Mohon tunggu...
Alfaraby
Alfaraby Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Guru BK yang Benar-benar "Memadrasahkan" Madrasah

17 September 2018   07:07 Diperbarui: 18 September 2018   19:33 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ntar malam main ya?"

"Jam berapa?"

"Abis maghrib aja"

"Wah jangan, gak boleh keluar aku kalau abis maghrib, disuruh ngaji (baca al-Qu'an)"

Kurang lebih seperti itulah perbincangan para pemuda-pemuda dulu. Ya, tentunya sebelum mereka mengenal makhluk yang bernama "Android". Mereka secara tidak sengaja, terlatih untuk istiqomah mengaji. Bukan hanya itu, para orang tua mereka juga tegas dan keras untuk masalah tersebut. 

Seola-olah kehidupan mereka dulu itu sangat berimbang, di pagi hari, mereka menyuruh bahkan memaksa anak-anaknya untuk sekolah, tak peduli di mana anak mereka sekolah, yang terpenting mereka lega ketika melihat anak-anaknya berseragam, membawa tas dan berpamitan untuk bertolak ke sekolah. 

Di sore hari, mereka kembali menyuruh anak-anaknya untuk pergi ke TPQ atau Madrasa Diniyah untuk belajar ilmu agama. Di malam hari, tepatnya setelah maghrib mereka seakan mengurung putra-putrinya di dalam rumah untuk membaca Al-Qur'an hingga tiba waktu isya'. Setelah isya, mereka bisa bermain di jalanan-jalanan perkampungan bersama teman-teman sebayanya.

Nah, konsep seperti itulah yang harus dibudayakan kembali pada siswa-siswi madrasah khususnya. Sebagaiman kita ketahui bahwasannya fungsi guru Bimbingan Konseling adalah:

Pertama, yaitu pemahaman terhadap diri dan lingkungan. Kelemahan dari siswa-siswi era kini adalah, kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan atau merajalelanya sikap cuekisme. Penyebab utamanya bukan lain adalah makhluk yang bernama "Smartphone". Mereka merasa memiliki dunia sendiri di dalam genggamannya, sehingga mereka cuek dengan lingkungan sekitarnya.

Kedua, pencegahan dari permasalahan. Nah jika tadi kita membahas mengenai sikap cuekisme dari siswa-siswi, sekarang kita juga harus menghilangkan sikap tersebut dari diri guru BK itu sendiri. Yang bisa terjangkit pengaruh buruk smartphone bukan hanya para pelajar, tapi guru pun bisa terjangkit. 

Guru BK jangan hanya duduk santai di ruangan sambil menunggu adanya laporan atau bahkan menunggu sampai terjadinya sebuah permasalahan serius pada siswanya, tapi juga jadilah guru BK yang aktif dan tanggap dalam pencegahan segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Apa solusi terbaik dalam pencegahan? Kenalkan mereka lebih mendalam terhadap agama mereka (Islam). 

Bukan lagi sekedar teori, karena teori itu tugas guru mata pelajaran, tapi langsung pada praktek. Kasih pencerahan pada mereka, ajak mereka untuk giat beribadah dalam kondisi apapun, yang tak kalah penting juga, ingatkan mereka untuk menjaga sholat lima waktu dengan konsisten (istiqomah). Dengan semakin dalam pemahaman mereka terhadap agama, mereka akan merasa terawasi setiap saat.

Ketiga, pengentasan dari suatu permasalahan. Bila sudah terjadi suatu permasalahan, maka tugas guru BK adalah mengentas mereka dari permasalahan tersebut. Yang perlu diingat dalam tahap ini adalah jangan terburu-buru menjatuhi hukuman tanpa adanya assessment terlebih dahulu. 

Apa itu assessment? Assessment adalah mencari tahu apa penyebab si anak tersebut bisa melakukan hal tersebut, atau bisa masuk dalam permasalahan tersebut. Setelah assessment telah benar-benar dilakukan, maka guru BK harus memberi suatu solusi agar dia bisa menyelesaikan permasalahannya. 

Kembali di sini sangat penting bagi guru BK untuk memberi pengertian lebih mendalam pada siswa tersebut mengenai Islam. Suruh mereka untuk lebih dekat pada Tuhannya, jangan takut dibilang kolot atau kuno, yakinlah bahwa agama memang jalan keluar dari setiap permasalahan. Itu ajaran agama, anda harus yakin dan percaya diri dalam menjalankan agama anda sendiri.

