Mohon tunggu...
Alex Purnadi Chandra
Alex Purnadi Chandra Mohon Tunggu... Bankir -

Pendiri BPR Lestari. Sekarang BPR #3 se-Indonesia dr sisi asset. Membangun bisnis dari nol sejak 15 thn yg lalu. Sekarang chairman grup bisnis Lestari. www.alexpchandra.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Hemat BBM (Himbauan Hemat BBM, It Never Works)

2 September 2014   15:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:50 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika sistem reward-nya tidak membedakan secara jelas, bahwa yang produktif dan yang tidak produktif mendapatkan hasil yang sama atau beda tipis, karyawan yang produktif akan menurun produktifitasnya, karena tidak ada insentif yang berarti yang diterimanya dengan menjadi produktif. Dengan demikian secara keseluruhan terjadi penurunan produktifitas.

Sistem sosialis gagal karena tidak adanya insentif yang jelas antara yang produktif dan yang tidak produktif. Sementara kapitalis sistem sementara ini merupakan sistem yang terbaik di dunia karena insentif yang jelas. Yang berprestasi mendapat insentif dan yang tidak berprestasi mendapatkan dis-insentif. Sistem ini bring the best out of the people.

Anjuran pak SBY untuk hemat BBM tidak akan merubah prilaku masyarakat Indonesia, kalau tidak diikuti dengan insentif dan dis-insentif yang jelas.

Himbauan never works !

Segala macam ‘pengaturan’, mulai dari pembatasan mobil yang menggunakan bensin bersubsidi, penggunaan stiker, pelarangan mobil-mobil pemerintah dan BUMN menggunakan bensin bersubsidi, penggunaan IT untuk mencatat konsumsi BBM mobil-mobil di seluruh Indonesia, tidak akan efektif. Karena tidak diikuti dengan insentif atau dis-insentif yang jelas.

Biaya dan effort untuk mengawasi kebijakan ini saya bisa membayangkan luar biasa sulitnya. Penyelewengan akan terjadi dimana-mana, apalagi dengan sistem yang masih korup seperti ini. Kayaknya akan lebih banyak biaya dan tenaga daripada penghematan yang diperoleh.

Anjuran untuk mematikan lampu-lampu penerangan lebih absurd lagi. Apalagi kalau istana menjadi gelap sementara mall-mall di sekelilingnya tetap terang benderang.

Tahun 1970, dunia pernah dilanda krisis minyak. Minyak menjadi mahal. Secara otomatis, para konsumen mulai memikirkan cara agar konsumsi minyaknya menjadi sedikit. Karena boros mengkonsumsi minyak, mobil-mobil amerika kehilangan pasar. Industri mobil Jepang, karena mobil-mobilnya lebih kecil dan irit, berhasil menyalip industry mobil di Amerika.

Ada dis-insentif yang jelas jika terus menggunakan mobil yang boros, dan ada insentif yang ketara dengan beralih ke mobil-mobil yang lebih irit.

Sudah menjadi understanding yang jamak, bahwa jika harga BBM di Indonesia ditekan murah dengan subsidi, maka pengembangan energi alternatif tidak akan mendapatkan insentif, karena lebih baik pakai saja BBM bersubsidi yang masih murah.

Lebih baik menaikkan TDL bagi mall-mall daripada menghimbau mereka untuk hemat listrik. Lebih efektif. Himbauan never works !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun