Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lembar Baru Perang Dagang Jilid II Jepang-Korsel

10 Juli 2019   14:44 Diperbarui: 10 Juli 2019   15:04 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang dagang yang berlangsung antara Amerika Serikat dan China membawa ketidakstabilan kondisi ekonomi global. Belum menunjukkan tanda-tanda bahwa keduanya sepakat untuk mengakhiri konflik ini.

Kondisi global kemungkinan akan kembali dan bahkan makin memanas jika terjadi konflik serupa yang melibatkan negara maju lainnya. Hubungan Jepang dan Korea Selatan kini dalam kondisi yang kurang menguntungkan.

Jepang mengambil kebijakan dengan memperketat izin ekspor terhadap bahan kimia penunjang industri teknologi bagi Korea Selatan terhitung sejak 4 Juli kemarin.

Bahan-bahan kimia penunjang tersebut antara lain photoresist, hydrogen fluoride, dan fluorinated polymides. Jepang memasok sebesar 70 sampai 90 persen terhadap bahan-bahan ini.

Ketiga bahan tersebut biasa digunakan dalam pembuatan layar dan chip smartphone di Korea Selatan. Kabarnya setelah pemberlakuan regulasi ini butuh waktu hingga 90 hari agar ketiga bahan baku mendarat di Korea Selatan.

Dua perusahaan besar asal Korea Selatan yakni Samsung Electronics Co dan SK Hynix Inc mulai mencari alternatif selain mengandalkan bahan yang berasal dari Jepang. SK Hynix mulai mencari pemasok dari China ataupun Taiwan.

Sedangkan Samsung tetap berupaya agar izin ekspor yang akan diterapkan tidak mempersulit transaksi antara pihak Samsung dengan otoritas Jepang.

Pembuat chip asal Korea Selatan sangat bergantung pada Jepang. Dikutip dari detikInet, Samsung merupakan produsen semikonduktor memori terbesar di dunia dimana 20 persen ekspor Korea Selatan berasal dari chip buatan dalam negeri.

Alasannya karena material baru mesti membutuhkan peninjauan dan penelitian lanjutan yang dimana kualitasnya belum tentu sebaik yang berasal dari Jepang. Kebijakan Jepang tentu akan berdampak pada krisis yang dialami perusahaan.

Kebijakan yang dilakukan Jepang ini dinilai sebagai bentuk protes terhadap hasil putusan pengadilan di Korea Selatan pada Oktober tahun lalu. Otoritas Korea Selatan meminta kompensasi bagi mantan buruh paksa saat Perang Dunia II.

Jepang merespon bahwa permasalahan tersebut telah usai saat pemulihan hubungan diplomatik antar keduanya pada 1965 silam. Perlu diketahui hubungan Jepang dan Korea Selatan sering memanas terlebih pada periode 1910 sampai 1945.

Periode itu merupakan sejarah kelam penjajahan Jepang di wilayah Semenanjung Korea. Selain itu, kaum wanita sering diperlakukan dengan tidak manusiawi.

Menyikapi hal ini, netizen Korea Selatan menggaungkan #boycottjapan di media sosial sebagai bentuk protes terhadap Negeri Sakura. Korea Selatan sendiri merupakan negara dengan akses internet tertinggi di dunia.

Terbukti dengan menjamurnya kamp pusat penanganan bagi warga setempat untuk lepas dari kecanduan mengonsumsi internet. Di kamp ini warga akan didorong melakukan aktivitas menyenangkan tanpa melibatkan dunia digital.

Meski tidak menghentikan ekspor material kepada Korea Selatan, kebijakan Jepang berpotensi sangat memukul bagi Negeri Ginseng. Tidak hanya warga Korea Selatan, hampir di seluruh penjuru negeri kini warganya tidak lepas dari smartphone.

Melihat kembali kebelakang penyebab perang dagang antara AS dan China diawali konflik di bidang teknologi. Perusahaan Huawei milik China diklaim melakukan aktivitas spionase terhadap otoritas Amerika Serikat.

Huawei pun masuk dalam daftar hitam dimana perusahaan ini tidak boleh beroperasi. Jepang melihat peluang yang sama dengan apa yang telah dilakukan AS terhadap China.

Ketergantungan Korea Selatan terhadap bahan baku industri teknologi dari Jepang diharapkan mampu mengubah pandangan otoritas setempat. Bukan tidak mungkin konflik antar keduanya akan membawa guncangan terhadap ekonomi global.

Perang dagang di sektor teknologi dalam era digitalisasi perlu diwaspadai. Terlebih ketergantungan terhadap produk andalan suatu negara asing. Ketergantungan ini mampu menjadi bumerang bagi negara importir.

Layak dinanti bagaimana kelanjutan konflik antara Jepang dan Korea Selatan. Apapun yang terjadi, Indonesia mesti mempersiapkan diri dalam menghadapi potensi perang dagang selanjutnya.

Bogor, 10 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun