Mohon tunggu...
Alfarabi ShidqiAhmadi
Alfarabi ShidqiAhmadi Mohon Tunggu... Guru - ibnu hamid

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan angkatan 2016

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyikapi "Bubarkan Banser" dan "Saya Bersama Banser"

26 Oktober 2018   23:27 Diperbarui: 27 Oktober 2018   06:46 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banser Nu by ansorjateng.net

"Saya Bersama Banser"

"Bubarkan Banser"

Ya, kedua statement tersebut sedang menghantui jagad sosial media kita. Siapapun pengguna sosmed, sontak ikut meramaikan salah satu di antara kedua statement yang bersebrangan tersebut. Seolah bangsa kita, terutama umat Islam Indonesia terbelah menjadi dua, karena perbedaan pandangan ataupun tergantung siapa yang diikuti.

Hal ini tentu sudah sering terjadi akhir-akhir ini. Kebetulan pula, sekarang negeri kita sedang memasuki tahun politik, sehingga hampir semua yang terjadi di negeri ini dipolitisasi.

Kekeruhan yang terjadi ini adalah asap yang harus sama-sama kita ketahui apinya. Karena tidak ada asap tanpa api. Berbicara mengenai api berarti kita harus membahas sebab kejadiannya. Sebagaimana yang say a baca dari berbagai sumber berita, kejadian tersebut bermula saat adanya seseorang yang berinisial U tiba-tiba mengibarkan bendera bertuliskan lafadz Tauhid (bendera HTI) pada akhir upacara peringatan Hari Santri di Garut, Jawa Barat. 

Pengibar bendera tersebut pun langsung didatangi beberapa anggota Banser yang berjaga-jaga. Dia didatangi karena melanggar peraturan upacara, yang menyatakan pelarangan membawa bendera apapun selain Merah Putih.

Pria yang diketahui berusia 34 tahun tersebut sempat diajak berkomunikasi beberapa saat dengan Banser. Setelah itu, dia disuruh meninggalkan bendera tersebut, ringkasnya bendera tersebut disita Banser.

Setelah upacara berakhir, ada 3 orang Banser yang membakar bendera tersebut dengan korek api dan beberapa lembar kertas. Ironisnya, proses pembakaran tersebut diabadikan oleh beberapa orang, termasuk dari pihak Banser sendiri. Tak berhenti disitu, proses pembakaran itupun diviralkan melalui media sosial.

Denga viralnya video tersebut, berbagai respon pun dilontarkan banyak pihak. Terutama banyak dari para tokoh agama yang ikut merespon kejadian tersebut dari sudut pandang keislaman dan sudut pandang lainnya. Ada beberapa Ulama yang membenarkan pembakaran tersebut, dengan diperkuat beberapa dalil-dalil keislaman.

Di sisi lain ada juga beberapa ulama yang menentang pembakaran tersebut, tentunya juga dengan menyandarkan pada dalil-dalil keislaman. Tapi, ada juga beberapa ulama yang berusaha menjadi penengah dalam permasalahan ini.

Baiklah, terlepas dari berbagai respon yang saling bersebrangan tersebut. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi kejadian ini. Penulis akan memberikan sebuah jalan keluar bagi para pembaca berdasarkan hasil eksperimen sederhana saya, melalui media sosial dan data-data yang ada.

Pertama, kita harus bersikap adil. Dalam artian, kita harus memposisikan pelaku sebagai oknum. Jadi, kita tidak boleh serta merta menyalahkan Banser secara keorganisasiannya. Bahkan, kita juga tidak bisa menyalahkan HTI sebagai keorganisasiannya, dalam permasalahan ini. Sampai ada keputusan resmi dari hasil penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisian.

Kedua, kita juga tidak bisa membenarkan perbuatan pengibar bendera tersebut. Mengapa? Karena dia telah jelas-jelas melanggar peraturan dalam upacara tersebut, jangankan bendera Tauhid, jika dia mengibarkan bendera PKI pun tetap saja melanggar. Secara jelas peraturan mengatakan bahwa dilarang membawa bendera apapun kecuali bendera Merah Putih. Namun, pada peraturan tersebut tidak ada sanksi yang mengatakan bahwa bendera selain Merah-Putih akan dibakar.

Ketiga, telah kita ketahui bersama, mengenai rilis pernyataan resmi Ansor. Tepatnya pada poin ke enam, singkatnya disitu dijelaskan bahwa pembakaran bendera tersebut melanggar SOP Banser, dan mereka menyerahkan kasus tersebut sepenuhnya pada pihak yang berwajib.

Artinya, pihak Ansor mengakui bahwa apa yang dilakukan ketiga oknum tersebut adalah salah dan melanggar. Nah, kita pun juga harus mengambil sikap yang sama, yaitu meyakini bahwa apa yang dilakukan ke-tiga oknum tersebut jelas-jelas salah dan melanggar.tidak perlu mencari pembenaran lagi.

Keempat, karena kita sudah bisa menganggap bahwa pelakunya adalah oknum, sehingga jangan ada lagi lah statement bubarkan Banser. Mengapa? Karena yang salah adalah oknum, dan jelas-jelas diluar instruksi Banser secara keorganisasian. Sama halnya dengan banyaknya para anggota dewan yang korup, bukan berarti DPR secara kelembagaannya harus bubar kan? Tapi cukup kita bersihkan saja lembaganya dari para koruptor-koruptor tersebut.

Yang terakhir, sembari menutup artikel ini, kita harus tahu, bahwa kita hidup se-tanah air bersama mereka. Setiap yang hidup bersama pasti ada konflik, tidak selalu berjalan mulus. Nah, Tuhan memberikan hikmah yang luar biasa dibalik itu semua, salah satunya adalah mendewasakan bangsa ini dalam mencari jalan keluar dari setiap permasalahan ataupun konflik yang terjadi. 

Pihak yang berwajib telah turun tangan, kita serahkan saja pada mereka kasus ini. Sudahlah, jangan diperkeruh. Prioritaskan keharmonisan dalam berbangsa, karena mau tidak mau, kita bahkan anak cucu kita nanti akan selalu hidup bersama di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Wallahua'lam 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun