Siapa yang tidak tahu nasi goreng? Hampir semua orang pasti tahu dan pernah memakannya. Entah itu nasi goreng buatan ibu sendiri ataupun nasi goreng buatan penjual. Makanan yang satu ini memang selain terkenal enak, proses pembuatannya pun mudah. Maka tak heran apabila hampir seluruh masyarakat mengenalnya, apalagi Indonesia adalah salah satu negara dengan makanan pokoknya berupa nasi.
Ada perdebatan mengenai dari mana nasi goreng berasal. Namun yang paling populer adalah dari Indonesia. Fakta ini boleh kita banggakan, sebab di dunia internasional, nasi goreng dikenal sebagai salah satu makanan terlezat. Di Eropa sendiri banyak dijumpai set menu nasi goreng di restoran dengan penamaannya yang tetap 'nasi goreng', bukan 'fried rice' sebagaimana terjemahannya dalam bahasa Inggris.
Di Indonesia sendiri, nasi goreng bisa dengan mudah ditemukan dimanapun, mulai dari kaki lima sampai ke hotel bintang lima. Tentu pembeda paling mendasar dari nasi goreng kaki lima dengan nasi goreng hotel adalah harganya. Selain itu, biasanya nasi goreng hotel disajikan dengan tampilan (plating) yang lebih cantik. Namun entahlah, saya tidak begitu sering makan nasi goreng mahal tersebut.
Terlepas dari harga dan variannya yang beragam, nasi goreng tetaplah menjadi kuliner yang disukai banyak orang. Makanan yang satu ini juga cocok dihidangkan baik sebagai sarapan maupun makan malam. Namun biasanya, warung nasi goreng kaki lima di Indonesia lebih condong ke waktu sore sampai malam hari. Tentu bukan tanpa alasan. Sejauh yang saya amati, hal tersebut memang karena tuntutan pasar, dalam arti masyarakat kita memang lebih gemar membeli nasi goreng di waktu malam hari.
Masih berdasarkan yang saya amati, para pelanggan nasi goreng terbagi menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah pelanggan yang makan di tempat. Tipe yang kedua adalah pelanggan yang minta nasi gorengnya dibungkus untuk dibawa pulang. Kedua tipe pelanggan ini ada di hampir tiap-tiap warung nasi goreng, terutama yang kaki lima. Lalu mana di antara dua tipe ini yang paling benar? Mari kita bahas.
Sebenarnya cukup sulit menentukan mana yang paling benar, apakah pelanggan nasi goreng yang makan di tempat atau pelanggan yang minta nasi gorengnya dibungkus. Namun, jika melihatnya melalui kacamata subjektif saya sebagai anak muda dengan segala idealismenya, maka tipe pelanggan yang makan di tempat saya rasa lebih baik. Berikut alasan-alasannya kenapa sebaiknya nasi goreng dimakan di tempat, bukan dibungkus untuk dibawa pulang.
Mengurangi sampah
Makan nasi goreng di tempat atau di warungnya langsung terbukti lebih ramah lingkungan daripada yang dibungkus lalu dibawa pulang. Nasi goreng yang dibawa pulang sudah tentu memerlukan bungkus. Bungkus yang saat ini paling umum digunakan oleh tukang nasi goreng di seluruh Indonesia adalah kertas nasi (beberapa daerah menyebutnya kertas minyak). Kertas nasi ini, sebagaimana kertas pada umumnya, terbuat dari pohon. Jadi sudah bisa ditarik kesimpulan, semakin banyak konsumsi kertas, maka semakin banyak pula pohon yang ditebang.
Kita tentu tahu apa akibatnya untuk lingkungan jika banyak pohon yang ditebang. Mulai dari efek rumah kaca yang semakin kuat, kualitas penyerapan air yang menurun, erosi serta berkurangnya tempat tinggal untuk sebagian makhluk hidup. Untungnya ada beberapa produsen kertas minyak yang menggunakan limbah sawit sebagai bahan bakunya, sehingga sedikit lebih ramah lingkungan.
Jika anda masih bersikeras untuk membungkus nasi goreng, saya sarankan agar membawa sendiri tempat makan pribadi anda. Meski kurang praktis, percayalah hal ini membawa anda satu langkah lebih maju dalam melestarikan alam. Karena kalau bukan dari kita sendiri yang mulai, siapa lagi?
Lebih efisien