Belakangan ini, Young Lex, sedang ramai diperbincangkan karena kasus plagiarisme. Young Lex adalah seorang musisi hiphop yang cukup fenomenal di Indonesia, meski kebanyakan karena sensasi. Salah satu kasus yang sedang ramai belakangan ini adalah terkait MV nya yang dianggap plagiat. MV atau Music Video itu dianggap meniru MV Lit dari Lay Exo yang mana sontak membuat para fans militan Exo berbondong-bondong menghujat Young Lex.
Masalah mulai muncul ketika salah satu dari ribuan fans Exo tersebut menghina anak dan istri Young Lex. Young Lex jelas tidak terima, memangnya pria mana yang terima begitu saja anak dan istrinya dihina? Young Lex pun tidak segan untuk memperkarakan hal tersebut ke jalur hukum apabila si penghina tersebut tidak menuruti permintaan Young Lex. Lalu apa yang bisa kita pelajari dari kehebohan ini?
Mengidolakan seseorang atau suatu kelompok tertentu memang sah-sah saja. Alasan bisa mengidolakan seseorang pun banyak. Ada yang mengidolakan karena pada mulanya merasa kagum dengan karya atau jerih payahnya. Ada yang mengidolakan karena attitudenya yang baik atau parasnya yang cantik. Ada pula yang mengidolakan seseorang karena merasa terwakili oleh barang satu atau dua karyanya. Semuanya baik dan tidak masalah selama tidak ketelaluan.
Lalu apa yang dimaksud dengan keterlaluan? Keterlaluan disini adalah mengidolakan secara membabi buta dengan tidak memperhatikan hal-hal lain di sekitarnya. Sudah banyak hal-hal buruk yang terjadi akibat suka atau mengidolakan seseorang (atau mungkin sesuatu) secara berlebihan atau bisa disebut pula sebagai fanatisme.
Fanatisme, seperti yang sudah saya singgung di awal tadi, adalah suatu paham atau perilaku yang menunjukkan ketertarikan terhadap seseorang atau sesuatu secara berlebihan. Objek dari fanatisme sendiri banyak, dari mulai figur publik, tokoh politik, grup band, agama beserta tokoh-tokohnya sampai benda mati ataupun binatang.
Selanjutnya, orang-orang yang fanatik cenderung melihat sesuatu hanya dari satu sisi saja. Objek fanatisme akan selalu terlihat baik dan diagungkan oleh para fansnya yang fanatik. Sehingga segala yang dilakukan oleh si objek ini cenderung tidak ada salah. Ini tentu berdampak tidak baik. Sebagai contoh, seorang tokoh politik memiliki pendukunng yang fanatik.Â
Suatu ketika, si tokoh politik ini membuat kebijakan yang sebenarnya dinilai kurang bijak untuk masyarakat secara keseluruhan, namun karena pendukungnya sangat fanatik sehingga segala kritik akan kebijakan tersebut akan dianggap sebagai 'ketidaksukaan'. Ini  tentu sangat mengkhawatirkan sebab adanya suatu kebijakan semestinya adalah untuk kemaslahatan masyarakat secara umum. Hal yang sama juga berlaku di bidang agama.
Nah, selain yang sudah saya sebutkan diatas, buah buruk fanatisme sebenarnya masihlah sangat banyak. Fanatisme dapat memicu ketersinggungan. Di jaman sekarang, orang mudah tersinggung bukan karena dirinya sendiri, melainkan karena tokoh atau hal yang dia sukai dihina atau dilecehkan, atau setidaknya dia berpikiran seperti itu.
Fanatisme juga mendorong orang untuk berbuat hal yang tidak masuk akal, baik diartikan secara positif maupun negatif. Akan menjadi hal yang positif jika itu bisa menimbulkan manfaat untuk orang lain. Contohnya adalah fans fanatik cenderung rela menghabiskan banyak uang, waktu dan tenaga untuk mendukung idolanya. Itu tentu baik untuk sang idola tersebut, karena selain merasa karyanya diapresiasi, bentuk dukungan seperti itu juga bisa menunjang hidup dan karirnya.
Namun sebaliknya, fanatisme bisa juga mendorong orang untuk berbuat hal-hal yang merugikan orang lain. Mungkin sudah lazim terdengar, apalagi di Indonesia ini, tentang keributan yang terjadi antar pendukung klub sepak bola. Sepak bola yang awalnya merupakan permainan yang bisa menyatukan banyak orang tersebut ternyata memang mampu menyatukan banyak orang, yakni tawuran. Sungguh ironi. Keributan antar supporter tersebut sudah jelas karena sebab fanatisme.
Kasus Young Lex yang dihina keluarganya ini hanyalah salah satu dari sekian banyak kasus yang terjadi baik skala lokal maupun global yang disebabkan oleh fanatisme. Banyak selebriti maupun figur publik yang menjadi korban fanatisme suatu kelompok. Salah satu yang paling menggelitik adalah kasus yang menimpa Pandji Pragiwaksono, seorang pelawak.
Pandji Pragiwaksono sempat diserang banyak orang yang mengaku sebagai komunitas pecinta kucing karena salah satu materi leluconnya yang menyebutkan bahwa kucing adalah hewan gembel. Lelucon tersebut dinilai oleh komunitas pecinta kucing berpotensi membuat masyarakat semakin tidak mempedulikan kucing liar yang ada di jalanan. Pandji sampai harus membuat pernyataan maaf atas kejadian tersebut.
Fanatisme nampaknya bukan hanya masalah bagi warga Indonesia, sebab ternyata di luar negeri pun ada juga kasus-kasus yang terjadi akibat fans yang militan. Seperti yang pernah menimpa Joji, seorang musisi bergenre Lo-fi. Joji dimusuhi oleh fans Kpop karena lagu-lagunya yang dulu dianggap rasis saat masih menggunakan nama Filthy Frank dan bahkan fans Kpop tersebut sampai menaikkan tagar #jojiisoverparty di Twitter.
Kasus ini melebar sampai membawa nama Rich Brian, musisi rap asal Indonesia. Sama seperti Joji, Brian dulunya adalah komedian yang leluconnya dianggap sensitif oleh sebagian orang. Usut punya usut, ternyata kasus tersebut dipicu oleh kecemburuan fans Kpop karena pada saat konser virtual bertajuk Asia Rising Forever yang diadakan oleh label kolektif bernama 88 Rising, idolanya tampil terakhir.
Lalu yang masih hangat pula, kasus pemain catur online asal Indonesia yang diblokir ramai-ramai oleh fans lawan. Pemain catur online asal Indonesia tersebut yang mempunyai nick name Dewa_Kipas diblokir ramai-ramai oleh penonton sekaligus follower lawannya, Gotham Chess akibat tidak terima akan kekalahan idolanya. Sontak netizen Indonesia langsung menyerang balik akun Gotham Chess tersebut sampai akhirnya pemain catur sekaligus live streamer tersebut meminta maaf.
Sebenarnya masih banyak lagi kasus-kasus yang terjadi akibat fanatisme yang berlebihan, baik itu di dunia maya maupun di dunia nyata. Lalu kesimpulan apa yang bisa ditarik dari semua kejadian ini? Cintailah sesuatu sekedarnya saja. Sebab cinta yang berlebih akan membutakan mata, sehingga tidak lagi bisa membedakan mana cahaya yang sekedar terang-menerangi atau cahaya yang bersifat merusak. Wa Allah a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H