Mohon tunggu...
ALFAREJA SANGAJI
ALFAREJA SANGAJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Babussalam Sula, Malut

Kemanusiaan adalah satu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketuhanan yang Maha Esa, Sentimen Agama, dan Media Sosial

19 Juli 2022   02:00 Diperbarui: 19 Juli 2022   02:03 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan..!!

Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan, Tuhannya sendiri. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Bertuhan secara kebudayaan tanpa "egoisme agama". Bung Karno. 

Apa yang kemudian disampaikan oleh Bung Karno, pada Pidato Lahirnya Pancasila yang ia tawarkan sebagai Dasar Negara pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, pada prinsipnya telah jelas-benderang, bahwa kemudian kebebasan dan kesetaraan tiap-tiap umat beragama yang ada di Indonesia berhak menjalankan ibadat serta keyakinan sesuai ajarannya masing-masing dengan tidak mencampuri agama-agama yang lain, apalagi sampai memunculkan sentimen antar umat beragama. 

Bahwa proses inipun merupakan suatu kristalisasi dan juga sintesis dari perjalanan dan perjuangan panjang bangsa Indonesia, yang semestinya harus dijaga, serta dikembangkan dan di dilestarikan. Namun untuk dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya tidak bisa dengan melepas-pisahkan dari sejarah perjalanan bangsa.

Polemik sentimen agama yang kemudian terjadi saat ini, kita seperti hendak kembali ingin menghadirkan gejolak baru, membuka kran pertikaian-pertikaian masa lalu, yang hanya akan memunculkan konflik dalam hidup berbangsa dan bernegara. 

Sebab hal ini telah terselesaikan dengan ikhtikad baik para pendiri bangsa, sebagaimana Bung Karno sampaikan dalam pidatonya untuk menjawab pertikaian golongan di masa sidang-sidang tersebut yakni mencari "persetujuan paham" yang dikehendaki bersama. 

Semestinya nilai-nilai dalam hidup berbangsa yang telah diwariskan oleh para pendiri, budaya dan warisan bangsa, harusnya dijaga, dilestarikan demi ketentraman dan keutuhan hidup bernegara. Hal ini dibutuhkan kesadaran yang tinggi semua elemen bangsa sangatlah penting, baik masyarakat, kelompok sosial dan elemen penyelenggara negara.

Belum lagi dengan kemajuan teknologi, yang telah membuka ruang serta menghubungkan interaksi masyarakat diberbagai wilayah yang ada di Indonesia, dengan demikian sangatlah cepat informasi dapat di ketahui dan di konsumsi oleh masyarakat yang berbeda rumpun maupun wilayah. 

Tentu, hal ini sangatlah baik, karena menyediakan satu ruang untuk masyarakat diberbagai wilayah yang berbeda saling berinteraksi, berdiskusi, bertukar pikiran serta melahirkan wacana baru kemajuan. 

Namun hal ini juga tidak dikelola dengan baik, maka akan melahirkan dampak negatif tersendiri, lebih lagi kala penyajian sentimen negatif dalam narasi egoisme agama, saling menjelek-jelekkan menghina agama yang satu dengan yang lain, terlebih sangat tidak logis ketika kemudian hal ini datang dari kalangan intelektual di media-media sosial.

Apalagi hari ini, media sosial tengah ramai diisi dan dibuat kisruh dengan membanjirnya fake account lewat penyajian sentimen agama, penghinaan, yang sengaja memompa emosional publik untuk menciptakan konflik antar umat beragama oleh oknum maupun kelompok dengan tidak bertanggung jawab, lebih fatal lagi di manfaatkan oleh elit-elit berkepentingan dengan tanpa memikirkan dan melihat konflik yang akan terjadi, dan hal ini tanpa kita sadari, telah mengikis sedikit demi sedikit serta mereduksi nilai-nilai hidup bangsa, dalam segi keharmonisan dan kerukunan umat beragama.

Hal ini tentu diperlukan langkah kolaborasi dari semua elemen bangsa untuk membuat satu terobosan baik dengan gerakan edukasi, menumbuhkan kesadaran moral, untuk menetralisir pengaruh maupun pembersihan fake account tersebut secepat dan tepat mungkin. 

Sebab kemudian persoalan ini apabila terus dibiarkan melebar, sudah barang tentu, kita sedang memelihara dan membiarkan benih konflik antar umat beragama dalam motif tindakan yang tidak mencerminkan jati diri bangsa, lewat sentimen agama pada media sosial oleh fake account yang terus-menerus merongrong kehidupan bernegara.

Kita seharusnya sadar dan banyak belajar dari berbagai pengalaman masa lalu yang pernah menimpa bangsa ini, bahwa apa yang pernah terjadi masih menyisahkan luka dan trauma tersendiri dari konflik beragama sangatlah tragis. 

Tentu, respon aktif sangatlah penting, dengan memberikan edukasi-edukasi, baik lewat literasi, ulasan-ulasan edukasi pada berbagai media sosial (konten) dalam menetralisir sentimen oleh beragam fake account di beranda media sosial, tentu hal ini diperlukan kolaborasi aktif dari semua elemen maupun kalangan.

Bertuhanlah secara kebudayaan..!!.. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun