Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Menahan Sepak Terjang KPK Melalui Penyadapan

2 Juli 2019   11:07 Diperbarui: 3 Juli 2019   04:23 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi(KOMPAS.com/NABILLA TASHANDRA)

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan direncanakan rampung pada awal bulan ini.

RUU ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Badan Legislatif mengatakan RUU Penyadapan dipastikan tidak mengusik kewenangan dan kinerja KPK. Bahkan, aturan internal yang dimiliki KPK kini akan dimasukkan dalam UU Penyadapan sehingga memiliki hukum yang kuat.

Salah satu pembahasan dalam rancangan ini adalah seluruh institusi hukum wajib memperoleh izin melalui pengadilan sebelum melakukan penyadapan. Namun, ketentuan ini tidak berlaku bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, dalam pasal 12 ayat (1) huruf a dimana wewenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dapat dilakukan tanpa perlu memperoleh izin pengadilan.

Melakukan penyadapan harus memperoleh izin terlebih dahulu dinilai akan menghambat kinerja KPK dalam mengusut suatu kasus. Sebelumnya, hasil putusan MK sejak 2009 bahwa audit terkait fungsi penyadapan terhadap KPK dihentikan.

Meski demikian, pihak KPK menyatakan akan menerima kembali audit dari seluruh operator telekomunikasi termasuk juga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Audit atau pemeriksaan secara berkala dalam rangka transparansi diharapkan mampu menjaga tuduhan bahwa KPK melalukan penyadapan ilegal, penyelewengan, ataupun melanggar hukum.

Adanya aturan mengenai tata cara penyadapan melalui UU bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum yang berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).

Rancangan tersebut akan mengatur tata cara penyadapan, batasan waktu penyadapan, sasaran yang disadap, serta perizinan melakukan penyadapan.

Dalam proses pembentukan RUU, sebelumnya terdapat perbedaan pendapat antara DPR dan KPK perihal penghancuran alat bukti penyadapan.

DPR menyatakan hasil penyadapan mesti dihancurkan dalam kurun waktu maksimal dua tahun. Sementara KPK menyatakan hasil penyadapan baru dapat dihancurkan jika kasus tersebut sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

Mekanisme penyadapan di berbagai negara juga memiliki aturan yang mengikat. Misalnya di Belanda, hanya ada satu lembaga yang berwenang secara undang-undang melakukan penyadapan sehingga terpusat di lembaga tersebut.

Di Amerika Serikat, penyadapan dapat dilakukan setelah memperoleh perintah dari pengadilan. Penyadapan dapat dilakukan tanpa menunggu perintah pengadilan apabila dalam situasi mendesak yang mengancam keselamatan nasional.

Sedangkan di Inggris, penyadapan harus memperoleh izin dari organisasi The Secretary of State. Namun, izin dapat dikesampingkan apabila dalam situasi mendesak pula.

Penyadapan di Prancis mesti memperoleh izin pengadilan serta diawasi langsung oleh komisi independen. Anggota komisi ditunjuk oleh sang presiden atas masukan wakil presiden dengan masa jabatan selama enam tahun.

Dalam hubungan internasional, praktik penyadapan dalam spionase lazim dilakukan. Namun, apabila suatu negara terbukti melanggar hukum dan diketahui oleh negara setempat maka akan menimbulkan konflik.

Informasi yang diperoleh secara tertutup mengandung nilai dengan tingkat kepercayaan tinggi dan disertai risiko yang besar. Terlebih jika penyadapan dilakukan antar negara.

Terbukti dengan hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia sempat renggang akibat negara tersebut terbukti melakukan penyadapan terhadap otoritas Indonesia.

Dari beberapa contoh mekanisme penyadapan di negara lain, terlihat bahwa praktik penyadapan diizinkan tanpa mengikuti prosedur hukum apabila dalam situasi mendesak.

Situasi seperti ini dikhawatirkan oleh beberapa pihak sebagai celah dalam menyalahgunakan wewenang. Kekhawatiran tersebut dijawab oleh pihak KPK bahwa lembaganya siap menerima audit sebagai wujud transparansi.

Lembaga ini rasanya dikenal memiliki banyak oposisi lantaran mengungkap kasus-kasus yang melibatkan pimpinan instansi pemerintahan maupun swasta. Tidak heran banyak upaya yang dilakukan demi menahan laju kinerja KPK saat ini.

Aturan baru yang kelak mengatur mekanisme penyadapan di Indonesia diharapkan semakin memperbaiki terutama dari sisi kecepatan dan ketepatan KPK mengungkap berbagai kasus tindak pidana korupsi.

Bogor, 2 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun