Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan direncanakan rampung pada awal bulan ini.
RUU ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Badan Legislatif mengatakan RUU Penyadapan dipastikan tidak mengusik kewenangan dan kinerja KPK. Bahkan, aturan internal yang dimiliki KPK kini akan dimasukkan dalam UU Penyadapan sehingga memiliki hukum yang kuat.
Salah satu pembahasan dalam rancangan ini adalah seluruh institusi hukum wajib memperoleh izin melalui pengadilan sebelum melakukan penyadapan. Namun, ketentuan ini tidak berlaku bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, dalam pasal 12 ayat (1) huruf a dimana wewenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dapat dilakukan tanpa perlu memperoleh izin pengadilan.
Melakukan penyadapan harus memperoleh izin terlebih dahulu dinilai akan menghambat kinerja KPK dalam mengusut suatu kasus. Sebelumnya, hasil putusan MK sejak 2009 bahwa audit terkait fungsi penyadapan terhadap KPK dihentikan.
Meski demikian, pihak KPK menyatakan akan menerima kembali audit dari seluruh operator telekomunikasi termasuk juga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Audit atau pemeriksaan secara berkala dalam rangka transparansi diharapkan mampu menjaga tuduhan bahwa KPK melalukan penyadapan ilegal, penyelewengan, ataupun melanggar hukum.
Adanya aturan mengenai tata cara penyadapan melalui UU bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum yang berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
Rancangan tersebut akan mengatur tata cara penyadapan, batasan waktu penyadapan, sasaran yang disadap, serta perizinan melakukan penyadapan.
Dalam proses pembentukan RUU, sebelumnya terdapat perbedaan pendapat antara DPR dan KPK perihal penghancuran alat bukti penyadapan.