Platform Twitter sempat ramai diperbincangkan lantaran adanya unggahan sebanyak empat tangkapan layar percakapan sebuah grup WhatsApp. Yang menarik grup WhatsApp ini disebut sebagai media komunikasi milik pelajar STM.
Adapun isi percakapan yang diunggah dalam tangkapan layar tersebut seperti ujaran salah seorang pelajar STM yang mengaku tidak dapat pulang ke rumah selepas aksi lantaran tidak memiliki uang.
Padahal, sebelumnya pelajar yang bersangkutan telah dijanjikan bayaran sebelum turun aksi ke jalanan. Beberapa pelajar turut mempertanyakan keberadaan uang sekaligus keberadaan koordinator aksi massa.
Tangkapan layar milik pelajar STM diduga berisi percakapan saat aksi unjuk rasa kemarin yang bertepatan dengan pelantikan anggota DPR RI Periode 2019-2024.
Karena berpotensi menimbulkan polemik di masyarakat, pihak kepolisian langsung bergerak cepat dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka atas kasus grup WhatsApp yang disebut sebagai 'STM ALLBASE'.
Identifikasi terhadap akun penyebar mulai dilakukan. Alhasil, kepolisian merilis pernyataan kepada publik bahwa mereka telah menangkap kreator grup tersebut tepatnya pada kemarin malam.
Tersangka maupun tangkapan layar yang diunggah masih terus diperiksa secara intensif. Meski demikian, ada segelintir warganet yang meragukan keaslian tangkapan layar grup WhatsApp milik pelajar STM.
Untuk memastikan hal tersebut warganet memanfaatkan aplikasi Truecaller. Aplikasi asal Swedia ini mampu mengidentifikasi nomor ponsel seseorang termasuk mengetahui nama penggguna dibalik nomor ponsel yang digunakan di WhatsApp.
Setelah diidentifikasi ternyata beberapa nomor yang berada di grup WhatsApp pelajar STM diduga milik anggota kepolisian. Tangkapan layar percakapan grup WhatsApp pun seketika menjadi viral di media sosial.
Ada yang berpendapat bahwa grup sengaja dibentuk oleh oknum untuk mendiskreditkan pelajar STM. Akan tetapi dapat pula menjadi sebuah rekayasa yang dibuat oleh Truecaller untuk memojokkan aparat keamanan.
Sedikit informasi, aplikasi Truecaller juga digunakan untuk menghindari nomor ponsel asing yang kerap menawarkan layanan asuransi maupun kartu kredit.
Truecaller memperoleh data mengenai nomor ponsel melalui para pengguna yang sudah menandai nomor tersebut dengan label spam sehingga nomor tersebut tidak mampu digunakan lagi untuk melakukan panggilan.
Dilansir dari detikinet, syarat pertama yang mesti dipenuhi pengguna setelah mengunduh Truecaller adalah memberi izin akses aplikasi tersebut untuk mendata seluruh informasi kontak di ponsel penggunanya.
Truecaller bahkan mampu menampung data yang berasal dari 150 juta pengguna aktif harian. Potensi pelanggaran terhadap privasi terbuka lebar. Otoritas Nigeria diketahui tengah melakukan investigasi dalam layanan Truecaller.
Aplikasi ini disebut terlalu berlebihan dalam mengumpulkan data pengguna dan membagikannya kepada pihak ketiga tanpa persetujuan pengguna serta tanpa memberi alasan yang jelas.
Di Nigeria setidaknya terdapat tujuh juta pengguna saat ini. Menyadari ancaman privasi otoritas setempat langsung mengimbau warganya untuk tidak menggunakan Truecaller.
Darurat Keamanan Siber dan Data Pribadi
DPR RI telah membatalkan pengesahan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber atau KKS pada akhir bulan lalu. Pembatalan tidak lepas dari poin-poin dalam RUU KKS yang dinilai kontroversial.
Beberapa poin tersebut antara lain mengancam kebebasan warganet dalam berekspresi, penyadapan oleh pihak terkait semakin mudah untuk dilakukan, serta menghambat perkembangan teknologi dan ekonomi digital tanah air.
Selain RUU KKS, RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) juga tak kunjung disahkan. Padahal, pembahasan mengenai RUU PDP telah berlangsung selama lima tahun.
Beberapa ahli mengungkapkan bahwa RUU KKS maupun RUU PDP penting dalam menjamin keamanan dunia siber di Indonesia mengingat global sedang bergerak menuju era digitalisasi.
Pembahasan kedua RUU mesti dibahas secara bersamaan agar keduanya tidak memiliki pasal karet dan perbedaan antar kedua peraturan tersebut memiliki visi yang jelas.
Berkaca pada kasus tangkapan layar grup WhatsApp milik pelajar STM maupun keberadaan aplikasi Truecaller atau sejenisnya, Indonesia belum memiliki dasar hukum yang cukup kuat.
Tangkapan layar tersebut diklaim sebagai upaya propaganda yang akan menyebabkan perpecahan. Apabila tidak disikapi dengan bijak, kejadian serupa tentu akan bisa terulang kembali.
DPR RI Periode 2019-2024 memiliki tanggung jawab dalam menjawab kepastian hukum keamanan siber tanah air dengan RUU KKS maupun RUU PDP kedepannya.
Malang, 2 Oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H