Mohon tunggu...
Alfarabi ShidqiAhmadi
Alfarabi ShidqiAhmadi Mohon Tunggu... Guru - ibnu hamid

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan angkatan 2016

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita Masih Primitif, Kita Gagal Memahami Perbedaan?

19 Desember 2018   13:52 Diperbarui: 19 Desember 2018   14:00 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
surabaya.tribunnews.com

Muhammad Khaidir, Mahasiswa Universitas Indonesia Timur berniat untuk melaksanakan Shalat di salah satu masjid tepatnya di kawasan Bajeng, kabupaten Gowa. Pada saat itu, pintu masjid dalam kondisi tertutup, lantas Khaidir menuju ke rumah salah seorang warga berniat untuk meminta dibukakan pintu masjidnya, dengan cara mengetuk pintu rumah warga tersebut. 

Namun, respon warga tersebut sungguh di luar dugaan, entah karena cara mengetuk pintunya yang salah atau karena hal lain, dia langsung menduga bahwa Khaidir adalah pencuri. 

Lantas warga tersebut melapor ke salah satu marbot masjid bahwa ada pencuri di masjid. Marbot masjid pun mengumumkan kehadiran pencuri tersebut melalui pengeras suara masjid. Sontak warga pun berbondong-bondong dating ke masjid untuk melakukan pengeroyokan terhadap Khaidir hingga tewas.

Pemberitaan mengenai kejadian tersebut sudah kita dengar melalui berbagai media informasi yang ada. Berbagai komentar berdasarkan beragam sudut pandang dan perspektif pun telah banyak dilontarkan. 

Dari berbagai komentar yang ada, penulis akan mengangkat sisi primitifnya peradaban 'sebagian' bangsa kita. Kejadian tersebut merupakan salah satu bukti nyata betapa primitifnya peradaban kita. Banyak sekali kejadian-kejadian yang mencerminkan buruknya peradaban kehidupan di negeri kita ini, ngeri juga mendengarnya. 

Mulai dari pengeroyokan hingga pembakaran hidup-hidup tukang reparasi amplifier masjid yang disangka pencuri, pembunuhan seorang guru seni budaya di Madura oleh salah seorang muridnya sendiri karena tidak terima pipinya dicoret oleh gurunya dengan spidol, dan yang tak kalah viral pula adalah pengeroyokan salah satu supporter bola di Bandung hingga tewas.

Entah mengapa, seolah kebanyakan warga kita mulai ingin mengambil alih tugas dan fungsi dari 'malaikat pencabut nyawa.' Memukul orang hingga tewas di tempat tak mungkin dilakukan oleh manusia-manusia yang beradab, itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang tak punya rasa kasihan, dan tak beradab. 

Anda pasti pernah melihat orang lain jatuh, atau kecelakaan di jalan, lantas apa yang ada di perasaan anda? Tanpa perlu diperintah, hati anda langsung merasa kasihan, bahkan terkadang ikut membayangkan betapa sakitnya dia. Nah itulah fitrah seorang manusia.

Sulit memang untuk menyamakan peradaban bagsa kita yang sangat beragam, mereka memiliki ciri khas masing-masing. Tapi setidaknya kita semua tetap sama-sama sebagai manusia yang memiliki akal dan perasaan. Kejadian-kejadian nahas yang terjadi di negeri kita kebanyakan memang berangkat dari kegagalan dalam memahami dan menghargai suatu perbedaan.  

Sobat, kita hidup bukan hanya dengan diri kita sendiri saja, bukan hidup bersama hasil copy-paste dari wujud kita yang sama persis dari luar dan dalam. Tapi Tuhan menciptakan kita berbeda-beda, saya rasa kita telah sangat tahu tentang itu, semboyan Negara kita pun mengatakan bahwa kita harus tetap bersatu dalam perbedaan. Lebih spesifik lagi, Islam juga menyatakan bahwa perbedaan di antara umat adalah rahmat. 

Perbedaan merupak suatu yang bersifat pasti, tidak bisa kita tolak itu. Kita tidak harus memaksakan diri untuk sama dengan mereka yang berbeda, kita Cuma perlu memahami mereka yang berbeda, mulai dari cara menyikapi hingga bergaul (bersosial) bersama mereka. tentu pertengkaran secara fisik bukan solusi yang elegan dalam menyelesaikan perselisihan dalam perbedaan bung. 

Apakah anda akan membanting smartphone yang anda pegang disaat mengalami gangguan? Tentu tidak, karena dengan membanting smartphone yang sedang gangguan tersebut malah menambah masalah baru nantinya.  

Memang tidak bisa melulu menyalahkan peradaban masyarakat kita yang mudah tersulut terhadap suatu ancaman. Selain pembenahan akhlak dan peradaban sosial, kita perlu melihat ke atas, perlu dilakukan instropeksi keadilan dan kesetaraan hukum di negeri kita ini. Buruknya moral dan peradaban hanya salah satu faktor terjadinya rentetan kejadian-kejadian tragis yang ada. Faktor lain adalah buruknya keadilan di negeri kita, ditambah lagi dengan rusaknya kepercayaan publik terhadap aparat keamanan.

Mari bersama-sama, kejadian-kejadian nahas yang terjadi ini kita jadikan bahan instropeksi. Singkatnya, kita hidup di Negara yang memilki keragaman yang luar biasa banyaknya. 

Mari perlahan-lahan kita erusaha memhami perbedaan yang ada. Berusaha memposisikan mereka pada tempatnya. Selain itu, mari hidupkan kembali keunggulan kita sebgai manusia yang dianugerahi akal dan perasaan. Perlakukan manusia lain sebagaimana anda ingin diperlakukan. Apapun yang terjadi, anda tidak berhak melakukan kekerasan fisik terhadap siapapun, karena kita hidup di Negara hukum, serahkan semua digaan pelanggaran dan ancaman pada pihak yang berwenang. 

Dan pesan untuk anda yang memiliki tanggung jawab dalam bidang hukum, siapapun anda, tegaknya hukum serta kesetaraan hukum di negeri kita ini berada di pundak anda. Selesaikan kausus dengan melihat kasus dan kejadiannya, jangan melihat sosok pelakunya, yang nantinya akan menjadikan hukum tajam kebawah tumpul keatas.

Wallahua'lam

Alfaqir, Alfarabi Shidiqi Ahmadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun