Anda?

Emad Abdel Ghafour : Itu tidak benar. Rezim sebelumnya adalah faktor yang menyebabkan Mesir hanya menjalin hubungan baik hanya dengan satu negara, yaitu Amerika Serikat. Di mana Amerika Serikat terus menunjukkan sikapnya yang konfrontatif (antagonis) dengan seluruh dunia. Kepentingan kami hilang dan diabaikan, ketika datang ke hubungan dengan negara-negara seperti Jepang dan Cina.

Saya menerima surat dari duta besar Jepang mengeluh tentang kurangnya kerjasama ekonomi antara Mesir dan negaranya. Meskipun fakta bahwa pemerintah telah menyiapkan dana untuk mendorong perdagangan dengan Mesir. Jelas bahwa hubungan kita dengan negara-negara seperti Jepang terlantar, karena rezim sebelumnya difokuskan pada penguatan hubungannya hanya dengan AS.

Aljazeera : Jadi bagaimana Anda melihat hubungan masa depan dengan AS?

Emad Abdel Ghafour : Kami telah bertemu dengan beberapa pejabat dari Kedutaan Besar Amerika yang mengunjungi kami di kantor. Kami juga dikunjungi oleh sejumlah besar duta besar asing. Kami menyambut dialog dan tidak memiliki rahasia. Menteri Luar Negeri Amerika Hallary Clinton, mengatakan ia menyambut dialog dengan kelompok-kelompok politik yang menghormati demokrasi. “Kami menolak pemerintahan teokratis (agama),” kata Emad Abdel Ghafour.

Saya ingin orang-orang membedakan antara Salafi sebagai kelompok agama dan Partai Al-Nour sebagai kelompok politik. Kami berkomitmen membentuk konstitusi, di mana semua warga negara adalah sama. Kami mengatakan bahwa non-muslim memiliki hak untuk dicalonkan sebagai presiden atau anggota parlemen. Kami sebagai pihak memiliki hak mendukung atau tidak mendukung pencalonan tersebut. Setiap warga negara memiliki hak mencalonkan diri untuk setiap jabatan, dan jika partai saya dinominasikan oleh Kristen Koptik, mereka memiliki hak untuk melakukannya.

Aljazeera : Apakah ini berarti Anda akan mencalonkan seorang Koptik untuk presiden?

Emad Abdel Ghafour : Partai didasarkan pada prinsip-prinsip Islam dan mayoritas anggota partai percaya, prioritas kami adalah memilih presiden yang tertarik dalam memimpin Mesir dengan cara yang kita pilih. Saya percaya kehendak mayoritas anggota partai akan memilih seorang Muslim untuk dinominasikan sebagai presiden.

Aljazeera : Bagaimana hubungan Anda dengan kekuatan-kekuatan liberal dan sekuler di Mesir?

Emad Abdel Ghafour : Sejak hari pertama partai kami didirikan, kami mengumumkan kesiapan kita berkoalisi dengan setiap kecenderungan politik atau kelompok selama kita setuju dengan mereka pada tujuan dan sarana kerjasama kami. Kami menyambut setiap kerjasama yang didasarkan pada aturan politik yang transparan dan jelas.

Selain itu, periode saat ini pada situasi yang sensitif, dan kami ingin pemerintah baru, nantinya menjadi pemerintah persatuan nasional yang mewakili semua komponen masyarakat Mesir. Saya percaya pihak yang menang sekitar 4 persen suara harus terwakili di pemerintahan.

Aljazeera : Perubahan apa yang akan Anda inginkan dalam konstitusi baru?

Emad Abdel Ghafour : Konstitusi yang akan disusun akan dekat dengan konstitusi 1971. Setiap perubahan akan terbatas dan terkait dengan sifat dari rezim politik. Apakah itu presidensiil atau anggota akan memilih sistem parlementer. Dalam hal ini, saya yakin mayoritas tertarik dalam rezim parlementer (sipil).

Aljazeera : Apa peran ulama dalam situasi politik Mesir yang baru?

Emad Abdel Ghafour : Kami menolak pemerintahan teokratis (agama). Kami menentang ide tersebut. Jika ada masalah yang membutuhkan pendapat ulama, kita akan meminta pendapat mereka.

Aljazeera : Bagaimana dengan peran militer, karena akan disusun dalam konstitusi baru?