Keempat, pemeliharaan dan pengembangan potensi. Dulu saat saya masih duduk di bangku Aliyah. Guru BK saya paling rajin masalah pemberangkatan siswanya untuk mengikuti perlombaan-perlombaan di berbagai tempat. Beliau seolah-olah menjadi ayah dari setiap siswa-siswi yang sering mengikuti perlombaan. 

Pernah suatu ketika, saya diberangkatkan oleh sekolah untuk mengikuti event perlombaan di UIN Malang, malangnya disaat kita hendak berangkat, proses pencairan dana dari sekolahan macet. Namun, guru BK tersebut dengan berani mengantarkan kami dengan mobilnya sendiri ke Malang, bukan lain hal tersebut beliau lakukan demi kelancaran kami dalam mengembangkan potensi yang kami miliki dalam event perlombaan tersebut.  

Yang terakhir adalah advokasi. Pernah suatu ketika handphone saya dirampas oleh guru olahraga, tentunya saat sedang jam olahraga. Namun malangnya saya adalah handphone tersebut disitia bukan karena saya menggunakannya di tengah-tengah jam pelajaran, tapi dipakai teman saya (tanpa seizin saya) saat jam pelajaran. Saya pun langsung merasa keberatan, saya membawa kasus ini langsung pada guru BK, saya ceritakan secara detail kejadiannya. 

Singkat cerita, guru BK tersebut langsung menghubungi guru yang menyita HP saya tadi, dan meminta agar HP saya dikembalikan. Akhirnya yang mendapat teguran keras adalah teman saya, karena dia lah yang bersalah. Itulah proses advokasi yang dilakukan guru BK saya, lihat bagaimana beliau menanggapi sebuah kasus, cepat tapi juga tepat sasaran.

Seperti itulah seharusnya guru BK di madrasah, harus ada daya pembeda dengan guru BK yang ada di sekolah non-madrasah. Anda sebagai muslim pasti tahu bagaimana para ulama-ulama salaf dulu sukses dalam pendidikannya (mencari ilmu), mereka bermodalkan budaya-budaya islami, bukan budaya-budaya atau teori-teori barat.

Sebagai penutup, saya akan sedikit bercerita bagaimana Rasulullah (seolah) menjadi konselor bagi salah satu anak Yatim. Di suatu hari raya Idul Fitri, Rasulullah ketika keluar dari masjid setelah usai menjalankan sholat Ied, melihat ada satu anak yatim yang hanya duduk termenung di serambi masjid, sementara teman-teman sebayanya pada bermainan asyik di depan masjid. 

Rasulullah pun bertanya pada si anak, "Kenapa kamu hanya duduk termenung di sini? Kenapa tidak ikut bermain bersama teman-temanmu?" si anak yang belum mengetahui bahwa yang bertanya sebenarnya adalah Rasulullah menjawab "iya paman, saya yatim. Dan saya tidak punya barang-barang baru sebagaimana mereka." 

Rasulullah pun menyahuti dengan lembut "maukah kamu ikut dengan ku dan menjadi adik dari Fathimah binti Rasulillah?" sontak si anak pun menyadari bahwa orang yang berada di hadapannya adalah Rasulullah. Tanpa ragu, si anak langsung menjawab "iya Rasul, saya mau." 

Singkat cerita, si anak tersebut langsung di perlakukan dengan baik oleh rasulullah. Beliau memberi pakaian baru, menghidangkan makanan-makanan, dan yang pasti beliau memberikan setuhan psikologis yang luar biasa kepada si anak tersebut. 

Sejak saat itu, si anak tadi langsung tampil percaya diri di hadapan teman-teman sebayanya, dia hidup bahagia, dan bisa asyik bermain dengan teman-teman sebayanya. Seperti itulah Rasulullah mendidik, dan mengayomi umatnya, siapapun itu. 

Nah, para guru BK khususnya, saya rasa cukup mengambil teori dari Rasulullah tadi, tak perlu repot-repot mencari teori-teori atau panutan-panutan barat, yang notabene tidak mencerminkan keislaman. Itu mungkin dari saya, sekali lagi, mari budayakan kembali tradisi islam kepada siswa-siswi kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun