Belum banyak yang mengetahui bahwa China sebenarnya menguasai salah satu komoditas sumber daya alam terpenting di zaman sekarang, yaitu rare earth.
Rare earth atau logam tanah jarang adalah sebutan kelompok 17 elemen kimia di tanah yang digunakan produk elektronik hingga militer. Seperti dysprosium biasa digunakan untuk magnet, lampu berdaya tinggi, dan perangkat kontrol nuklir. Sedangkan neodymium diproduksi untuk peralatan seperti turbin.
Logam tanah jarang (LTJ) tidak selangka seperti namanya. Keberadaan logam tersebut tersebar secara tidak merata, tidak dalam konsentrasi tinggi, dan tercampur dengan mineral lain sehingga membutuhkan proses yang panjang.
Memproduksi Rare Earth Tidak Mudah
Produksi LTJ tidak banyak dilakukan di negara lain, namun didominasi oleh China. Negeri ini mempunyai setidaknya enam perusahaan besar yang memproduksi LTJ. Sedangkan AS hanya memiliki satu perusahaan yang beroperasi, yaitu MP Materials.
Penyulingan terhadap LTJ hanya dilakukan di China, sementara negara lain melakukan proses penyempurnaannya. Banyak alasan mengapa hanya China yang mampu melakukan itu.
Sebenarnya Amerika Serikat pernah menguasai pasar LTJ. Namun, sejak 1980-an AS mulai mundur dalam persaingan tersebut. Ekstrasi logam ini berdampak kepada kerusakan lingkungan, mengancam keselamatan buruh, dan membutuhkan biaya yang besar.
China melihat hal ini sebagai peluang yang menguntungkan. Maka sejak 2010, China berhasil menguasai pasar logam tanah jarang. Posisi AS akan terancam terlebih belum memiliki kapabilitas untuk memproduksi LTJ secara mandiri.
Ketergantungan AS Terhadap Rare Earth
Media China menyebutkan bahwa pemerintah China akan merespon kebijakan Amerika Serikat dengan modal logam tanah jarang atau rare earth. Dimana harga logam tanah jarang yang didominasi China telah meningkat cukup pesat.
Sebelumnya AS telah memblokir produk Huawei untuk masuk ke dalam negeri. Respon yang dilakukan China dengan melarang ekspor logam tanah jarang merupakan hal yang krusial bagi industri pertahanan AS.