Emad Abdel Ghafour : Semua kekuatan politik harus memiliki komitmen yang mendalam untuk menyepakati masalah ini. Militer harus disingkirkan. Tidak lagi menjadi pemegang otoritas kekuasasan. Memang, militer adalah lembaga besar dan sensitif. Tapi, harus tunduk kepada kehendak rakyat (sipil). Hal ini juga harus memiliki aturan khusus, ketika menyangkut masalah keamanan nasional dan isu-isu sensitif.

Aljazeera : Apakah Anda menuntut menteri sipil untuk departemen pertahanan?

Emad Abdel Ghafour : Ini adalah sulit pada periode sekarang.

Aljazeera : Apakah Anda mendiskusikan anggaran militer sebelum parlemen?

Emad Abdel Ghafour : Kami harus mempelajari konstitusi lain, dan bagaimana mereka menangani masalah ini. Mungkin akan ada sebuah komite khusus untuk membahas anggaran militer dalam rangka untuk tidak mengecewakan kepentingan keamanan nasional atau reputasi militer. Tapi itu harus tunduk kepada demokrasi dan kehendak rakyat.

Aljazeera : Apakah Anda melihat peran politik militer di masa depan?

Emad Abdel Ghafour : Saya tidak berpikir peran militer, seperti memiliki dukungan di antara kekuatan politik. Militer akan memiliki peran alaminya. Namun, modus Turki terkenal ditolak oleh semua kekuatan politik Mesir.

Aljazeera : Bagaimana Anda melihat krisis politik di Mesir?

Emad Abdel Ghafour : Militer adalah institusi terkemuka dan kami bangga akan hal itu. Tapi, itu tidak memenuhi syarat bagi pemerintahan sipil. Para pemimpin militer mengakui bahwa mereka dipaksa mengambil peran yang mereka tidak yang tidak mereka harapkan.

Mereka mengambil tugas besar itu dengan keberanian dan rasa tanggung jawab. Dalam keadaan seperti itu, bahwa mereka akan membuat kesalahan, karena mereka tidak siap mengurus peran itu. Kesalahan terjadi. Selain itu, beberapa pasukan domestik dan asing telah mencoba mendorong antara rakyat dan militer.

Aljazeera : Apakah Anda menawarkan solusi untuk krisis seperti itu?

Emad Abdel Ghafour : Kami telah menyarankan beberapa solusi dan kami mendiskusikan dengan mereka. Mereka mungkin menerima atau menolak. Saya pikir mereka yang ideal dan kami akan menunggu dan melihat.

Aljazeera : Apakah solusi tersebut termasuk menyerahkan kewenangan ke pemerintah sipil segera?

Emad Abdel Ghafour : Sebuah transfer kewenangan yang cepat kepada pemerintahan sipil adalah satu-satunya solusi.

Aljazeera : Apakah Anda ingin kabinet baru (pemerintahan baru) dari yang saat ini dipimpin oleh Perdana Menteri Kamal El-Ganzouri?

Emad Abdel Ghafour : Ya.

Aljazeera : Haruskah kabinet tersebut dibentuk oleh partai-partai yang menang dalam pemilu?

Emad Abdel Ghafour : Tentu saja, saya mengatakan bahwa setelah pemilihan parlemen, otoritas kekuasaan harus diserahkan.

Kita tidak harus menunggu sampai 30 Juni. Kita bisa menyelesaikan segalanya pada 10 Januari. Kita harus mengakhiri semua ini.

Eljazeera : Apakah kemungkinan koalisi antara Ikhwanul Muslimin dan Salafi di parlemen baru dan kabinet yang akan mendiskriminasi golongan lain.

Emad Abdel Ghafour : Sebuah koalisi antara Ikhwanul Muslimin dan Salafi sangat jauh. Sebuah koalisi antara semua kekuatan politik yang lebih realistis.

Aljazeeera : Bagaimana Anda menjelaskan popularitas partai Anda, meskipun fakta bahwa itu hanya dibentuk Mei lalu?

Emad Abdel Ghafour : Orang-orang sudah muak dengan partai-partai lama, dan Salafi lebih populer daripada Ikhwanul Muslimin. Selain itu, kampanye media yang parah dan serangan terhadap kita meningkatkan simpati masyarakat dan dukungan bagi kami.

Kami juga populer karena kegiatan sosial dalam membantu orang miskin, orang sakit dan yang membutuhkan. Kami memimpin orang-orang dalam acara keagamaan dan menasihati mereka. Saya menyarankan orang-orang, sebelum revolusi, mereka harus berpartisipasi dalam politik untuk melindungi kepentingan mereka.

Kami memiliki lebih dari 100.000 kader dalam kegiatan partai, dan jumlah basis pemilih kami adalah sekitar 8-9 juta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun