Namun Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya Fatawa Fiqhiyyah (V/252) menjelaskan bahwa tidak ada larangan bagi seorang yang melakukan qurban sunnah, mengkonsumsi daging qurban meski keseluruhan daging. Hal itu dikatakan bahwa pelaksanaan qurban merupakan orientasi dari pendekatan diri kepada Tuhannya.
Maka sudut pandang diatas didasari pada aspek Sosiologis dan Teologis.
Ketiga, qurban wajib yang bermula dari nadzar. Dari pendapat yang kuat dalam kitab Fathul Qarib (314) karya Imam Ibn Qashim, menjelaskan bahwa:
“Dan adapun qurban yang dilakukan dari nadzar maka pemilik nadzar tidak diperbolehkan dikonsumsinya sedikitpun. Bahkan wajib bagi pelaksana qurban untuk menyedekahkan keseluruhan dagingnya.”
Adapun menurut Imam Haramain & Imam Qaffal sebagaimana yang dikutip oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Raudatut Thalibin (II/488), menjelaskan bahwa:
“Adapun orang yang bernadzar dalam pelaksanaan qurban, serta pendapat yang memperbolehkan (memakan) daging qurban yakni Imam Qaffal dan Imam Haramain.”
Maka pertanyaan terakhir yakni dasar mana yang akan digunakan oleh para pelaksana qurban dari beberapa pendapat diatas?
2)Qurban sekalian Aqiqah?
Demi mempersingkat 2 pekerjaan sekaligus beberapa sebagian masyarakat melaksanakan qurban dan aqiqah secara bersamaan. Selain menghemat waktu, isi kantong bisa teratasi tanpa menguras banyak biaya.
Pertanyaannya, bagaimana hukumnya?
Pertama, Ibnu Hajar dan mayoritas ulama berpendapat bahwa hal tersebut tidak cukup untuk dilaksanakan. Meskipun hal tersebut telah dilakukan, maka qurban dan aqiqah tersebut tidak sah hukumnya. Sebagaimana dalam kitabnya Tuhfah Al-Muhtaj: