Mohon tunggu...
Alfaenawan
Alfaenawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Tata Negara

Berkarya guna Mencerdaskan kehidupan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pemberlakuan Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

25 Januari 2022   16:43 Diperbarui: 25 Januari 2022   16:56 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Alfaenawan

Perubahan sistem penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia mengalami perkembangan yang sangat mendasar. Mulai dari masa orde lama sampai masa reformasi. Pada awal era reformasi Indonesia menjalani amandemen UUD 1945 sampai empat kali pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Adanya empat kali amandemen ini telah banyak membawa perubahan yang mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama berkaitan dengan penataan kelembagaan negara. Amandemen ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan, hal ini dikarenakan keterbatasan ruang dan waktu pada saat UUD diamandemen. UUD yang sudah diamandemen sampai empat kali ternyata masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan. Dengan demikian, sangat penting untuk melakukan amandemen kelima UUD agar sistem ketatanegaraan di Indonesia bisa tersetruktur, sistem demokrasi berjalan dengan sempurna, serta pembagian kekuasaan yang terdistribusikan dengan baik.

 

Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaats) tentunya penyelenggaraan negara juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip hukum seperti adanya pembagian kekuasaan, saat ini Indonesia sudah berkembang dari sistem otokrasi di era orde baru menjadi desentralisasi di era reformasi. Sebelum amandemen MPR mempunyai kekuasaan yang sangat kuat, hal ini dapat dilihat dari UUD 1945 (sebelum perubahan) dalam Pasal 1 Ayat 2 menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR” hal ini menunjukan diberlakukan supremasi parlemen (kedaulatan dilaksanakan oleh parlemen). konsep supremasi parlemen ini ditandai dengan adanya lembaga tertinggi negara dengan menjalankan fungsi parlemen,[2] serta lembaga tersebut memiliki keputusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lainnya (hanya bisa diubah oleh lembaga tertinggi itu sendiri). 

 

Setelah UUD 1945 diamandemen, salah satu tujuannya adalah untuk mempertegas sistem pemerintahan presidensial dan mekanisme check and balances di Indonesia agar berjalan dengan maksimal. Salah satu pasal yang mengalami perubahan adalah pasal 1 ayat 2 berubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar” dengan demikian MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara. Selain itu, fungsi dan kewenangan MPR juga telah dikurangi. Berbagai perubahan dilakukan karena Indonesia tidak lagi menerapkan supremasi parlemen melainkan berubah menjadi supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi artinya segala hal yang berkaitan dengan kedaulatan rakyat harus berpedoman pada UUD.

 

Supremasi parlemen di Indonesia harus diubah karena menyebabkan munculnya berbagai persoalan. Jika melihat sejarah, pertama pada masa orde lama maupun orde baru kedudukan MPR sebagai otoritas tertinggi menimbulkan pemerintahan diktator. Kedua kekuasaan parlemen dan presidensial tidak seimbang, pemakzulan presiden dapat dengan mudah dilakukan oleh parlemen seperti pemakzulan secara politik terhadap Presiden Abdurrahman Wahid. Ketiga MPR sebagai lembaga tertinggi negara menjadikan kedudukan MPR yang tidak lazim, sehingga prinsip check and balances akan sulit diimplementasikan. Keempat, keputusan yang ditetapkan oleh MPR bisa tidak sesuai dengan keinginan rakyat, bahkan terkadang kurang sejalan dengan konstitusi, karena MPR merupakan elit politik yang tidak selalu membuka diskusi publik secara luas. 

 

Amandemen kelima UUD memang perlu dilakukan, walaupun amandemen keempat UUD 1945 sudah menunjukan hasil terhadap perubahan dalam sistem demokrasi. Namun masih mempunyai banyak kekurangan. Perlu diingat bahwa amandemen dilakukan harus dilandasi dengan alasan yang tegas guna memperbaiki dan menyempurnakan sistem ketatanegaraan. Amandemen kelima UUD 1945 akan dilakukan, yang masih dalam wacana untuk memberlakukan Pokok Pokok  Haluan Negara (PPHN) dalam konstitusi. Adapun amandemen UUD dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 37 ayat 1-5 UUD 1945 yang menyatakan bahwa 1) Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR, 2) setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas beserta alasannya, 3) untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR, 4) putusan untuk mengubah pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari seluruh anggota MPR, 5) Khusus mengenai bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun