langkah kaki tak pernah berhenti membawa pulang nama
dari hembus angin yang keras menghantam jiwa
ketika tinta tak bisa menutup luka
di tengah keramaian kota
air mata mengalir menyapa dari lorong-lorong kecil yang gundah
mereka bertanya. "Pujangga, mengapa kau menangis?"
aku menjawabnya. "Aku tidak apa-apa."
sepatah jalan aku menatap tak berdaya
mengusir setiap kata-kata dari pohon-pohon tua
yang menemaniku membangun kembali dunia
tanpa makna aku hanyalah kebohongan raga
yang membuatku lupa dari mana asalnya aku berada
dan yang kuingat masa lalu hanyalah tempat berduka
mengingat semua hembus angin yang pernah meninggalkan sajak-sajak tua
tentang kisah yang tak kunjung bernama
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI