Mohon tunggu...
Alfa Anisa
Alfa Anisa Mohon Tunggu... Editor - Penulis Blitar

Saat sedang sendirian, lebih suka menikmati waktu untuk berimajinasi, melamun dan menyendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Danyang

25 Maret 2024   23:58 Diperbarui: 26 Maret 2024   18:47 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            "Kakek tua?" Mbah Pingi sedikit kaget dengan ceritaku, barangkali di pikirannya bertanya-tanya siapa kakek tua yang mendatangi mimpi orang asing.

            "Saya penulis lokal konten, Mbah. Barangkali dengan kampung ini yang tertulis dalam sebuah buku, orang-orang kembali percaya dengan adanya roh leluhur, bahkan mungkin Danyang akan sedikit mendapatkan lagi kekuatannya,"

            Ya, setelah ditemui kakek tua dalam mimpi itu aku semakin percaya bahwa petunjuk itu barangkali benar-benar ada. Aku percaya bahwa danyang di kampung ini masih ingin hidup dan membantu kehidupan orang-orang, aku hanyalah penulis yang hanya sebagai perantara.

            Udara dingin tiba-tiba berembus masuk di ruang tamu, dimainkan angin yang ribut, dan suara petir mendadak menggelegar serta aroma hujan seolah kembali menyengat akan segera datang dari kejauhan. "Apa Danyang punya kekuatan untuk mengatur cuaca, Mbah?" tanyaku spontan. Mbah Pingi hanya menatapku dalam diam, lalu tersenyum misterius.

***

            Angin sore menebar wangi bunga kenanga yang tumbuh tegap dan menjulang di sepanjang area masjid. Dengan langkah perlahan, aku memasuki gerbang masjid, tak ada seorang pun sore ini, meskipun hanya duduk atau beraktivitas di masjid.

            Sampai di belakang masjid, aku menemukan bangunan tua yang nyaris rubuh atapnya. Ada nisan berkijing berada di bawahnya dengan cat di sekeliling telah mengelupas meninggalkan noda lapuk cat sisa.

            "Barangkali di sanalah makamnya," gumanku sendirian. Sore itu aku memang sengaja tak mengajak teman atau bahkan Mbah Pingi, karena aku ingin mencari sosok Danyang yang sering disebut-sebut Mbah Pingi.

            Tak lupa aku meminta izin kepada Mbah Abdul, mendekati makamnya lalu  membuka bungkusan dari daun pisang yang berisi kembang ziarah dan menyebarkan di atas nisan. Kulihat juga ada gundukan kembang kenanga yang diletakkan begitu saja. Saat itu aku ingin merapikan kembang tersebut, tiba-tiba ada suara berat yang kukenali muncul di depanku.

            "Jangan dipegang, barangkali ada orang yang sedang mencari jodoh dari cara menebar bunga kenanga di makam leluhur," kata lelaki tua yang ternyata adalah Mbah Pingi.

            Aku melihat sekeliling, semak belukar tumbuh tak beraturan, pohon-pohon terus saja menjatuhkan daun-daun kering, tanpa memedulikan nasib tanah yang telah bertumpuk luka. "Makam ini sebenarnya masih sangat sakral, bahkan terkadang jika tak dijaga dengan baik, akan ada orang-orang tertentu yang memanfaatkan," ucap Mbah Pingi pelan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun