Mohon tunggu...
Al Fiqh
Al Fiqh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak Bangsa

Manusia alam, pembaca, penulis artikel dan puisi. Hanya sekedar gemar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Qurban: Kesakralan dan Pola Pikir Masyarakat

4 Juli 2022   22:46 Diperbarui: 4 Juli 2022   23:45 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun menurut Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (VIII/406) menjelaskan bahwa:

“Adapun berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia, maka Abu Hasan Al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedangkan sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu hukumnya sah, bermanfaat untuknya dan pahalanya bisa sampai padanya sebagaimana kesepakatan ulama’.”

Dengan demikian, berqurban untuk orang yang telah meninggal jika berwasiat itu hukumnya sah, namun jika tidak maka terdapat perbedaan pendapat dalam memaknai permasalahan tersebut.

4)Qurban dengan hewan yang hamil?

Seringkali terjadi dalam pelaksanaan qurban, hewan qurban yang diambil yakni hewan yang sedang hamil. Baik telah di ketahui maupun tidak sebelumnya. Maka bagaimana pendapat terkait dengan hal tersebut?

Pertama, dalam kitab Kifayatul Akhyar karya Syaikh Taqiyuddin (531) menjelaskan bahwa:

“Apakah mencukupi berqurban dengan hewan yang sedang hamil? Dalam hal tersebut terdapat perbedaan pendapat. Ibn Rif’ah berkata: pendapat masyhur yakni mencukupi. Karena kurangnya daging dapat ditambal dengan adanya janin. Pendapat lain mengatakan tidak mencukupi.”

Kedua, kebanyakan ulama’ Syafi’i berbeda pendapat yakni dengan mengatakan bahwa tidak mencukupi. Sebagaimana menurut Syaikh Sa’id bin Muhammad Ba’asyin dalam kitab Busyra Al-Karim (698):

“Qurban dengan hewan yang sedang hamil menurut qaul mu’tamad tidak diperbolehkan. Karena kehamilan hewan dapat mengurangi isi dagingnya. Dan bertambahnya daging yang disebabkan oleh adanya janin tidak dapat menambal kecacatannya.”

Syaikh Khatib As-Syarbini dalam salah satu kitabnya Mughni Al-Muhtaj (VI/128) menegaskan:

“Pendapat Imam Ibnu Rif’ah yang masyhur bahwa janin mencukupi sebagai penambal daging seperti binatang yang terpotong salah satu dari tubuhnya, ditolak dengan alasan bahwa terkadang janin tidak mencapai pada batasan layak untuk dikonsumsi. Seperti gumpalan daging dan bertambahnya daging karena janin tidak dapat dijadikan dalil dengan mengatakan hewan pincang yang gemuk.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun