Mohon tunggu...
Budi Rist
Budi Rist Mohon Tunggu... -

Sesuatu yang terjauh adalah masa lalu....sesuatu yang terdekat adalah rasa malu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berjanjilah kepadaku...

4 Juni 2012   15:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:24 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tak sadar............

..............

Setelah hari itu, semua jadi terasa asing bagiku. Ingin kutumpahkan saja kemarahanku kepada langit, bumi bahkan seisi jagad raya ini. Apakah benar bila keindahan terenggut, maka pastilah menorehkan luka yang teramat dalam? Apakah keindahan dan kebahagiaan hanya boleh dinikmati dalam sekejap?. Adakah kebahagiaan yang abadi? " Nak zen, hendaknya selalu sabar dalam setiap cobaan yang di berikan tuhan kepada kita. Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah memberi cobaan melebihi batas kekuatan hambanya" kyai Muhyi berkata sambil menatap lekat kepadaku. Kutemukan kesejukan dalam tatapan mata renta itu. Kesejukan sebagai pengobat atas apa yang sedang bergejolak hebat dalam dada ini, dan rasa ini. Ucapan yang selalu terngiang dalam pengantar tangisku yang panjang.

Ruang ICU .........................

Hampir habis air mata ini tertumpah, ketika kulihat disana ujung kasihku terbaring lemas dengan berbagai peralatan yang...ah..entah apa namanya. Catatan kecil yang dibuatnya tentang harapan-harapannya kutemukan pagi itu tergenggam ditangan. Goresan tinta yang terang meminta akan kebahagiaan yang sejati.

..........................................

Semburat mentari pagi mengusap lembut dedaunan pohon yang meliuk perlahan di belai angin semilir. Gembala kambing menggiring ternaknya merumput di padang yang rimbun Kulangkahkan kaki entah kesekian kali menuju  harapan yang bertahun lalu tertinggal. Dihadapanku berdiri nisan berlumut, karena ternyata alam telah setuju untuk menggapainya. Kusingkirkan jatuhan daun yang menutupinya. Lalu dengan lembut kubisikkan kepadanya, " Beristirahatlah dengan tenang dik, mas akan selalu menepati janji untuk selalu mencintai dan menyayangimu sampai kapanpun. Kukecup lembut nisan berlumut itu, perlahan semua gelap,  lamat-lamat kudengar suara gembala kambing, " Tolong mbah zen jatuh...tolong mbah zen jatuh..."

Dan gelap yang dingin menyelimutiku.............

Jogjakarta, 4 Juni 2012

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun