Pertanyaan berikutnya adalah mengapa pemerintah kita malah mengintensifkan pajak ditengah ekonomi yang melesu, mengapa belanja terlambat, dan mengapa pengalihan subsidi BBM tidak segera dirasakan oleh ‘rakyat jalata’?
Saya tidak ahli politik, namun ini rasanya ada kaitannya dengan efektivitas pemerintahan yang baru terbentuk. Mungkin Presiden Jokowi perlu waktu untuk mengkonsolidasikan para pembantunya supaya efektif bekerja dan tidak tumpang tindih. Contoh nyata misalnya adalah kebijakan Dirjen Pajak mengeluarkan edaran kepada Bank-Bank untuk menginformasikan besaran potongan pajak deposito pada nasabahnya. Pak Dirjen yang terlalu bersemangat ini lupa bahwa surat edarannya akan bertentangan dengan UU Perbankan mengenai kerahasiaan bank. Saya curiga ketentuan ini berefek kepada ‘capital flight’. Ini sendiri bisa menjelaskan mengapa DPK perbankan nyaris tidak tumbuh pada semester pertama. (Surat Edaran ini akhirnya dibatalkan).
Kasus dwelling time di Tanjung Priok, dimana Pak Jokowi dipresentasikan ‘simulator control’ yang palsu. Pelarangan penjualan bir yang ujug-ujug. Belanja yang terhambat walaupun sudah diinstruksikan berkali-kali. Adalah contoh-contoh yang kasat mata yang kita ‘rakyat’ bisa melihat betapa ‘mesin’ pemerintah tidak efektif berkerja.
Agar bisa kita melewati ‘resesi’ ini we need effective government, and we need it now!.
Kita kurang beruntung, bahwa resesi terjadi ketika pemerintahan baru terbentuk. Butuh waktu memang untuk mengkonsolidasikan ‘power.’
Dan sayangnya waktunya pak Jokowi untuk mengkonsolidasikan ‘power’-nya tidak banyak.
DEVALUASI YUAN
Satu hal yang tidak ‘terprediksi’ adalah tiba-tiba Cina mendevauasi mata uangnya. Rupiah mendapatkan tekanan tambahan. Anjlok ke level terendahnya.
Prediksi saya bahwa rupiah akan tetap lemah, terbukti, malahan tambah lemah. Harapan saya supaya rupiah stabil walaupun lemah, tidak terwujud.
Walaupun demikian saya tidak cukup mengerti, mengapa ‘jatuhnya’ rupiah begitu menggemparkan. Semua currency juga jatuh. Beberapa jatuhnya lebih parah dibandingkan rupiah. Bahkan rupiah menguat terhadap EURO dan AUD. Malaysian ringgit juga jatuh.
Mungkin karena kita ‘trauma’ dengan krismon 1998, dimana rupiah jatuh dari 2,500 ke level 15,000-an.