Braaak...
Rindang dengan penuh marah menendang kursi kayu yang ada di depanku.
"Jadi gini ya kelakuan kamu... Kelayapan tiap malam sama temen-temen kamu."
Aku hanya diam, malas menanggapi.Â
"JAWAB NAPA...!"
Aku kemudian berdiri dari sofa dan memutuskan untuk pergi menjauhinya. Pergi ke kamar tamu, yang jarang kami gunakan itu.
Ia mencengkeram tanganku, tapi aku segera kibaskan keras-keras sambil meninggalkannya pergi.
Ia menangis tersedu-sedu.
Aku tidak peduli, bahkan tidak ingin melihat wajahnya.
Siapa yang mulai duluan..?
Kurang apa aku selama ini kepadamu?
***
Rindang dengan serta merta pergi meninggalkan rumah. Ia pergi ke rumah orangtuaku dan mengadu tentang kelakuanku yang sering kelayapan malam bersama teman-temanku, seperti layaknya ABG yang baru mengenal dunia. Ia menyulut emosi keluargaku dengan memfitnah bahwa aku telah tega menelantarkan dirinya. Malah kejamnya, ia mengatakan bahwa mungkin aku berselingkuh dengan wanita lain, sehingga kelakuanku berubah.
Malam itu... Mama dan Papa mengedor keras-keras pintu rumahku.
"KRESNA! BUKA PINTU!"
Aku yang linglung dengan apa yang terjadi, membuka pintu dengan wajah tak bersalahku. Belum sempat aku mengatakan apa-apa, Mama dan Papa menghujaniku dengan berbagai hujatan atas kelakuanku yang tak menyenangkan pada Rindang. Aku melotot marah pada Rindang, namun dengan segera ia mengalihkan pandangan, sibuk dengan tangisan-tangisannya.
Aku mencoba menjelaskan semua. Tapi, Mama dan Papa lebih percaya kata-kata Rindang daripada kata-kata anaknya.
"OMONG KOSONG. Mana mungkin film dan lagu macam itu kau jadikan alasan kelakuanmu." ucap Papa.
"..."
"Kamu benar-benar keterlaluan kali ini Kres." tambah Mama.
Aku tidak menjawab apa-apa. Hati dan kepalaku terasa sangat panas, mendidih rasanya dan ingin membentak orangtuaku... Hanya saja naluriku sebagai seorang anak melarangku untuk meninggikan suaraku pada orangtua yang telah membesarkanku itu.
Hinaan dan hinaan terus terdengar dari kedua orangtuaku. Ditambah lagi Rindang memanas-manasi keadaan dengan menceritakan fakta yang berkebalikan. Aku mengangkat tangaku, ingin menampar pipi istriku itu. Tapi kuhentikan saat Mama berteriak, JANGAN.
Aku yang sudah tersulut emosi itu, segera lari ke arah kamarku. Aku raih laptop kecil milik istriku yang ada di meja.Â
"INI... INI... LIHAT INI!" Kataku penuh marah pada Rindang.
Aku kemudian membanting keras-keras laptop kecil warna hitam miliknya itu.Â
Mama dan RIndang berteriak terkejut dan saling memelukkan diri. Aku pun lantas segera pergi meninggalkan rumah.Â
Entah kemana...
***
Malam itu... aku menyadari bahwa bukan film-film korea itu...
Bukan lagu-lagu atau boyband alay macam itu, yang menganggu rumah tangga kami...
Tapi akulah yang selama ini salah karena tidak mengenal sosok RIndang yang sebenarnya.
Wanita yang kutambatkan hati padanya itu, ternyata adalah sosok yang keras kepala dan mau menang sendiri. Ia hanya menginginkan apa yang jadi maunya saja, tanpa peduli apa keinginanku. Ia adalah wanita pemalas yang tidak ingin diganggu oleh siapapun termasuk suaminya sendiri.Â
"Wanita picik..." batinku
Ah... bodohnya aku menikahi wanita seperti itu.Â
Salah siapa aku menikahi orang yang tak banyak kukenal itu. Hanya dua atau tiga bulan saja kami bertemu, lantas kemudian aku memutuskan untuk menikahinya... Hanya karena malu dengan umurku yang sudah semakin tua dan tak kunjung memiliki pasangan itu. Hanya karena lelah dan ingin melepas hasrat kelelakianku.
Dia sebagai seorang wanita menganggap dirinya selalu benar dan akulah, lelaki yang selalu salah.Â
Tak ada yang baik dari diriku.
Keesokan harinya, aku segera mengajaknya untuk bercerai. Tentu, Papa dan Mama menentang keras kemauanku itu. Tapi, keputusanku tidak dapat diubah lagi...Â
Aku tidak sanggup melihat wajah RIndang lagi. Kebencian dan kekecewaanku kepadanya sudah memuncak adanya.
.
Berakhir sudah rumah tangga kami yang belum genap setahun itu. Aku bersyukur bahwa kami belum dikaruniai seorang anak, sehingga tidak perlu ada yang menjadi korban keretakan rumah tangga kami.
***
Beberapa bulan setelah kejadian itu...
Pagi itu aku melihat wajah Bang Bro, rekan kerjaku, terlihat agak lelah. Kantung matanya menggantung tebal, membiru dibawah kelopaknya.Â
"Begadang bang?" tanyaku
"Iya nih Kres.."
"Kenapa? Nonton bola? Emang ada pertandingan klub mana?"
Bang Bro menggeleng sambil menguap selebar-lebarnya. Hampir-hampir aku melihat lalat masuk ke dalam mulutnya.
"Ini..." kata Bang Bro sambil menyerahkan sebuah CD padaku.
"Nonton ini, Bang?"
"He... eh..." angguknya sambil menguap lagi.
"Seru juga tuh Kres. Habis nonton satu episode, jadi pengen nonton lagi..."
Aku mengerutkan dahiku, seolah ragu atas pernyataannya itu.
"Tonton aja dulu..." bujuknya
Aku mengernyitkan dahi. Teringat akan masa lalu...
"Coba dulu aja.." kata Mbak Tin yang tiba-tiba ikut menimpali. Aku melihat mata keduanya, membulat besar, seolah ingin aku masuk ke dalam jebakan neraka..
Dengan sedikit terpaksa dan sedikit rasa penasaran... aku pun menjawab...
"Baiklah... aku akan mencoba menontonnya..."
***
Terima kasih sudah mau membaca... :D
Kisah Sebelumnya    Part 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H